Jambi (ANTARA News) - Ketua Umum PWI Pusat Tarman Azzam menegaskan, kemerdekaan pers di Indonesia tidak akan merugikan siapapun termasuk pemerintah. "Kemerdekaan pers di Indonesia malah mendorong pemerintah untuk berbuat yang terbaik," kata Tarman dalam Diskusi Panel wartawan Jambi yang diselenggarakan PWI Cabang Jambi bekerjasama dengan EC Indonesia-Flegt Support Project di Jambi, Sabtu. Tema diskusi panel itu " Membangun Strategi Berbagi Data dan Informasi untuk publikasi dalam rangka transparansi penatakelolaan bidang kehutanan". Tarman menambahkan, kemerdekaan pers Indonesia juga bukan mencari-cari kesalahan orang lain atau pemerintah, justru membantu pemerintah untuk mendapatkan informasi yang disampaikan pers ke publik. Misalnya ketika pers membongkar sebuah kasus yang merugikan publik dan negara, menjadi masukan berarti bagi pemerintag atau aparat penegak hukum. "Amerika Serikat memberikan kebebasan pers di negaranya sejak tahun 1700-an. Itu luar biasa dan harus dibayar mahal. Negara tersebut tidak pernah membelenggu kebebasan pers," ungkapnya. Dijelaskannya, kebebasan pers di Indonesia tidak perlu ditakuti dan jangan pula disalahartikan, sehingga menjadi pengganjal pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan. Di sisi lain, ia mengutarakan, pers/media massa tidak akan bisa dihentikan siapapun, namun media itu akan mati perlahan-lahan jika sudah ditinggalkan pembacanya, dan berhadapan dengan hukum. Berkaitan dengan itu, DPR dan Pemerintah RI pada tanggal 30 April 2008 juga telah mengesahkan lahirnya UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik (KIP) yang dinilai telah menempatkan Indonesia dalam sedikit negara yang menerapkan hak kebebasan informasi sebagai Hak Asasi Manusia (HAM). Hal itu juga didukung dengan lahirnya ketetapan MPR No XVII/MPR/1998 tentang HAM, UU No 40/1999 tentang pers, serta amandemen UUD 1945 pasal 28 dengan lahirnya ayat (1) tentang kebebasan informasi, termasuk pentingnya kebebasan pers, serta disahkannya UU No 32/2004 tentang penyiaran. Lahirnya undang-undang itu mengingatkan 10 tahun reformasi berjalan dengan tuntutan publik yang luar biasa untuk mewujudkan demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Artinya itu sebagai pertanggungjawaban kebijakan kepada publik. Pers wajib mengontrolnya.(*)