Artikel
Sikap India dan masa depan RCEP
Oleh Yashinta Difa Pramudyani
7 November 2019 18:36 WIB
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) berfoto bersama dengan sejumlah kepala negara dan kepala pemerintahan negara-negara peserta KTT ke-3 Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di Bangkok, Thailand, Senin (4/11/2019). KTT tersebut diikuti negara-negara ASEAN serta enam negara mitra yaitu China, Jepang, India, Korea Selatan, Australia dan Selandia Baru. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau dikenal dengan RCEP ke-3 yang diselenggarakan di sela-sela KTT ke-35 ASEAN di Nonthaburi, Thailand, mencapai kemajuan dan pernyataan Akhir Ketua ASEAN yang dirilis 3 November menyebutkan, 10 negara Asia Tenggara menyambut “komitmen untuk menandatangani Perjanjian RCEP pada 2020”.
India telah menyatakan sikapnya untuk mempertimbangkan tidak bergabung dalam RCEP, meskipun ASEAN dan China masih berharap negara itu akan tetap bergabung.
RCEP adalah pakta perdagangan bebas antara 10 negara anggota ASEAN dan enam negara mitra, yaitu, China, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan India yang telah dirundingkan selama tujuh tahun.
“Ini akan secara signifikan berkontribusi pada sistem perdagangan internasional yang terbuka, inklusif dan berdasarkan aturan dan perluasan rantai nilai,” demikian pernyataan tersebut.
Sebanyak 15 negara (tidak termasuk India) telah menyepakati negosiasi berbasis teks (text-based negotiations) yang memuat pokok-pokok pengaturan serta hak dan kewajiban dalam RCEP.
Baca juga: Negosiasi berbasis teks telah disepakati 15 negara anggota RCEP
Dalam Pernyataan Bersama yang dirilis para pemimpin negara RCEP usai KTT disebutkan bahwa kesepakatan itu mencakup 20 bab perundingan, kecuali isu akses pasar dan legal scrubbing yang masih harus diselesaikan oleh seluruh negara yang terlibat sebelum target penandatanganan perjanjian itu dilakukan pada November 2020.
Sementara itu, India disebut memiliki masalah luar biasa yang signifikan yang masih belum terselesaikan.
“Semua negara RCEP akan bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah ini dengan cara yang saling menguntungkan. Keputusan akhir India akan tergantung pada solusi yang terbaik dari masalah ini,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Keengganan India untuk membuka pasarnya telah menjadi salah satu faktor penentu utama dalam perundingan RCEP, dan telah menguji kesabaran anggota lainnya.
Baca juga: Indonesia ingin India tetap bergabung dalam RCEP
Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan ia tidak dapat mengompromikan kepentingan para petani dan pekerja di India dengan bergabung ke pakta perdagangan regional itu, setelah gagal mengatasi kekhawatiran New Delhi mengenai akses pasar.
Modi menghadapi tentangan yang semakin meningkat dari dalam basis pedagang kecil Hindu yang konservatif, serta partai oposisi utama---yang berpendapat perjanjian perdagangan tersebut akan membanjiri pasar raksasa India dengan barang impor murah dari China.
“Ketika saya mengukur Perjanjian RCEP sehubungan dengan kepentingan semua rakyat India, saya tidak mendapat jawaban positif,” kata Modi dalam pidatonya pada KTT ke-3 RCEP di Bangkok, menurut catatan pemerintah yang dilaporkan Reuters.
India khawatir bahwa perjanjian tersebut, yang mensyaratkan penghapusan tarif secara bertahap, akan membuka pasar domestik negara itu terhadap membanjirnya barang-barang murah China dan hasil pertanian dari Australia dan Selandia Baru yang akan membahayakan produsen lokal.
Negosiator perdagangan India dan kelompok bisnis yang mendukung perjanjian itu mengatakan industri India akan bergabung dengan rantai pasokan global untuk barang-barang mewah seperti elektronik dan teknik.
Itu, dan akses yang lebih besar ke pasar luar negeri, akan membantu mengimbangi perlambatan ekonomi di dalam negeri, kata mereka.
"Minat jangka panjang industri di India adalah untuk terintegrasi dengan baik dalam rantai nilai global dan perjanjian perdagangan yang menguntungkan dapat memainkan peran penting dalam mewujudkan minat ini," kata Vikram Kirloskar, presiden Konfederasi Industri India, sebuah kelompok bisnis top, dalam sebuah pernyataan.
Pertumbuhan ekonomi India telah jatuh ke level terendah selama enam tahun dan ekspor terpukul karena perang dagang antara Amerika Serikat dan China, di samping langkah-langkah proteksionis yang diambil oleh negara-negara lain.
PM Modi mengatakan tidak ada jaminan bagi India tentang akses pasar dan hambatan non-perdagangan dalam pakta RCEP.
Masalah akses pasar yang paling sulit di India adalah dengan mitra dagang terbesar keduanya, yaitu China, yang menyebabkan defisit perdagangan India mencapai 53 miliar dolar AS pada 2018 dan 2019.
India telah berusaha untuk membangun perlindungan ke dalam pakta untuk mencegah lonjakan impor yang tiba-tiba, tetapi perlindungan yang tidak memadai adalah di antara masalah-masalah utama yang membujuk New Delhi untuk tidak menandatangani pakta tersebut, kata sumber-sumber pemerintah.
Harapan Indonesia
Mewakili Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengungkapkan harapannya agar kesepakatan teks RCEP bisa ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian tersebut pada 2020.
Baca juga: Presiden Jokowi berharap RCEP dapat ditandatangani tahun depan
“Kita sudah bekerja, bernegosiasi guna mencapai titik temu selama tujuh tahun,” tutur Presiden Jokowi, dalam rilis Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden.
Meskipun proses perundingannya tidak mudah karena melibatkan 16 negara dan memakan waktu lama, Presiden meyakinkan bahwa RCEP akan membawa hasil yang menguntungkan semua negara anggotanya, tidak terkecuali India.
“Oleh karena itu, Presiden mengharapkan agar India tetap bersama dengan kita semua dalam RCEP,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang mendampingi Presiden Jokowi dalam KTT ke-16 ASEAN-India di Thailand, 3 November lalu.
Indonesia berpandangan, belum disepakatinya text-based negotiations oleh India tidak menandakan negara tersebut keluar dari RCEP.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo yang berperan sebagai Ketua Perunding ASEAN menyatakan bahwa pada dasarnya teks tersebut telah disepakati oleh 16 negara RCEP, termasuk India, di tingkat negosiator.
Namun, pada saat hasil perundingan dibawa ke tingkat yang lebih tinggi, New Delhi menyatakan ada hal-hal yang masih sulit diterima.
“Jadi permasalahannya bukan antara India dengan kita (negara RCEP lainnya), tetapi lebih kepada kebijakan dalam negeri India yang mungkin belum sejalan dengan apa yang sudah kita sepakati,” tutur Iman kepada sejumlah wartawan, di sela-sela KTT ke-35 ASEAN, di Nonthaburi, 4 November lalu.
Menegaskan bahwa RCEP tidak menyingkirkan India, Iman menjelaskan proses perundingan ke depan akan berfokus pada penyelesaian isu akses pasar, yang kini kemajuannya telah mencapai 82 persen.
Bersamaan dengan itu, secara paralel Indonesia sebagai country coordinator RCEP akan mencoba membantu India untuk bisa mengatasi sensitivitasnya, khususnya dalam hal teks, yang sudah dianggap dikunci oleh 15 anggota lainnya.
“Jadi tetap kita hormati, India mungkin masih menghadapi kesulitan, terutama kesesuaian antara teks yang sudah kita selesaikan dengan beberapa kebijakan di India---baik di tingkat pusat, provinsi, dan di bawah provinsi,” kata Iman.
Bagi Indonesia, RCEP menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi akses pasar ekspor produk unggulan dan masuknya arus investasi di sektor industri bernilai tambah tinggi yang memanfaatkan kawasan sebagai tujuan ekspor dan sumber input bagi industri yang sedang tumbuh.
Baca juga: China maklumi RCEP tak sesuai harapan semua pihak
Sependapat dengan Indonesia, China pun mengatakan bahwa RCEP dapat memberikan peluang bagi ekspor India.
Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen, berbicara pada jumpa pers di Beijing, Rabu (6/11), mengatakan dia memahami kekhawatiran itu, tetapi kesepakatan itu dapat menguntungkan eksportir India dan membantu menciptakan lebih banyak pekerjaan lokal.
“Kami memahami bahwa beberapa industri di India akan memiliki beberapa kekhawatiran, tetapi RCEP juga akan membawa peluang ekspor yang sangat besar bagi industri India,” katanya, seraya menambahkan bahwa kesepakatan tersebut mencakup mekanisme perlindungan yang dapat digunakan untuk mengembalikan tarif jika India tidak menemukan kesepakatan merusak industri dalam negerinya.
Wang memuji pakta perdagangan yang memberikan "dorongan yang sangat signifikan" untuk kepercayaan investor pada ekonomi global terhadap kebangkitan unilateralisme dan proteksionisme yang telah menekan pertumbuhan perdagangan di seluruh dunia.
Dia mengatakan kesepakatan itu juga akan sangat menguntungkan perusahaan China, pekerja dan konsumen, karena akan menghilangkan hambatan tarif dan non-tarif, dan menurunkan biaya, demikian dilaporkan Reuters.
Baca juga: Menlu Retno: Indonesia miliki posisi kunci dalam perundingan RCEP
Diluncurkan pada KTT ke-21 ASEAN pada 2012, perundingan tersebut diharapkan akan mendorong kemajuan industri negara-negara ASEAN dengan bergabungnya ASEAN dengan keenam mitranya dalam rantai pasok kawasan (regional value chain) RCEP.
Sejak saat itu, perundingan RCEP telah berlangsung, dan RCEP ditargetkan dapat ditandatangani oleh keenam belas anggotanya pada November 2020.
Kelima belas negara yang telah sepakat berpartisipasi membentuk hampir sepertiga populasi dunia---yang jika ditambah dengan India akan membantuk setengah populasi dunia.
Anggota RCEP telah menyumbang hampir sepertiga PDB global, sehingga kepergian India hanya akan membuat sedikit perbedaan.
Baca juga: Mendag paparkan posisi RI sebagai pencetus dan koordinator RCEP
India telah menyatakan sikapnya untuk mempertimbangkan tidak bergabung dalam RCEP, meskipun ASEAN dan China masih berharap negara itu akan tetap bergabung.
RCEP adalah pakta perdagangan bebas antara 10 negara anggota ASEAN dan enam negara mitra, yaitu, China, Korea Selatan, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan India yang telah dirundingkan selama tujuh tahun.
“Ini akan secara signifikan berkontribusi pada sistem perdagangan internasional yang terbuka, inklusif dan berdasarkan aturan dan perluasan rantai nilai,” demikian pernyataan tersebut.
Sebanyak 15 negara (tidak termasuk India) telah menyepakati negosiasi berbasis teks (text-based negotiations) yang memuat pokok-pokok pengaturan serta hak dan kewajiban dalam RCEP.
Baca juga: Negosiasi berbasis teks telah disepakati 15 negara anggota RCEP
Dalam Pernyataan Bersama yang dirilis para pemimpin negara RCEP usai KTT disebutkan bahwa kesepakatan itu mencakup 20 bab perundingan, kecuali isu akses pasar dan legal scrubbing yang masih harus diselesaikan oleh seluruh negara yang terlibat sebelum target penandatanganan perjanjian itu dilakukan pada November 2020.
Sementara itu, India disebut memiliki masalah luar biasa yang signifikan yang masih belum terselesaikan.
“Semua negara RCEP akan bekerja bersama untuk menyelesaikan masalah-masalah ini dengan cara yang saling menguntungkan. Keputusan akhir India akan tergantung pada solusi yang terbaik dari masalah ini,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Keengganan India untuk membuka pasarnya telah menjadi salah satu faktor penentu utama dalam perundingan RCEP, dan telah menguji kesabaran anggota lainnya.
Baca juga: Indonesia ingin India tetap bergabung dalam RCEP
Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan ia tidak dapat mengompromikan kepentingan para petani dan pekerja di India dengan bergabung ke pakta perdagangan regional itu, setelah gagal mengatasi kekhawatiran New Delhi mengenai akses pasar.
Modi menghadapi tentangan yang semakin meningkat dari dalam basis pedagang kecil Hindu yang konservatif, serta partai oposisi utama---yang berpendapat perjanjian perdagangan tersebut akan membanjiri pasar raksasa India dengan barang impor murah dari China.
“Ketika saya mengukur Perjanjian RCEP sehubungan dengan kepentingan semua rakyat India, saya tidak mendapat jawaban positif,” kata Modi dalam pidatonya pada KTT ke-3 RCEP di Bangkok, menurut catatan pemerintah yang dilaporkan Reuters.
India khawatir bahwa perjanjian tersebut, yang mensyaratkan penghapusan tarif secara bertahap, akan membuka pasar domestik negara itu terhadap membanjirnya barang-barang murah China dan hasil pertanian dari Australia dan Selandia Baru yang akan membahayakan produsen lokal.
Negosiator perdagangan India dan kelompok bisnis yang mendukung perjanjian itu mengatakan industri India akan bergabung dengan rantai pasokan global untuk barang-barang mewah seperti elektronik dan teknik.
Itu, dan akses yang lebih besar ke pasar luar negeri, akan membantu mengimbangi perlambatan ekonomi di dalam negeri, kata mereka.
"Minat jangka panjang industri di India adalah untuk terintegrasi dengan baik dalam rantai nilai global dan perjanjian perdagangan yang menguntungkan dapat memainkan peran penting dalam mewujudkan minat ini," kata Vikram Kirloskar, presiden Konfederasi Industri India, sebuah kelompok bisnis top, dalam sebuah pernyataan.
Pertumbuhan ekonomi India telah jatuh ke level terendah selama enam tahun dan ekspor terpukul karena perang dagang antara Amerika Serikat dan China, di samping langkah-langkah proteksionis yang diambil oleh negara-negara lain.
PM Modi mengatakan tidak ada jaminan bagi India tentang akses pasar dan hambatan non-perdagangan dalam pakta RCEP.
Masalah akses pasar yang paling sulit di India adalah dengan mitra dagang terbesar keduanya, yaitu China, yang menyebabkan defisit perdagangan India mencapai 53 miliar dolar AS pada 2018 dan 2019.
India telah berusaha untuk membangun perlindungan ke dalam pakta untuk mencegah lonjakan impor yang tiba-tiba, tetapi perlindungan yang tidak memadai adalah di antara masalah-masalah utama yang membujuk New Delhi untuk tidak menandatangani pakta tersebut, kata sumber-sumber pemerintah.
Harapan Indonesia
Mewakili Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga mengungkapkan harapannya agar kesepakatan teks RCEP bisa ditindaklanjuti dengan penandatanganan perjanjian tersebut pada 2020.
Baca juga: Presiden Jokowi berharap RCEP dapat ditandatangani tahun depan
“Kita sudah bekerja, bernegosiasi guna mencapai titik temu selama tujuh tahun,” tutur Presiden Jokowi, dalam rilis Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden.
Meskipun proses perundingannya tidak mudah karena melibatkan 16 negara dan memakan waktu lama, Presiden meyakinkan bahwa RCEP akan membawa hasil yang menguntungkan semua negara anggotanya, tidak terkecuali India.
“Oleh karena itu, Presiden mengharapkan agar India tetap bersama dengan kita semua dalam RCEP,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang mendampingi Presiden Jokowi dalam KTT ke-16 ASEAN-India di Thailand, 3 November lalu.
Indonesia berpandangan, belum disepakatinya text-based negotiations oleh India tidak menandakan negara tersebut keluar dari RCEP.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo yang berperan sebagai Ketua Perunding ASEAN menyatakan bahwa pada dasarnya teks tersebut telah disepakati oleh 16 negara RCEP, termasuk India, di tingkat negosiator.
Namun, pada saat hasil perundingan dibawa ke tingkat yang lebih tinggi, New Delhi menyatakan ada hal-hal yang masih sulit diterima.
“Jadi permasalahannya bukan antara India dengan kita (negara RCEP lainnya), tetapi lebih kepada kebijakan dalam negeri India yang mungkin belum sejalan dengan apa yang sudah kita sepakati,” tutur Iman kepada sejumlah wartawan, di sela-sela KTT ke-35 ASEAN, di Nonthaburi, 4 November lalu.
Menegaskan bahwa RCEP tidak menyingkirkan India, Iman menjelaskan proses perundingan ke depan akan berfokus pada penyelesaian isu akses pasar, yang kini kemajuannya telah mencapai 82 persen.
Bersamaan dengan itu, secara paralel Indonesia sebagai country coordinator RCEP akan mencoba membantu India untuk bisa mengatasi sensitivitasnya, khususnya dalam hal teks, yang sudah dianggap dikunci oleh 15 anggota lainnya.
“Jadi tetap kita hormati, India mungkin masih menghadapi kesulitan, terutama kesesuaian antara teks yang sudah kita selesaikan dengan beberapa kebijakan di India---baik di tingkat pusat, provinsi, dan di bawah provinsi,” kata Iman.
Bagi Indonesia, RCEP menjadi tantangan sekaligus peluang besar bagi akses pasar ekspor produk unggulan dan masuknya arus investasi di sektor industri bernilai tambah tinggi yang memanfaatkan kawasan sebagai tujuan ekspor dan sumber input bagi industri yang sedang tumbuh.
Baca juga: China maklumi RCEP tak sesuai harapan semua pihak
Sependapat dengan Indonesia, China pun mengatakan bahwa RCEP dapat memberikan peluang bagi ekspor India.
Wakil Menteri Perdagangan China Wang Shouwen, berbicara pada jumpa pers di Beijing, Rabu (6/11), mengatakan dia memahami kekhawatiran itu, tetapi kesepakatan itu dapat menguntungkan eksportir India dan membantu menciptakan lebih banyak pekerjaan lokal.
“Kami memahami bahwa beberapa industri di India akan memiliki beberapa kekhawatiran, tetapi RCEP juga akan membawa peluang ekspor yang sangat besar bagi industri India,” katanya, seraya menambahkan bahwa kesepakatan tersebut mencakup mekanisme perlindungan yang dapat digunakan untuk mengembalikan tarif jika India tidak menemukan kesepakatan merusak industri dalam negerinya.
Wang memuji pakta perdagangan yang memberikan "dorongan yang sangat signifikan" untuk kepercayaan investor pada ekonomi global terhadap kebangkitan unilateralisme dan proteksionisme yang telah menekan pertumbuhan perdagangan di seluruh dunia.
Dia mengatakan kesepakatan itu juga akan sangat menguntungkan perusahaan China, pekerja dan konsumen, karena akan menghilangkan hambatan tarif dan non-tarif, dan menurunkan biaya, demikian dilaporkan Reuters.
Baca juga: Menlu Retno: Indonesia miliki posisi kunci dalam perundingan RCEP
Diluncurkan pada KTT ke-21 ASEAN pada 2012, perundingan tersebut diharapkan akan mendorong kemajuan industri negara-negara ASEAN dengan bergabungnya ASEAN dengan keenam mitranya dalam rantai pasok kawasan (regional value chain) RCEP.
Sejak saat itu, perundingan RCEP telah berlangsung, dan RCEP ditargetkan dapat ditandatangani oleh keenam belas anggotanya pada November 2020.
Kelima belas negara yang telah sepakat berpartisipasi membentuk hampir sepertiga populasi dunia---yang jika ditambah dengan India akan membantuk setengah populasi dunia.
Anggota RCEP telah menyumbang hampir sepertiga PDB global, sehingga kepergian India hanya akan membuat sedikit perbedaan.
Baca juga: Mendag paparkan posisi RI sebagai pencetus dan koordinator RCEP
Editor: Maria D Andriana
Copyright © ANTARA 2019
Tags: