Revisi UU KPK, Pengamat: dewan pengawas hambat KPK
7 September 2019 19:45 WIB
Pegawai KPK menggelar aksi unjuk rasa di kantor KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019). Dalam aksinya mereka menolak revisi UU KPK dan menolak calon pimpinan KPK yang diduga bermasalah. ANTARA/Desca Lidya Natalia/pri
Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Udayana, Jimmy Usfunan, menilai revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) terkait pembentukan dewan pengawas dan ijin penyadapan dapat memicu konflik kepentingan.
"Keinginan-keinginan itu seperti memicu konflik kepentingan. Karena selama ini ada pihak yang ketakutan dengan independensi KPK yang bisa melakukan pemberantasan korupsi," kata Jimmy ketika dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu.
Menurut Jimmy, KPK dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, bila memiliki independensi dalam hal menjalankan apa yang menjadi kewenangannya.
Baca juga: Revisi UU KPK, Pengamat: Jokowi bisa tolak pembahasan
Namun dengan adanya dewan pengawas eksternal justru akan menghambat tugas dan fungsi KPK, ujar Jimmy.
"Apalagi ke depan ada keinginan, bahwa setiap penyadapan harus ada ijin dari dewan pengawas, ini akan menjadi persoalan," kata Jimmy.
Jimmy menjelaskan bisa saja pihak yang akan ditangkap oleh KPK, ternyata memiliki relasi dengan dewan pengawas.
Baca juga: RUU KPK, Pengamat: kewenangan KPK teramputasi
Menurut Jimmy, kondisi tersebut dapat menjadi kendala untuk mendapatkan ijin penyadapan, dan otomatis akan menghambat upaya tangkap tangan yang akan dilakukan oleh KPK.
Oleh sebab itu Jimmy menilai rencana pembentukan dewan pengawas serta ijin untuk penyadapan tidak hanya dapat memicu konflik kepentingan, namun juga seperti upaya pelemahan pola atau sistem yang menunjang kinerja KPK.
"Kalau kita lihat persoalan pemilihan calon pimpinan KPK saja sudah bermasalah, apalagi nanti soal dewan pengawas, bisa saja menimbulkan kepentingan-kepentingan yang dimasukkan dalam perekrutannya," kata Jimmy.
Dalam rencana revisi UU KPK, ada keinginan pembentuk UU untuk membentuk dewan pengawas eksternal, yang seleksinya akan dilakukan oleh Presiden bersama dengan DPR. Padahal selama ini sudah ada dewan pengawas internal KPK.
"Keinginan-keinginan itu seperti memicu konflik kepentingan. Karena selama ini ada pihak yang ketakutan dengan independensi KPK yang bisa melakukan pemberantasan korupsi," kata Jimmy ketika dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu.
Menurut Jimmy, KPK dapat menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, bila memiliki independensi dalam hal menjalankan apa yang menjadi kewenangannya.
Baca juga: Revisi UU KPK, Pengamat: Jokowi bisa tolak pembahasan
Namun dengan adanya dewan pengawas eksternal justru akan menghambat tugas dan fungsi KPK, ujar Jimmy.
"Apalagi ke depan ada keinginan, bahwa setiap penyadapan harus ada ijin dari dewan pengawas, ini akan menjadi persoalan," kata Jimmy.
Jimmy menjelaskan bisa saja pihak yang akan ditangkap oleh KPK, ternyata memiliki relasi dengan dewan pengawas.
Baca juga: RUU KPK, Pengamat: kewenangan KPK teramputasi
Menurut Jimmy, kondisi tersebut dapat menjadi kendala untuk mendapatkan ijin penyadapan, dan otomatis akan menghambat upaya tangkap tangan yang akan dilakukan oleh KPK.
Oleh sebab itu Jimmy menilai rencana pembentukan dewan pengawas serta ijin untuk penyadapan tidak hanya dapat memicu konflik kepentingan, namun juga seperti upaya pelemahan pola atau sistem yang menunjang kinerja KPK.
"Kalau kita lihat persoalan pemilihan calon pimpinan KPK saja sudah bermasalah, apalagi nanti soal dewan pengawas, bisa saja menimbulkan kepentingan-kepentingan yang dimasukkan dalam perekrutannya," kata Jimmy.
Dalam rencana revisi UU KPK, ada keinginan pembentuk UU untuk membentuk dewan pengawas eksternal, yang seleksinya akan dilakukan oleh Presiden bersama dengan DPR. Padahal selama ini sudah ada dewan pengawas internal KPK.
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019
Tags: