Padang (ANTARA News) - Pakar hukum internasional dari Universitas Andalas (Unand) Padang Firman Hasan meminta Departemen Luar Negeri (Deplu) menjawab tegas kasus pelecehan lagu Indonesia Raya oleh pihak tertentu di Malaysia.

"Deplu dengan para juru bicaranya, jangan mereduksi berbagai pelecehan yang dilakukan Malaysia. Deplu harus berani mengatakan kepada pemerintah Malaysia bahwa harga diri bangsa Indonesia telah diganggu," tegas Firman di Padang, Sabtu.

Firman geram dengan perilaku Malaysia yang telah banyak melakukan pelecahan terhadap martabat bangsa Indonesia, namun direspons Deplu dengan pernyataan-pernyataan yang terkesan mereduksi masalah.

"Berbagai pernyataan pihak deplu menunjukkan seolah-olah mereka juru bicara lembaganya sendiri, sementara harga diri bangsa menjadi persoalan kedua," katanya.

Firman mengatakan, terjadinya berbagai pelecehan dan klaim budaya Indonesia yang dilakukan Malaysia, memperlihatkan bahwa Malaysia merasa dirinya sebagai negara yang maju, sementara Indonesia didistigmakan bertipe perampok dan pengirim tenaga kerja informal.

"Harus diakui negara kita sedang payah. Karena itu, kita harus tetap menegakkan kepala," katanya.

Firman mengkhawatirkan, ketika hanya masyarakat ramai memprotes, pemerintah dan Deplu malah menyampaikan respons yang tidak jelas.

"Jangan salahkan masyarakat bertindak sendiri. Semestinya, Deplu memiliki awarness (kepekaan) terhadap pelecehan yang dialami bangsa saat ini," katanya mengingatkan.

Firman meminta pemerintah Indonesia harus mengingatkan pemerintah Malaysia untuk mengatur rakyatnya.

"Katakan bahwa pemerintah Indonesia tidak suka dengan berbagai pelecehan tersebut," ujarnya.

Dalam suatu forum di salah satu situs di internet yaitu Topix Forum World Malaysia, pada komentar tertanggal 28 Juli 2009 terdapat lirik lagu Indonesia Raya yang diplesetkan dengan syair yang berubah total dengan memasukan kata-kata tidak pantas.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia telah meminta agar situs itu dicabut dan mengimbau publik tidak terpancing provokasi. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009