Jakarta (ANTARA) - Seorang advokat bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra mengajukan uji formil atas pembentukan revisi UU KPK yang telah resmi menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, ia menilai pembentukan UU Perubahan Kedua UU KPK tidak dilandasi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.

Selain itu, ia menilai pembentukan revisi UU KPK tidak memenuhi asas keterbukaan yang wajib diterapkan oleh DPR RI dalam melakukan pembentukan undang-undang.

Baca juga: Permohonan uji materi revisi UU KPK dibahas dalam RPH

Sebagai pemilih dalam pemilu yang menitipkan aspirasinya kepada perwakilan rakyat di Senayan, ia merasa dirugikan dengan keputusan DPR membentuk revisi UU KPK.

"Pemohon memandang bahwa pembentukan UU Perubahan Kedua UU KPK telah menimbulkan kerugian bagi pemohon yang berprofesi sebagai pengacara atau advokat," tutur Deowikaputra.

Menanggapi permohonan itu, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan nasihat agar pemohon memahami dengan baik sebelum mengajukan uji formil terhadap suatu undang-undang.

Baca juga: Pascarevisi UU, KPK ajak mahasiswa kawal tindakan koruptif

"Kalau itu berkaitan dengan proses, prosedur pembentukan suatu undang-undang, ya, anda harus tahu persis, bagaimana proses, prosedur dalam pembentukan suatu undang-undang. Kalau Anda tidak tahu persis, bagaimana anda bisa menguraikan bahwa di situ ada cacat formilnya?" kata hakim Enny Nurbaningsih.

Ia pun menyoroti permohonan Deowikaputra yang dipenuhi kutipan berita dari berbagai media massa serta pesan dalam aplikasi perpesanan. Untuk memperbaiki permohonan itu, pemohon diberikan waktu selama dua pekan.

Baca juga: Yasonna setelah polemik revisi UU KPK dan tugas baru