Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 190 mahasiswa dari berbagai universitas serta masyarakat umum yang mengajukan permohonan uji materi terhadap revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) keliru mencantumkan nomor undang-undang yang telah dicatat dalam lembaran negara itu.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia resmi mencatat revisi UU KPK ke lembaran negara sebagai UU Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK, tetapi pemohon mencantumkan UU Nomor 16 Tahun 2019 dalam permohonannya.

Baca juga: KPK minta UU Nomor 19 Tahun 2019 segera dipublikasikan

Baca juga: Tim transisi KPK demi merespon UU yang direvisi

Baca juga: MAKI nilai revisi UU KPK tak sah dan batal demi hukum


Untuk itu, dalam sidang pendahuluan dengan agenda perbaikan permohonan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, kuasa hukum pemohon, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, meminta untuk dilakukan perbaikan.

"Sebelumnya, Yang Mulia, mohon izin, mengingat undang-undang tersebut baru keluar tanggal 17 Oktober 2019 dan kami sudah menerima dan menyerahkan buktinya, kami terpaksa harus melakukan renvoi dalam sidang ini. Apakah diizinkan, Yang Mulia?" ujar Zico Simanjuntak.

Ketua MK Anwar Usman yang memimpin sidang didampingi hakim konstitusi Enny Nurbaningsih serta Manahan MP Sitompul kemudian mempersilakan Zico membacakan perbaikan permohonan yang diserahkan kepada Mahkamah pada 14 Oktober 2019 sesuai hukum acara.

Namun, kuasa hukum pemohon tetap meminta untuk dilakukan perbaikan kembali atas kekeliruan pencantuman nomor undang-undang tersebut. Bahkan ingin menunjukkan jadwal sidang kepada majelis hakim yang disebutnya dipercepat 10 hari.

Menanggapi hal itu, hakim Enny Nurbaningsih mengingatkan pemohon telah diberi waktu selama 14 hari sejak sidang pendahuluan pertama untuk melakukan perbaikan sesuai hukum acara.

"Silakan pemohon menyampaikan apa yang sudah dilakukan perbaikan, kami nanti akan menilainya," kata hakim Enny Nurbaningsih.

Ratusan pemohon itu meminta majelis hakim memprioritaskan gugatannya karena pimpinan KPK yang baru akan segera dilantik serta meminta agar Mahkamah memerintahkan DPR dan presiden menunda sementara pelantikan pimpinan KPK.

Selain itu, pemohon yang awalnya hanya 18 orang itu menilai pembentukan UU 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU 30 Tahun 2002 tentang KPK tidak memenuhi kententuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD NRI 1945.

Pasal 12b, Pasal 12c, Pasal 21 ayat 1 huruf a bab 5 a, Pasal 40 ayat 2, Pasal 47, Pasal 69a, Pasal 69d UU Nomor 19 Tahun 2019 disebut pemohon bertentangan dengan UUD NRI 1945.

"Yang Mulia, saya merasa perlu mempertegas hal ini, perbaikan ini, saya mengatakan dengan tegas perihal adalah pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU Nomor 30 2002 tentang KPK dan UU Nomor 30 Tahun 2002 terhadap UUD 1945," ucap Zico Simanjuntak pada akhir sidang.