Jakarta (ANTARA) - Badan Pengelola Transportsi Jabodetabek atau BPTJ Kementerian Perhubungan mendorong perencanaan transportasi ibu kota baru harus mengedepankan pendekatan aspek manusia, bukan perencanaan fisik.

"Ibu kota baru memiliki peluang yang besar untuk membangun sistem transportasi perkotaan yang ideal, kuncinya jangan fokus pada perencanaan fisik namun harus dengan pendekatan yang mengedepankan aspek manusia," kata Kepala BPTJ Bambang Prihartono di Jakarta, Kamis.

Bambang mengatakan bahwa belajar dari pengalaman yang sudah terjadi, perlu ada pergeseran paradigma perencanaan transportasi perkotaan yakni benar-benar lebih fokus pada aspek manusianya.

Perencanaan transportasi yang selama ini dilakukan cenderung lebih menekankan pada aspek seperti kapasitas lalu lintas jalan dan laju kendaraan, penentuan moda transportasi tertentu dan pembangunan infrastruktur fisik.

Baca juga: Pakar sarankan ibu kota baru harus steril dari angkot

Indikasi perencanaan transportasi perkotaan yang lebih menekankan pada aspek fisik ini juga terlihat dari proses perencanaan yang biasanya hanya melibatkan pendekatan teknis, terbatas pada wilayah administrasi tertentu, kurang memiliki visi serta miskin analisis dampak pembangunan.

Sedangkan paradigma baru perencanaan transportasi yang berfokus pada aspek manusia lebih mengutamakan kualitas hidup manusia, aksesibilitas, daya tahan ekonomi, keadilan sosial serta aspek berkelanjutan dan lingkungan sebagai tujuan yang harus dicapai.

"Kebijakan yang mengutamakan kelancaran arus lalu lintas misalnya justru melupakan keterbatasan daya dukung suatu wilayah, sehingga akhirnya ketika daya dukung sudah tidak lagi memadai timbullah ledakan persoalan yang kemudian mengganggu kualitas hidup manusia serta lingkungannya," kata Bambang.

Menurut dia, perencanaan yang mengedepankan aspek manusia ini harus memiliki visi dan strategi jangka panjang yang jelas dan konkret, terintegrasi lintas sektoral secara konsisten dan saling melengkapi. Selain itu juga penting untuk melibatkan lintas wilayah fungsional transportasi, lintas disiplin ilmu serta mengakomodir partisipasi publik.

Baca juga: Presiden ingin ibu kota baru dibangun berkonsep "smart metropolis"

Dengan demikian, menurut Bambang, acuan pembelajaran untuk merencanakan sistem transportasi ibu kota baru tidak hanya membandingkan kisah sukses yang pernah dialami oleh negara lain.

Lebih dari itu justru melihat pembelajaran yang terjadi di negeri sendiri termasuk pengalaman dalam pengelolaan transportasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi atau Jabodetabek.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemindahan ibu kota negara bukan sekedar pindah tempat tetapi pola pikir dan budaya. Salah satu hal terpenting membangun ibu kota baru ke depannya diperlukan sistem klaster untuk semua layanan sehingga terbentuk kota berkualitas dengan standar dunia.

Lokasi pemindahan ibu kota Indonesia telah ditetapkan Presiden Joko Widodo di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Baca juga: Ini proyek infrastruktur awal ibukota baru yang akan ditawarkan PUPR