Jakarta (ANTARA) - Masyarakat diimbau untuk mewaspadai penggunaan penyuara telinga atau “earphone” agar tidak berlebihan dalam volume suara dan lamanya penggunaan karena bisa menyebabkan ketulian hingga taraf sedang.

“Akibatnya, pendengaran perlahan menurun, bisa sampai 60 desibel,” kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan-Bedah Kepala Leher dr Soekirman Soekin Sp.THT-KL usai temu media Hari Pendengaran Sedunia di Kementerian Kesehatan Jakarta, Jumat.

Soekirman menyebutkan orang dengan pendengaran 40-60 desibel dikategorikan tuli sedang. Contohnya, jika seseorang yang dipanggil dari belakang namun dia tidak mendengar sama sekali.

Pendengaran manusia dengan telinga yang sehat dapat mendengar tanpa ada batas waktu mulai dari 0 hingga 25 desibel.

Penggunaan penyuara telinga yang terlalu sering dan terlalu keras akan menyebabkan kerusakan pada sel-sel bagian rumah siput di dalam telinga.

Kerusakan sel tersebut akan menyebabkan fungsi pendengaran menurun secara perlahan hingga menyebabkan ketulian sedang.

Wakil Ketua Komnas Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT) dr Hably Warganegara Sp.THT-KL menjelaskan aturan penggunaan penyuara telinga ialah pada batas maksimal 60 persen dengan waktu paling lama satu jam.

Batas 60 persen ialah tingkat paling maksimal suara yang direkomendasikan untuk didengarkan menggunakan penyuara telinga.

“Kalau di smartphone yang sudah canggih biasanya diingetin kalau sudah mau terlalu keras, itu batas 60 persen,” kata Hably.

Dia mengungkapkan suatu kasus seseorang yang naik pesawat dari Amerika Serikat ke Indonesia dengan penyuara telinga yang terus digunakan sepanjang perjalanan. Akibatnya, fungsi pendengaran penumpang tersebut terus menurun hingga 80 desibel atau tuli berat.

Contoh suara dengan kekuatan 80 desibel ialah suara grand piano atau dering telepon kabel.*


Baca juga: BNPB: Kaum difable kelompok rentan penanggulangan bencana

Baca juga: Ray Sahetapy dukung anaknya jadi aktivis tuli

 

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019