Jakarta (ANTARA) - Ketua DPD LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta PT Perusahaan Listrik Negara agar memberikan keringan pembayaran listrik untuk masyarakat miskin di Indonesia.

"Kami meminta kebijakan PLN untuk memberi keringanan sanksi untuk masyarakat kelas bawah ini, seperti tunggakan karena ekonomi mereka juga belum pulih,” kata LaNyalla dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Sebelumnya diberitakan bahwa pemerintah memutuskan menghentikan stimulus diskon listrik selama masa pandemi COVID-19 pada Juli mendatang.

Kebijakan mengentikan diskon listrik berkaca dari kondisi perekonomian masyarakat yang mulai pulih di banyak daerah.

Baca juga: Pemerintah lanjutkan stimulus keringanan tagihan listrik

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun mengalami kontraksi, pertumbuhan ekonomi triwulan I 2021 tercatat minus 0,74 persen secara tahunan (yoy) membaik dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2020 sebesar minus 2,19 persen.

Dengan melihat tren pertumbuhan ekonomi sejak akhir tahun lalu hingga tiga bulan pertama 2021, pemerintah lantas menetapkan untuk menghentikan stimulus listrik.

Pada kuartal I 2021, stimulus diskon tarif listrik diberikan sebesar 100 persen untuk pelanggan 450 VA dan 50 persen untuk pelanggan 900 VA subsidi.

Besaran diskon kemudian dipangkas pada kuartal II 2021 sehingga bagi pelanggan 450 VA menjadi sebesar 50 persen dan pelanggan 900 VA menjadi 25 persen.

LaNyalla menilai penghentian stimulus diskon listrik akan semakin memberatkan masyarakat kecil. Namun di sisi lain, dia menyadari beban pemerintah juga semakin tinggi.

Lebih lanjut senator asal Jawa Timur itu meminta PLN memberi keringanan kepada para pelaku usaha yang kesulitan membayar tagihan listrik akibat imbas pandemi COVID-19.

Baca juga: Pemerintah pastikan stimulus keringanan listrik terus berlanjut

“Jika memang ada tunggakan jangan langsung diputus. PLN perlu membantu mencari solusi, misalnya tunggakan bisa dicicil melalui kesepakatan kedua belah pihak,” kata LaNyalla.

Mantan Ketua Umum PSSI itu mengatakan bahwa kondisi pandemi tidak bisa disamakan dengan keadaan biasa sehingga diperlukan kebijakan turunan.

Menurutnya, tunggakan-tunggakan listrik patut diduga terjadi karena pelanggan sedang mengalami masalah perekonomian.

“Atau bisa jadi karena mereka adalah masyarakat miskin atau pelaku usaha yang sedang kesulitan sehingga PLN perlu memiliki opsi lain agar masyarakat miskin terbantu mengatasi permasalahannya,” kata LaNyalla.

Masyarakat berpenghasilan rendah akan semakin sulit apabila PLN melakukan pemutusan listrik karena mereka harus dikenakan biaya lagi untuk pemasangan listrik baru.

Berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017, pelanggan yang menunggak pembayaran selama 30 hari, akan mengalami pemutusan aliran listrik secara sementara.

Jika dalam 60 hari tidak dibayar, maka PLN berhak melakukan pembongkaran instalasi sambungan listrik.

“Hal tersebut akan sangat memberatkan terutama bagi warga yang pendapatannya mengandalkan pemasukan harian. Saya berharap PLN menerapkan kebijakan humanis apabila menemukan persoalan seperti ini,” kata LaNyalla.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021