Revisi UU KPK, Fraksi Demokrat berikan catatan
17 September 2019 15:25 WIB
Menpan RB Syafruddin (tengah) menyalami pimpinan sidang saat Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Pemerintah dan DPR menyepakati pengesahan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dihadiri oleh 80 orang anggota DPR. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.
Jakarta (ANTARA) - Fraksi Partai Demokrat DPR RI memberikan catatan khusus terkait revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu jangan sampai revisi tersebut melemahkan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Fraksi Partai Demokrat mendukung revisi UU KPK dengan catatan tidak ada unsur yang melemahkan lembaga pemberantas korupsi itu," kata anggota Komisi III Erma Suryani Ranik di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan, FPD berpandangan peran dan tugas penegakan hukum oleh Kepolisian, Kejaksaan dan KPK harus berjalan terukur, transparan, tidak tebang pilih, tidak pandang bulu, profesional dan akuntabel.
Menurut dia, untuk mewujudkan karakter-karakter tersebut, dibutuhkan sinergi antarlembaga secara sinambung dan sepenuhnya berorientasi pada kepentingan rakyat.
"Bagi Demokrat penolakan secara tegas atas setiap upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam bentuk apa pun, merupakan sikap yang tak bisa ditawar," ujarnya.
Menurut Erma Ranik, KPK justru harus terus diperkuat dan dijaga independensinya, dan sikap itu sudah ditunjukkan Demokrat sejak KPK berdiri hingga kini, sebagai wujud dukungan dan komitmen pada pemberantasan korupsi yang merusak sendi-sendi bernegara.
Dia menjelaskan, selama 17 tahun keberadaan KPK, fraksinya telah mendengar berbagai aspirasi dari KPK, masyarakat, partai politik dan segenap elemen bangsa lainnya, yang intinya diperlukan adanya penyempurnaan dan penguatan.
"Perubahan apa pun terkait undang-undang KPK, harus merupakan upaya penyempurnaan dan penguatan, agar penegakan hukum dalam konteks pemberantasan korupsi lebih baik dan lebih baik lagi," tuturnya.
Menurut dia alasannya sangat jelas, hadirnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi khususnya di bidang pengelolaan keuangan negara merupakan bagian penting dan fundamental yang harus diwujudkan untuk menjamin terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Karena itu menurut dia, pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditangani secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional.
"Semangat pemberantasan korupsi itu harus bebas intervensi kekuasaan serta kepentingan-kepentingan lain. Di era-Presiden SBY, membuktikan kekuasaan eksekutif menjaga jarak yang sehat serta memberi ruang bagi penegakan hukum beserta dinamika yang melingkupinya," ujarnya.
Dia mencontohkan skandal "Cicak versus Buaya", terbukti selesai tanpa campur tangan kekuasaan eksekutif dan di saat yang sama, Presiden SBY mampu mengendalikan situasi pemerintahan tetap kondusif.
"Fraksi Partai Demokrat mendukung revisi UU KPK dengan catatan tidak ada unsur yang melemahkan lembaga pemberantas korupsi itu," kata anggota Komisi III Erma Suryani Ranik di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan, FPD berpandangan peran dan tugas penegakan hukum oleh Kepolisian, Kejaksaan dan KPK harus berjalan terukur, transparan, tidak tebang pilih, tidak pandang bulu, profesional dan akuntabel.
Menurut dia, untuk mewujudkan karakter-karakter tersebut, dibutuhkan sinergi antarlembaga secara sinambung dan sepenuhnya berorientasi pada kepentingan rakyat.
"Bagi Demokrat penolakan secara tegas atas setiap upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam bentuk apa pun, merupakan sikap yang tak bisa ditawar," ujarnya.
Menurut Erma Ranik, KPK justru harus terus diperkuat dan dijaga independensinya, dan sikap itu sudah ditunjukkan Demokrat sejak KPK berdiri hingga kini, sebagai wujud dukungan dan komitmen pada pemberantasan korupsi yang merusak sendi-sendi bernegara.
Dia menjelaskan, selama 17 tahun keberadaan KPK, fraksinya telah mendengar berbagai aspirasi dari KPK, masyarakat, partai politik dan segenap elemen bangsa lainnya, yang intinya diperlukan adanya penyempurnaan dan penguatan.
"Perubahan apa pun terkait undang-undang KPK, harus merupakan upaya penyempurnaan dan penguatan, agar penegakan hukum dalam konteks pemberantasan korupsi lebih baik dan lebih baik lagi," tuturnya.
Menurut dia alasannya sangat jelas, hadirnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi khususnya di bidang pengelolaan keuangan negara merupakan bagian penting dan fundamental yang harus diwujudkan untuk menjamin terwujudnya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
Karena itu menurut dia, pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditangani secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat pembangunan nasional.
"Semangat pemberantasan korupsi itu harus bebas intervensi kekuasaan serta kepentingan-kepentingan lain. Di era-Presiden SBY, membuktikan kekuasaan eksekutif menjaga jarak yang sehat serta memberi ruang bagi penegakan hukum beserta dinamika yang melingkupinya," ujarnya.
Dia mencontohkan skandal "Cicak versus Buaya", terbukti selesai tanpa campur tangan kekuasaan eksekutif dan di saat yang sama, Presiden SBY mampu mengendalikan situasi pemerintahan tetap kondusif.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019
Tags: