bank mana lagi di negeri ini yang memikirkan nasib umkm dan rakyat banyak
Jakarta (ANTARA) - Bank Syariah Indonesia (BSI) yang lahir di penghujung 2020 langsung menyita perhatian pemberitaan lantaran memicu keinginan salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, untuk menarik dananya dari tiga bank hasil merger pondasi BSI.

Meski begitu, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan pihaknya tidak terburu-buru dan masih mengkaji kemungkinan tersebut. Ia kerap mengingatkan bank konvensional dan bank syariah dewasa ini masih mengutamakan pendanaan untuk usaha besar alih-alih usaha menengah dan kecil.

Buya Anwar berharap BSI dalam operasionalnya nanti tidak mengulangi langkah bank konvensional dan syariah sebelumnya yang belum mengutamakan pendanaan bagi UMKM. Adapun BSI merupakan hasil merger atau penggabungan usaha perbankan plat merah dari Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah.

"Misi utamanya bukan hanya sekadar untuk mencari keuntungan finansial atau profit. Tetapi adalah untuk bagaimana bisa menciptakan sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran atau prosperity bagi rakyat," kata dia.

"Sebab kalau bank-bank negara juga berlaku sama dengan bank-bank swasta, di mana mereka lebih banyak mengucurkan kredit dan pembiayaannya kepada usaha-usaha besar, lalu timbul pertanyaan bank mana lagi di negeri ini yang akan memikirkan nasib UMKM dan rakyat banyak," katanya mengingatkan.

Anwar yang juga wakil ketua umum Majelis Ulama Indonesia mengatakan UMKM merupakan unit penopang ekonomi masyarakat banyak. Sementara korporasi besar hanya ada segelintir jika dibandingkan dengan warga Indonesia. Sejatinya, jika perbankan konvensional dan syariah mampu memicu UMKM bertumbuh maka tentu sudah membantu mengangkat ekonomi masyarakat, termasuk umat Islam.

Buya Anwar berkata dengan perbankan berpihak kepada masyarakat maka cita-cita sila tentang keadilan sosial yang merata dan terciptanya kemakmuran bagi sebesar-besarnya hajat hidup rakyat bisa terlaksana. Pembiayaan perbankan yang merata terutama bagi UMKM maka akan memicu perwujudan UUD 1945 dan Pancasila tentang keadilan sosial dan kemakmuran bersama, bukan untuk segelintir kepala saja.

"Untuk apa kita punya bank syariah yang besar dan berkelas dunia yang dipuji-puji dan disanjung-sanjung, kalau akibat dari penggabungan atau merger tersebut yang untung hanya usaha-usaha besar," kata dia.

Usaha besar, kata dia, jumlahnya hanya 0,01 persen dari ekosistem dunia usaha nasional atau 5.550 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja 3,5 juta. Sementara UMKM berjumlah di atas 90 persen atau 64,2 juta unit usaha dan jumlah tenaga kerja 117 juta.

"Kalau bank-bank negara juga berlaku sama dengan bank-bank swasta di mana mereka lebih banyak mengucurkan kredit dan pembiayaannya kepada usaha-usaha besar lalu timbul pertanyaan, bank mana lagi di negeri ini yang akan memikirkan nasib umkm dan rakyat banyak ?," katanya.

Sementara itu, ormas Nahdlatul Ulama meski tidak menyinggung soal BSI tetapi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan berpandangan tentang pentingnya pemerataan ekonomi dengan kebijakan yang berpihak kepada rakyat banyak.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj pada kesempatan Refleksi Tahun 2020 mengatakan pembangunan ekonomi hingga saat ini belum dijalankan untuk memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.

"Watak pembangunan ekonomi masih eksklusif dan cenderung tidak ada moderasi dalam bidang ekonomi," kata Said.

Ia mengatakan sektor ekonomi dalam skala nasional masih hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang dalam jumlah yang sangat sedikit.

Said mengutip data survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2019 yang menunjukkan satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. Terdapat konglomerat di Indonesia yang menguasai 5,5 juta hektar tanah.

"Bahkan, merujuk data yang dirilis Oxfam, kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 100 juta orang miskin," kata dia.

Merujuk berita resmi statistik Juli 2020, kata dia, tingkat gini ratio Indonesia berada pada angka 0,381 yang meningkat dibanding September 2019 (0,380). Angka gini ratio tersebut meningkat yang artinya jurang kesenjangan sosial semakin tinggi.

Atas hal tersebut, Said mengatakan PBNU mendorong agar akses keadilan terus ditingkatkan, terlebih akses keadilan ekonomi bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan. Negara melalui peran konstitusionalnya harus selalu hadir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


Baca juga: Anggota DPR: Bank Syariah Indonesia harus mampu jawab persoalan

Baca juga: BI: Merger bank syariah perkuat daya saing keuangan syariah RI

Baca juga: Bank Syariah Indonesia dinilai sejalan pembentukan ekosistem halal


UMKM Menunggu

Menanggapi banyaknya tuntutan kehadiran Bank Syariah Indonesia agar berpihak kepada usaha kecil, Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan bank yang akan merger efektif pada 1 Februari 2021 itu memiliki program bertahap untuk UMKM.

"Bank Syariah Indonesia dan Muhammadiyah punya kesepahaman sama mengenai pentingnya peran UMKM untuk menciptakan kondisi perekonomian yang lebih baik dan adil di Indonesia. Kami akan mengembangkan dan melakukan pemberdayaan UMKM bersama-sama ke depannya,” ujar Hery dalam siaran persnya baru-baru ini.

BSI, kata dia, akan menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang terjangkau dan mudah untuk UMKM. BSI juga akan menghadirkan berbagai produk dan layanan keuangan syariah yang sesuai dengan kebutuhan UMKM.

Dengan begitu, kata dia, UMKM bisa lebih berkembang dan meningkat kesejahteraannya. Bank Syariah Indonesia menargetkan menyalurkan pembiayaan untuk UMKM minimal 23 persen dari total portofolio pada Desember 2021.

Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengatakan pihaknya tetap akan mengkaji berbagai hal dampak dari kebijakan BSI. Dengan kata lain, Muhammadiyah akan mengawal berbagai perkembangan bank syariah plat merah yang akan menjadi terbesar di Indonesia itu.

Menurut Anwar, masih ada waktu hingga Bank Syariah Indonesia resmi beroperasi pada Februari 2021 untuk keputusan Muhammadiyah ikut serta menyimpan atau menarik dana organisasi dan berbagai unit amal usahanya di tiga bank merger sebelum BSI.

Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan Muhammadiyah meminta BSI memiliki kebijakan imperatif yang lebih besar kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Posisi Muhammadiyah sendiri tidak bisa dikesampingkan begitu saja sebagai pemangku kepentingan di BSI. Sebagai nasabah, Muhammadiyah memiliki berbagai amal usaha seperti pembiayaan, zakat, lembaga ekonomi, majelis kesehatan, lembaga pendidikan dan lain-lain.

Basis operasi amal usaha Muhammadiyah banyak terkonsentrasi di perkotaan dan memiliki manajemen yang baik. Sejumlah unsur akar rumput bahkan mengusulkan Muhammadiyah agar memiliki bank syariah sendiri. Tentu wacana tersebut bisa saja terealisasi meski begitu keputusan organisasi secara makro tetap ada di pucuk pimpinan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Secara makro, BSI sebagai "anak bungsu" yang baru saja lahir memang memerlukan waktu untuk bertumbuh, terutama memberi manfaat bagi UMKM di Indonesia secara luas. Sepak terjang BSI sangat ditunggu-tunggu oleh umat Islam dan masyarakat umum sehingga bisa menciptakan keadilan sosial yang merata dan mensejahterakan masyarakat umum.

Baca juga: Muhammadiyah dorong Bank Syariah Indonesia memihak usaha kecil

Baca juga: Merger bank syariah BUMN berpotensi beri efek berganda

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020