Washington (ANTARA News/DPA) - Satu maskapai penerbangan AS, Jumat, meminta ma'af kepada sembilan Muslim yang sehari sebelumnya diusir keluar pesawat, tapi menyebut pengusiran itu sebagai tindakan "perlu untuk menjamin keselamatan." Maskapai yang dikenali dengan AirTan itu mengusir sembilan orang Muslim itu karena  memakai pakaian muslim, padhal mereka dijadwalkan meninggalkan Bandar Udara Nasional Reagan di Washington, Kami sore, demikian laporan Washington Post. Dua penumpang mengeluhkan sikap staf penerbangan karena melontarkan "pernyataan yang mencurigakan" terhadap penumpang Muslim. Jumat petang, AirTran menyatakan "menyesal" dengan kejadian itu dan meminta maaf pada semua penumpang pesawat, teruama orang Muslim yang diperintahkan meninggalkan pesawat. Tetapi maskapai itu mengatakan, "Meskipun akhirnya masalah ini terbukti merupakan kesalah-fahaman, langkah yang diambil memang diperlukan." "Kami meminta maaf kepada semua penumpang, kepada kesembilan orang yang harus menjalani wawancara panjang lebar dari pihak berwenang dan kepada 95 orang yang akhirnya dapat terbang. Tak seorang pun dalam pesawat dengan Nomor Penerbangan 175 tiba tepat pada waktunya pada Hari Tahun Baru, dan kami menyesalkan itu," demikian maskapai itu. AirTran juga mengembalikan ongkos penerbangan kepada mereka yang dikeluarkan dari pesawat dan akan mengalihkan biaya pemesanan tiket pesawat ke penerbangan lain serta menawarkan untuk membayar biaya penerbangan pulang mereka. Semua penumpang, kecuali seorang, adalah warganegara kelahiran AS, dan berencana pergi ke Orlando, Flordia, untuk menghadiri acara keagamaan. Kelompok tersebut meliputi seorang dokter spesialis dan seorang pengacara, sedangkan anak-anak yang disuruh keluar pesawat berusia tujuh, empat dan dua tahun. Para pejabat bandar udara belakangan mengizinkan kelompok itu terbang dan agen FBI memandang kejadian itu sebagai kesalahpengertian, kata seorang pejabat bandara kepada Washington Post. Seorang jurubicara AirTran sependapat, tapi menambahkan pilot pesawat "telah bertindak sesuai prosedur". Kashif Irfan, salah seorang penumpang Muslim tersebut, mengungkapkan pengalamannya itu kepada The Post bahwa peristiwa tersebut terjadi setelah saudaranya, Arif, dan istri saudaranya membahas tempat paling aman untuk duduk di dalam pesawat. Saudaranya itu diduga telah memandang ke luar jendela dan melihat mesin jet di samping jendelanya. Penumpang lain tampaknya merasa terancam dan mengeluh kepada pilot, dan dua polisi udara dalam pesawat kemudian melaporkan masalah tersebut kepada polisi bandar udara. Meskipun Irfan mengatakan polisi udara dan agen FBI "sangat ramah dan baik" dalam menangani situasi itu, ia menyalahkan maskapai penerbangan itu. (*)