Jakarta (ANTARA News) - Dalam kampanye para calon presidan (capres)/calon wakil Presiden (cawapres) masing-masing menyajikan sebagai orasi mengenai pokok-pokok road map kebijakan ekonomi, apabila kelak terplih menjadi Presiden/Wakil Presiden Republik Indonesia. Termasuk juga pembaruan kebijakan dalam infrastruktur manusia, infrastruktur pengetahuan dan infrastruktur fisik.

Pihak Kadin Indonesia pun baru-baru ini bersuara untuk menyiapkan usulan road map dengan pendekatan realistis memasuki akhir tahun 2009 dan dasa warsa 2010-an sebagai dampak krisis ekonomi global sejak 2007 hingga 2009.

Sesungguhnya yang diharapkan masyarakat, terutama para pelaku ekonomi, menantikan capres/cawapres yang terpilih nanti lebih membawakan decisive leadership alias pemimpin yang berkemampuan mengambil keputusan menentukan. Memang selama ini visi kebijakan fokusnya pada sisi penawaran (supply side), hingga fokus pada sisi permintaan (demand side) dalam ekonomi belum cukup. Sepertinya selalu yang dianut teori sejak zamannya Adam Smith (pencipta teori ekonomi pada abad 18), supply creates its own demand yang di-update, dan masih belum demand creates its own supply.

Ada sebagian kalangan mempertanyakan, “Mengapa masih saja titik beratnya pada memperbaiki ekonomi makro? Apa sejauh ini proses menjabarkan visi ekonomi nasional belum menukik ke realita sektor riil keseharian dari pusat sampai daerah?" Pelaku ekonomi pun menginginkan kejelasan pengarahan pembangunan sektor riil yang bisa menempatkan peransertanya. Sampai-sampai muncul suara dari kalangan pengamat yang menguatirkan dampak resesi global, yakni “kebuntuan sektor riil” meskipun tidak menukik pada sebab musababnya di sub sektor riil sampai pada daerah dan dampak pada pasar sasaran masing masing pelaku ekonomi.

Sampai kini terungkap dalam berbagai media massa bahwa tim ekonomi masing masing masih berkutak katik pada mempopulerkan perbaikan atau penyehatan ekonomi makro.

Dalam hal kepemimpinan, nantinya makin dituntut ketegasannya, sehingga tanggung jawab mereka tidak “dilempar ke atas”. Dari strategi memperbaiki ekonomi makro seharusnya diselaraskan dengan kondisi sektoral tersebut yang juga membutuhkan peningkatan produktivitas.

Di sektor riil industri terungkap tiga fakta dari realita pasar, yaitu 1) kebijakan industri (industrial policy) yang dipersepsi oleh kalangan pe-bisnis apalagi yang menengah dan kecil sebagai tidak jelas dan kurang transparan, 2) kebijakan fiskal yang perlu komprehensif, dan 3) kebijakan perbankan yang belum memihak dunia usaha, termasuk industri swasta terutama skala menengah dan kecil, apalagi kalau menyangkut peranan intermediasi bank yang belum kondusif dalam perlakuan pemberian kredit. Ungkapan demikian adalah ungkapan riil dari komunitas pasar dan pelaku bisnis meskipun tidak disertai angka-angka yang njelimet.

Perumusan kebijakan industri yang lebih operasional masih perlu mendapat fokus. Banyak kelemahan tersebut di atas merupakan akibat industrialisasi berorientasi ekspor yang tidak cukup mendalam (shallow export orientation industrialization), sekalipun optimisme di kalangan pelaku masih ada demi bertahan hidup (survival).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan ekonomi dipengaruhi oleh empat lingkungan utama 1) meta (masyarakat), 2) meso ( sektoral), 3) mikro (swasta pelaku usaha) dan 4) makro (moneter,fiskal,perdagangan dan penanaman modal/investasi).

Meta, dapat diartikan melingkupi pengembangan industri dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial budaya yang di satu sisi memotivasi jiwa kewirausahaan masyarakat dan bukan men-demotivasi, di lain pihak adanya jaminan keamanan dan stabilitas politik serta “aturan hukum” (rule of law) yang tegas dan bukan “aturan birokrat” (law of the bureaucrats) yang seringkali justru merupakan beban tambahan yang sangat menekan.

Meso, dapat diartikan sektoral mencakup sarana oleh swasta maupun pemerintah pada tingkat setempat dalam prasarana infrastruktur, dan peningkatan mutu produk unggulan, layaknya bidang pendidikan pemanfaatan teknologi yang tepatguna untuk berbagai sektor sektor unggulan.

Mikro, dapat diartikan kompetensi pelaku bisnis swasta mencakup strategi untuk peningkatan produktivitas manajerial, inovasi, pengembangan mutu sumber daya manusia dan jejaringan kerja (networking) serta kompetensi dalam memanfaatkan teknologi informasi dalam mendukung operasi strategi masing masing.

Makro, dapat diartikan mencakup kebijakan moneter nilai tukar uang dan tingkat suku bunga, kebijakan fiskal seperti insentif perpajakan, kebijakan perdagangan (trade policy) yang meliputi infrastruktur distribusi, ekspor & impor dan kebijakan investasi.

Pertanyaan yang mendasar engan spirit baru nanti, “Apa kondusif untuk menggerakkan pelaku bisnis dalam berwirausaha secara profsional dan kredibel demi sisi permintaan (the demand side of the economy) ? Apa seratus hari pertama setelah terpilih tim ekonomi siap memperjelas pokok pokok ‘road map’ yang akan dilalui dengan ‘governance’ yang kredibel dengan "berjaringan kerja?"

*) Bob Widyahartono MA (bobwidya@cbn.net.id) adalah pengamat ekonomi studi pembangunan, terutama untuk Asia Timur; Lektor Kepala di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara (FE Untar) Jakarta.