Jika ekonomi berbalik kita akan mengalami kesulitan memenuhi permintaan
New York (ANTARA) - Harga minyak global lebih tinggi pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), dan berada di jalur kenaikan bulanan, diuntungkan berita pengurangan produksi minyak AS pada Mei menjadi terbesar dalam catatan.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September naik 37 sen atau 0,9 persen menjadi ditutup pada 43,31 dolar AS per barel pada hari berakhirnya kontrak. Kontrak berjangka Oktober bertambah 27 sen menjadi 43,52 dolar AS per barel.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik 35 sen menjadi atau 0,9 persen menjadi 40,27 dolar AS per barel, setelah jatuh 3,3 persen pada sesi sebelumnya, juga dari posisi terendah yang tidak terlihat sejak 10 Juli.

Baca juga: Minyak jatuh terseret data ekonomi AS lemah dan ketidakpastian politik

Minyak mentah Brent membukukan kenaikan bulan keempat dan minyak mentah AS membukukan kenaikan bulan ketiga, ketika keduanya naik dari kedalaman yang terjadi pada April, ketika sebagian besar dunia dikunci karena pandemi virus corona.

Produksi minyak mentah AS anjlok pada Mei, jatuh pada rekor dua juta barel per hari menjadi 10 juta barel per hari, Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam laporan bulanan pada Jumat (31/7/2020).

"Setelah hari yang buruk untuk perusahaan-perusahaan minyak besar dengan pendapatan yang mengerikan, kami mulai melihat dampaknya dalam barel," kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures di Chicago.

"Ini menunjukkan bahwa kita akan melihat pasar yang lebih ketat di waktu mendatang, dan jika ekonomi berbalik kita akan mengalami kesulitan memenuhi permintaan."

Dolar memperpanjang penurunan dramatis pada Jumat (31/7/2020) dan berada di jalur untuk penurunan bulanan terbesar dalam satu dekade setelah berita pada Kamis (30/7/2020) bahwa produk domestik bruto AS runtuh pada tingkat tahunan 32,9 persen -- penurunan paling tajam dalam PDB sejak catatan dimulai pada 1947.

Investor biasanya menggunakan komoditas dalam denominasi dolar sebagai safe havens ketika mata uang melemah.

"Stimulus global dan dolar yang lemah akan terus mendukung harga minyak, karena secara historis minyak dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi," kata Keshav Lohiya, kepala eksekutif konsultan Oilytics.

Secara global, prospek ekonomi telah meredup lagi, dengan meningkatnya infeksi virus corona meningkatkan risiko penguncian baru dan mengancam setiap rebound, menurut jajak pendapat Reuters dari lebih dari 500 ekonom.

Marjin penyulingan yang lebih lemah di seluruh dunia, permintaan minyak China yang lebih rendah dan persediaan minyak mentah yang tinggi membuat tekanan lebih lanjut pada harga minyak, kata Lohiya.

Bjornar Tonhaugen, kepala pasar minyak di Rystad Energy yang berbasis di Oslo, mengatakan para pedagang minggu depan akan memantau dengan seksama peningkatan produksi minyak oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya.

Kelompok itu, yang dikenal sebagai OPEC+, secara kolektif berencana untuk meningkatkan produksi mulai Sabtu (1/8/2020), menambahkan sekitar 1,5 juta barel per hari ke pasokan global, setelah memangkas produksi karena pandemi.

Baca juga: Harga emas "rebound" 19,1 dolar AS, investor kembali memburu aset aman

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020