Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad, berpendapat, dalam membangun sebuah bangsa dan negara yang demokratis sehat dan sejahtera mengembangkan ekonomi pasar sebuah keharusan, namun tidak boleh diberikan kebebasan seluas-luasnya. Demikian sambutan Fadel Muhammad pada peluncuran bukunya berjudul "Reinventing Local Government: Pengalaman Dari Daerah", di Jakarta, Jumat. Menurut Fadel, ekonomi pasar harus dikontrol karena kebebasan seluas-luasnya justru akan melahirkan kelompok yang kuat menjadi semakin kuat, dan menciptakan praktik monopoli. "Negara dibangun tidak cukup dengan demokrasi yang menjamin adanya hak-hak politik dan sipil belaka, karena tidak akan mempu melakukan kontrol terhadap ekonomi pasar. Tetapi negara juga harus dibangun secara demokratis dengan memberikan jaminan hak-hak ekonomi dan sosial masyarakat," kata Fadel. Fadel yang merupakan salah satu tokoh Partai Golkar ini menuturkan, bahwa peran (intervensi) negara harus dikurangi sekecil mungkin, sehingga dengan kebebasan pasar seluas-luasnya diharapkan terjadi keseimbangan (ekuilibrium). Namun keyataannya, ujar Fadel, berdasarkan pengalaman di negara-negara liberal sendiripun tidak akan melahirkan kesejahteraan yang relatif merata. "Yang terjadi adalah yang kaya menjadi lebih kaya, yang besar akan menekan yang kecil yang gilirannya melahirkan monopoli dan oligopoli sekelompok kecil masyarakat," katanya. Buku setebal 427 halaman yang diterbitkan Kompas Gramedia tersebut, merupakan rekaman pemikiran Fadel Muhammad dari seorang pengusaha yang kemudian terjun ke dunia pemerintahan. Ide penulisan buku dengan sampul depan bergambar Kantor Gubernur Gorontalo ini berawal dari disertasinya berjudul "Signifikasi Peran Kapasitas Manajemen Kewirausahaan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Provinsi Gorontalo" pada promosi gelar doktor Ilmu Administrasi Publik dari Universitas Gajah Mada. Menurut pria kelahiran Ternate tahun 1952 ini, delapan agenda "reinventing local goverment" yang perlu dilakoni agar kinerja pemerintah daerah menjadi lebih baik, yaitu leadership, budaya, insentif, kapasitas, perspektif konsumen atau rakyat yang dilayani, kolaborasi, eksprimen lokal, dan investasi. Terbukti dalam tiga tahuh memimpin Gorontalo (2001-2004), pertumbuhan ekonomi wilayah itu mencapai 7-8 persen di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Penduduk miskin turun dari 72 persen pada 2001 menjadi sekitar 33 persen pada 2004. Kasus peningkatan kinerja pemerintah daerah Provinsi Gorontalo yang merupakan provinsi hasil pemekaran cukup menarik untuk dikaji. Dalam kurun waktu kurang dari empat tahun terjadi kemajuan yang cukup signifikan terutama yang berhubungan dengan indeks pembangunan manusia (HDI). Rektor UGM Sudjarwadi berpendapat buku tersebut sangat bermanfaat bagi para pemangku jabatan di provinsi, kabupaten, daerah, dan pedesaan serta memberi semacam "blue print" yang dapat disesuaikan dengan program kerja pemimpin daerah. Mantan Ketua Umum HIPMI, Sandiaga Uno, menuturkan, ide sepak terjang, kiprah maupun program pembangunan yang dijalankan Fadel tidak lepas dari dukungan jiwa kewirausahaan yang melekat dalam dirinya membawa Gorontalo tumbuh menjadi satu perdagangan sekaligus lumbung pangan. Buku yang kata pengantarnya disampaikan Ketua Dewan Pewakilan Daerah (DPD) Ginandjar Kartasasmita ini, selain memberikan pemahaman dari perspektif teoritis dan akademik memaparkan pengalaman Pemerintah Provinsi Gorontalo mengelola variable budaya organisasi, faktor lingkungan makro, faktor endowment daerah, dan kapasitas manajemen untuk membangun kinerja pemerintah daerah.(*)