Advokat gugat pembentukan revisi UU KPK ke MK
30 Oktober 2019 23:50 WIB
Advokat Gregorius Yonathan Deowikaputra selaku pemohon menyampaikan paparannya pada sidang pengujian formil mengenai Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (30/10/2019). Pada sidang yang beragenda pemeriksaan pendahuluan itu majelis hakim konstitusi meminta kepada pemohon untuk memperbaiki berkas yang diajukan. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.
Jakarta (ANTARA) - Seorang advokat bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra mengajukan uji formil atas pembentukan revisi UU KPK yang telah resmi menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, ia menilai pembentukan UU Perubahan Kedua UU KPK tidak dilandasi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Selain itu, ia menilai pembentukan revisi UU KPK tidak memenuhi asas keterbukaan yang wajib diterapkan oleh DPR RI dalam melakukan pembentukan undang-undang.
Baca juga: Permohonan uji materi revisi UU KPK dibahas dalam RPH
Sebagai pemilih dalam pemilu yang menitipkan aspirasinya kepada perwakilan rakyat di Senayan, ia merasa dirugikan dengan keputusan DPR membentuk revisi UU KPK.
"Pemohon memandang bahwa pembentukan UU Perubahan Kedua UU KPK telah menimbulkan kerugian bagi pemohon yang berprofesi sebagai pengacara atau advokat," tutur Deowikaputra.
Menanggapi permohonan itu, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan nasihat agar pemohon memahami dengan baik sebelum mengajukan uji formil terhadap suatu undang-undang.
Baca juga: Pascarevisi UU, KPK ajak mahasiswa kawal tindakan koruptif
"Kalau itu berkaitan dengan proses, prosedur pembentukan suatu undang-undang, ya, anda harus tahu persis, bagaimana proses, prosedur dalam pembentukan suatu undang-undang. Kalau Anda tidak tahu persis, bagaimana anda bisa menguraikan bahwa di situ ada cacat formilnya?" kata hakim Enny Nurbaningsih.
Ia pun menyoroti permohonan Deowikaputra yang dipenuhi kutipan berita dari berbagai media massa serta pesan dalam aplikasi perpesanan. Untuk memperbaiki permohonan itu, pemohon diberikan waktu selama dua pekan.
Baca juga: Yasonna setelah polemik revisi UU KPK dan tugas baru
Dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, ia menilai pembentukan UU Perubahan Kedua UU KPK tidak dilandasi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Selain itu, ia menilai pembentukan revisi UU KPK tidak memenuhi asas keterbukaan yang wajib diterapkan oleh DPR RI dalam melakukan pembentukan undang-undang.
Baca juga: Permohonan uji materi revisi UU KPK dibahas dalam RPH
Sebagai pemilih dalam pemilu yang menitipkan aspirasinya kepada perwakilan rakyat di Senayan, ia merasa dirugikan dengan keputusan DPR membentuk revisi UU KPK.
"Pemohon memandang bahwa pembentukan UU Perubahan Kedua UU KPK telah menimbulkan kerugian bagi pemohon yang berprofesi sebagai pengacara atau advokat," tutur Deowikaputra.
Menanggapi permohonan itu, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan nasihat agar pemohon memahami dengan baik sebelum mengajukan uji formil terhadap suatu undang-undang.
Baca juga: Pascarevisi UU, KPK ajak mahasiswa kawal tindakan koruptif
"Kalau itu berkaitan dengan proses, prosedur pembentukan suatu undang-undang, ya, anda harus tahu persis, bagaimana proses, prosedur dalam pembentukan suatu undang-undang. Kalau Anda tidak tahu persis, bagaimana anda bisa menguraikan bahwa di situ ada cacat formilnya?" kata hakim Enny Nurbaningsih.
Ia pun menyoroti permohonan Deowikaputra yang dipenuhi kutipan berita dari berbagai media massa serta pesan dalam aplikasi perpesanan. Untuk memperbaiki permohonan itu, pemohon diberikan waktu selama dua pekan.
Baca juga: Yasonna setelah polemik revisi UU KPK dan tugas baru
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Tags: