Istri aktivis lingkungan Sumut perjuangkan advokasi ke level nasional
13 Februari 2020 17:38 WIB
Koordinator KontraS Yati Andriyani (tengah), Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati (kedua kanan) dan istri aktivis lingkungan Golfrid Siregar, Resmi Barimbing (ujung kanan) dalam konferensi persi di Jakarta, Kamis (13/2) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Istri dan rekan kerja almarhum aktivis lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM) Sumatera Utara (Sumut) Golfrid Siregar memperjuangkan advokasi ke tingkat nasional dengan harapan agar negara mengusut tuntas kasus kematian pria itu.
Koalisi sipil #JusticeForGolfrid yang terdiri dari WALHI, KontraS, Amnesty Indonesia, YLBHI, Kemitraan dan Protection International bersama istri mendiang Golfrid di Jakarta, Kamis, meminta agar pemerintah dan lembaga-lembaga negara membantu mencari kebenaran dari kasus tersebut.
"Sebetulnya di negara ini yang negara hukum, seharusnya hal-hal yang terjadi, serangan, kekerasan yang terjadi terhadap pembela HAM itu harus menjadi prioritas pemerintah, penegak hukum, untuk diselesaikan," kata Koordinator KontraS Yati Andriyani dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis.
Baca juga: Sempat hilang, aktivis Walhi Sumut Golfrid Siregar meninggal dunia
Resmi Barimbing, istri dari mendiang Manajer Hukum Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumut Golfrid Siregar yang meninggal dunia pada 6 Oktober 2019 lalu setelah tiga hari sebelumnya ditemukan tidak sadarkan diri di jalan di Kota Medan mendatangi beberapa lembaga negara seperti Komnas HAM, Ombudsman dan Kantor Staf Kepresidenan untuk memperjuangkan advokasi bagi suaminya.
Berdasarkan keterangan Kepolisian Daerah Sumatera Utara penyebab kematian aktivis HAM dan lingkungan itu disebabkan oleh kecelakaan tunggal sepeda motor yang digunakannya, kesimpulan yang diambil lewat analisa teknologi Traffic Accident Analysis (TAA).
Namun, WALHI mengatakan bahwa sebelumnya Golfrid telah menerima intimidasi dan ancaman karena melakukan perjuangan untuk HAM dan lingkungan hidup di daerahnya.
Menurut Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati, seharusnya perlindungan terhadap pejuang lingkungan hidup sudah dipastikan seperti yang tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
"Tapi kenyataannya walaupun isi undang-undang sudah seperti itu, kenyataan yang kita hadapi di lapangan itu berbeda. Orang-orang terutama aktivis, pembela hukum, pengacara yang melakukan upaya-upaya untuk memastikan fungsi-fungsi lingkungan hidup tidak rusak, tidak terganggu, membela hak masyarakat itu pada kenyataannya mengalami ancaman, dan dalam kasus Golfrid dia harus kehilangan nyawanya," kata Nur Hidayati.
Baca juga: Polisi ungkap penyebab kematian aktivis Walhi Sumut Golfrid Siregar
Koalisi sipil #JusticeForGolfrid yang terdiri dari WALHI, KontraS, Amnesty Indonesia, YLBHI, Kemitraan dan Protection International bersama istri mendiang Golfrid di Jakarta, Kamis, meminta agar pemerintah dan lembaga-lembaga negara membantu mencari kebenaran dari kasus tersebut.
"Sebetulnya di negara ini yang negara hukum, seharusnya hal-hal yang terjadi, serangan, kekerasan yang terjadi terhadap pembela HAM itu harus menjadi prioritas pemerintah, penegak hukum, untuk diselesaikan," kata Koordinator KontraS Yati Andriyani dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis.
Baca juga: Sempat hilang, aktivis Walhi Sumut Golfrid Siregar meninggal dunia
Resmi Barimbing, istri dari mendiang Manajer Hukum Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumut Golfrid Siregar yang meninggal dunia pada 6 Oktober 2019 lalu setelah tiga hari sebelumnya ditemukan tidak sadarkan diri di jalan di Kota Medan mendatangi beberapa lembaga negara seperti Komnas HAM, Ombudsman dan Kantor Staf Kepresidenan untuk memperjuangkan advokasi bagi suaminya.
Berdasarkan keterangan Kepolisian Daerah Sumatera Utara penyebab kematian aktivis HAM dan lingkungan itu disebabkan oleh kecelakaan tunggal sepeda motor yang digunakannya, kesimpulan yang diambil lewat analisa teknologi Traffic Accident Analysis (TAA).
Namun, WALHI mengatakan bahwa sebelumnya Golfrid telah menerima intimidasi dan ancaman karena melakukan perjuangan untuk HAM dan lingkungan hidup di daerahnya.
Menurut Direktur Eksekutif Nasional WALHI Nur Hidayati, seharusnya perlindungan terhadap pejuang lingkungan hidup sudah dipastikan seperti yang tertuang dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
"Tapi kenyataannya walaupun isi undang-undang sudah seperti itu, kenyataan yang kita hadapi di lapangan itu berbeda. Orang-orang terutama aktivis, pembela hukum, pengacara yang melakukan upaya-upaya untuk memastikan fungsi-fungsi lingkungan hidup tidak rusak, tidak terganggu, membela hak masyarakat itu pada kenyataannya mengalami ancaman, dan dalam kasus Golfrid dia harus kehilangan nyawanya," kata Nur Hidayati.
Baca juga: Polisi ungkap penyebab kematian aktivis Walhi Sumut Golfrid Siregar
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020
Tags: