Jakarta (ANTARA) - Setelah meraih predikat good performance hasil asesmen Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), lalu apa yang bisa dikerjakan korporasi agar performannya meningkat kemudian skornya terderek ke atas hingga naik level menjadi Emerging Industry Leader?

Perusahaan peraih good performance tersebut tinggal memahami posisi apakah berada pada skor Good Performance kurus atau gemuk mengacu pada kematangan (maturity) Band Skor KPKU BUMN.

Dikatakan kurus apabila nilainya mendekati batas bawah, sedangkan disebut dengan istilah gumuk bila terkerek mendekati batas atas lalu diharapkan bisa melompat pada Band Skor Emerging Industry Leader.

Good Performance adalah nilai dengan kisaran angka 476 hingga 575 dari rentang nilai 0 hingga 1.000 yang terbagi menjadi 8 Band Skor mulai Early Development (0- 275) hingga World Class (876- 1.000).

Selanjutnya perusahaan peraih predikat Good performance harus segera menindaklanjuti hasil asesmen berupa poin-poin mana saja yang memiliki peluang untuk diperbaiki atau dikenal dengan istilah Opportunity For Improvement/OFI .

Sebagai alat pengukur kinerja/performance, KPKU adalah pedoman yang cukup lengkap yang diadopsi dan diadaptasi dari Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence/MBCFPE.

KPKU BUMN menjadi pedoman untuk mengelola dan mengendalikan kinerja menuju peningkatan efektivitas dan kapabilitas BUMN secara menyeluruh.

Baca juga: Pelindo IV sosialisasi dan luncurkan ISO


Teknis Tindaklanjut OFI

Untuk tindaklanjut OFI kadang ada sejumlah kendala. Mungkin kendalanya ada pada personel level manajemen menengah yang berupaya keras untuk “membumikan” hasil asesmen Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU BUMN) menjadi rencana aksi.

Upaya keras para personel dari lini manajemen menengah tadi seolah menggambarkan ada pekerjaan ekstra untuk menerjemahkan hasil asesmen yang kerap digambarkan terlalu global menjadi rencana aksi yang siap dikerjakan.

Mereka dituntut bukan hanya detail mendokumentasikan proses namun juga harus sekaligus memperhatikan hasil-hasil kinerja.

Boleh jadi mereka sehari-hari hanya mengerjakan operasional perusahaan dalam skup yang terbatas, namun melalui KPKU mereka dipaksa berpikir lebih makro pada kinerja korporasi.

Oleh karenanya perlu pemahaman yang baik tentang KPKU sebagai panduan untuk membangun, menata, dan memberdayakan kesisteman dan sumber daya BUMN untuk mencapai kinerja ekselen.

Berikut ini contoh Komen OFI dari perusahaan yang memperoleh predikat good performance yakni nomor empat dari delapan band skor yang menggambarkan tingkatan kematangan (maturity) organisasi.

Baca juga: Jadi BUMN hulu migas, Legislator pertanyakan kinerja Pertamina

“Walaupun perusahaan @@@ memiliki metode untuk menetapkan visi dan tata nilai namun belum sistematis, terbukti cara tersebut belum dilengkapi pengukuran efektivitasnya, seperti pengukuran pemahaman stakeholders terhadap visi dan misi sehingga dapat menyulitkan dalam mencapai visi dan misi perusahaan.”

Komen OFI tersebut diterjemahkan menjadi rencana aksi yang dilengkapi target waktu penyelesaian, kapan dimulai dan dilengkapi dengan bukti output serta siapa yang akan melakukannya.

Jawaban terhadap Komen OFI tersebut adalah memeriksa apakah perusahaan telah memiliki prosedur tentang penyusunan dan penetapaan visi dan tata nilai. Tentu saja prosedur tersebut harus memuat tujuan, tahapan, ukuran keberhasilan, orang-orang yang terlibat, termasuk roadmap, serta interpretasi terhadap visi, misi organisasi.

Ternyata rencana aksi tidak boleh berhenti di situ namun harus ada mekanisme untuk melakukan peninjauan kembali secara berkala atas prosedur yang dibuat tadi. Hal ini diperlukan sebagai bahan untuk menyusun rencana strategis, sekaligus melihat apakah prosedur tersebut masih relevan dan sesuai dengan kebutuhan organisasi.

Contoh Komen OFI tersebut hanyalah sebagian kecil dari rangkaian tugas untuk memenuhi persyaratan standar penilaian kinerja ekselen.

Baca juga: Dibayangi pandemi, Pupuk Indonesia tetap bukukan kinerja positif

Memang terkesan sangat banyak dokumen yang harus diisi karena jumlah total pertanyaan KPKU adalah 229 dengan rincian 204 pertanyaan “How” lalu 22 pertanyaan “What” kemudian dua pertanyaan tentang “Frequency” dan satu pertanyaan “Who.”

Jawaban atas pertanyaan tadi harus dilengkapi dengan grafik-grafik penilaian kinerja sebagai bukti upaya membangun, menata, dan memberdayakan kesisteman dan sumberdaya menuju kinerja yang ekselen.

Hasil kinerja berupa grafik-grafik tersebut mengacu pada Parameter Kategori Hasil sesuai surat Kementerian BUMN Nomor S-445/07.MBU/10/2016 tentang Pelaksanaan Asesmen KPKU BUMN.

Tentu saja KPKU sebagai panduan menuju kinerja ekselen telah memiliki navigasi yang jelas dalam penerapanya sesuai metode manajemen yang umum digunakan dalam pengendalan kualitas yakni Plan Do Check Act/PDCA.

Setidaknya dibutuhkan sejumlah langkah untuk menerapkan KPKU. Titik awal navigasi bagi penerapan KPKU dimulai dengan awareness bagi Dewan Direksi dan senior leaders yaitu satu level dibawah Direksi.

Awareness bagi Dewan Direksi dan satu level dibawah Direksi bertujuan untuk memberikan pemahaman dan membangun komitmen terhadap implementasi KPKU.

Baca juga: BUMN diminta tunjukkan kinerja positif di tengah pandemi COVID-19

Langkah selanjutnya adalah dengan menyusun Champion Team yang beranggotakan lintas direktorat untuk mengawal prosesnya. Champion Team harus fokus pada tanggungjawab dan perannya untuk pengembangan masing-masing kriteria KPKU.

Champion Team perlu dibekali pelatihan dan pengembangan kapasitas sehingga memiliki kemampuan untuk menginterpetasikan KPKU, merespons kriteria, memahami tata cara merespon, membedah area-area yang berpeluang untuk diperbaiki (OFI) serta pelatihan lainnya.

Langkah penerapan KPKU dilanjutkan dengan mendokumentasikan seluruh proses melalui penyusunan dokumen KPKU, lalu berlanjut dengan asesmen dan membangun sistem berbasis hasil asesmen.

Asesmen akan menghasilkan skor KPKU disertai uraian yang menunjukkan kekuatan organisasi sekaligus area yang berpeluang untuk diperbaiki (OFI).

Baca juga: LKBN Antara peroleh ISO 9001:2000 pada HUT 71 tahun

Langkah terakhir adalah melakukan pengembangan sistem dan proses monitoring menuju kinerja ekselen.

Jangan dilupakan bahwa proses mendiagnosis perusahaan selalu bertumpu pada sejumlah management tools seperti ISO 9004:2009, Six SIGMA, Balanced Scorecard, ISO 14001, Lean Transformation Framework dan lain sebagainya.

Para senior leaders yang telah memahami bagaimana seharusnya perusahaan beroperasi, hendaknya meluangkan waktunya untuk turun tangan mengawal proses membumikan hasil asesmen KPKU agar “resep” yang diberikan oleh asesor dapat ditindaklanjuti untuk menggapai kinerja ekselen.

Bila dilakukan maka hasil asesmen KPKU BUMN pasti membumi artinya OFI diterjemahkan menjadi rencana aksi yang kongkret, dapat dimonitor untuk perbaikan kinerja korporasi.

*) Dyah Sulistyorini adalah Magister Komunikasi dari Paramadina Graduate School of Communication (PGSC), Jakarta