IDI Aceh catat 200 tenaga medis terinfeksi COVID-19
29 Agustus 2020 19:30 WIB
Ilustrasi - Petugas medis dari tim Satgas COVID-19 Kabupaten Simeulue yang membawa dua pasien terkonfirmasi positif menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap saat tiba di RSU Zainal Abidin, Banda Aceh, Aceh, Rabu (13/5/2020). (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)
Banda Aceh (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh mencatat bahwa sekitar 200 orang tenaga medis di wilayah provinsi paling barat Indonesia tersebut dilaporkan telah terkonfirmasi positif COVID-19.
"Banyak tenaga kesehatan yang sudah terkena, bahkan mencapai 10 persen dari angka positif kita itu adalah tenaga medis, sudah mendekati 200 orang," kata Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman, di Banda Aceh, Sabtu.
Ia menjelaskan, IDI Aceh telah mencatat sekitar 200 orang tenaga medis yang positif terpapar, baik dari kalangan dokter, perawat, dan bidan. Namun, datanya sangat fluktuatif, karena ketika penambahan kasus ada datanya belum masuk ke laporan.
Baca juga: Sekda Aceh Besar positif COVID-19 saat meninggal dunia
Baca juga: Disnaker Banda Aceh: COVID-19 timbulkan 60 kasus hubungan industrial
Menurut Safrizal, mayoritas paramedis yang terinfeksi tidak memiliki gejala atau asimtomatik, sehingga hanya membutuhkan waktu untuk isolasi mandiri. Hanya sedikit yang memiliki gejala sehingga harus dirawat di ruang Respiratory Intensive Care Unit (RICU).
"Tetapi memang kita bersyukur, sangat sedikit sekali yang dalam kondisi berat, dalam kondisi harus masuk ke RICU, walau pun ada tapi rata-rata mereka tanpa gejala atau asimtomatik, ini hanya memerlukan isolasi mandiri," ujarnya.
Sebab itu, menurut dia, perlu upaya dari rumah sakit untuk melindungi paramedis dengan segala macam cara. Seperti di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh telah membuat UGD panapisan yang terpisah, memperketat proses skrining, sehingga pasien tidak bercampur.
"Karena dua hal yang terjadi di rumah sakit, kalau enggak pasien yang menularkan ke tenaga medis atau tenaga medis menularkan kepada pasien, bisa saja," katanya.
Baca juga: Wakil wali kota Banda Aceh positif COVID-19
Baca juga: Bertambah delapan, positif COVID-19 meninggal di Aceh naik 49 orang
Tetapi hal yang paling penting juga, lanjut Safrizal, paramedis harus memperhatikan aktivitas di luar rumah sakit. Bisa saja petugas tidak terpapar saat di rumah sakit karena memakai alat pelindung diri (APD) yang lengkap, tetapi dapat terular dalam kegiatan keseharian di tempat orang ramai.
"Kita mengimbau melalui ketua IDI di kabupaten/kota supaya menerapkan berbagai macam protokol yang sudah ada dan belum terlaksana sehingga dengan protokol yang bagus ini bisa mengurangi dampak tenaga medis terpapar positif karena dibawa pasien," ujarnya.
"Kalau ketersediaan APD juga fluktuatif, karena begitu datang, pakai, habis. Tetapi memang tidak seberat pada awal-awal dulu, sudah lebih gampang (mendapatkan APD) dan relatif ada bantuan dalam jumlah lebih besar," katanya, lagi.
Baca juga: Kasus COVID-19 di Sabang terus bertambah
Baca juga: Delapan personel Polda Aceh diberi sanksi karena tidak pakai masker
"Banyak tenaga kesehatan yang sudah terkena, bahkan mencapai 10 persen dari angka positif kita itu adalah tenaga medis, sudah mendekati 200 orang," kata Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman, di Banda Aceh, Sabtu.
Ia menjelaskan, IDI Aceh telah mencatat sekitar 200 orang tenaga medis yang positif terpapar, baik dari kalangan dokter, perawat, dan bidan. Namun, datanya sangat fluktuatif, karena ketika penambahan kasus ada datanya belum masuk ke laporan.
Baca juga: Sekda Aceh Besar positif COVID-19 saat meninggal dunia
Baca juga: Disnaker Banda Aceh: COVID-19 timbulkan 60 kasus hubungan industrial
Menurut Safrizal, mayoritas paramedis yang terinfeksi tidak memiliki gejala atau asimtomatik, sehingga hanya membutuhkan waktu untuk isolasi mandiri. Hanya sedikit yang memiliki gejala sehingga harus dirawat di ruang Respiratory Intensive Care Unit (RICU).
"Tetapi memang kita bersyukur, sangat sedikit sekali yang dalam kondisi berat, dalam kondisi harus masuk ke RICU, walau pun ada tapi rata-rata mereka tanpa gejala atau asimtomatik, ini hanya memerlukan isolasi mandiri," ujarnya.
Sebab itu, menurut dia, perlu upaya dari rumah sakit untuk melindungi paramedis dengan segala macam cara. Seperti di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh telah membuat UGD panapisan yang terpisah, memperketat proses skrining, sehingga pasien tidak bercampur.
"Karena dua hal yang terjadi di rumah sakit, kalau enggak pasien yang menularkan ke tenaga medis atau tenaga medis menularkan kepada pasien, bisa saja," katanya.
Baca juga: Wakil wali kota Banda Aceh positif COVID-19
Baca juga: Bertambah delapan, positif COVID-19 meninggal di Aceh naik 49 orang
Tetapi hal yang paling penting juga, lanjut Safrizal, paramedis harus memperhatikan aktivitas di luar rumah sakit. Bisa saja petugas tidak terpapar saat di rumah sakit karena memakai alat pelindung diri (APD) yang lengkap, tetapi dapat terular dalam kegiatan keseharian di tempat orang ramai.
"Kita mengimbau melalui ketua IDI di kabupaten/kota supaya menerapkan berbagai macam protokol yang sudah ada dan belum terlaksana sehingga dengan protokol yang bagus ini bisa mengurangi dampak tenaga medis terpapar positif karena dibawa pasien," ujarnya.
"Kalau ketersediaan APD juga fluktuatif, karena begitu datang, pakai, habis. Tetapi memang tidak seberat pada awal-awal dulu, sudah lebih gampang (mendapatkan APD) dan relatif ada bantuan dalam jumlah lebih besar," katanya, lagi.
Baca juga: Kasus COVID-19 di Sabang terus bertambah
Baca juga: Delapan personel Polda Aceh diberi sanksi karena tidak pakai masker
Pewarta: Khalis Surry
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2020
Tags: