Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus melakukan tes cepat (rapid test) COVID-19 dengan serum sebagai deteksi dini dan memprioritaskan orang-orang berisiko tinggi tertular virus corona.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Widyastuti, Rabu, mengatakan, "rapid test" yang diterapkan di DKI Jakarta adalah dengan menggunakan serum, yakni cairan di atas bekuan darah yang bertindak sebagai antibodi atau sistem pertahanan tubuh.

COVID-19 menyerang sistem pertahanan tubuh sehingga dengan menggunakan serum saat "rapid test" kemungkinan hasil positif akan lebih tinggi.

Proses yang dierapkan dalam "rapid test" adalah pengambilan sampel darah dari lipatan siku. Sampel farah tersebut diputar di dalam tabung centrifuge selama 15 menit sehingga menghasilkan serum.

"Kemungkinan positif terhadap penyakit pun lebih tinggi daripada darah yang diteteskan langsung," kata Widyastuti dalam keterangannya.

Baca juga: 84 tenaga kesehatan di DKI terinfeksi COVID-19
Pemeriksaan test kesehatan cepat (Rapid Test) untuk menguji sampel paparan Virus Corona (COVID-19). ANTARA/HO Humas Pemprov DKI Jakarta/am.

Dalam ​​​​​​"rapid test" COVID-19 yang diterapkan di Jakarta, cara penggunaan alatnya pun berbeda-beda tergantung pada mereknya. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta memiliki "rapid test" yang penggunaannya memakai sampel darah dari lipat siku (whole blood) atau serum.

Hingga Selasa (31/3), tercatat sebanyak 18.077 orang telah menjalani "rapid test", dengan persentase positif COVID-19 sebesar 1,7 persen. Sebanyak 299 orang dinyatakan positif COVID-19 dan 17.778 orang dinyatakan negatif.

Sasaran dan prioritas "rapid test", yaitu orang-orang yang berisiko tinggi menularkan ataupun tertular COVID-19, seperti tenaga medis dan orang-orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Selanjutnya orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus pasien konfirmasi atau probabel COVID 19 dan Orang Dalam Pemantauan (ODP), yakni seseorang yang mengalami demam lebih besar dari 38 derajat Celcius atau riwayat demam, gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk serta memiliki riwayat tinggal di luar negeri dan melakukan perjalanan di area terdampak COVID-19.

Baca juga: Pemerintah akan lebih agresif temukan kasus baru COVID-19
Poster informasi mengenai virus corona (COVID-19) terpasang di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Senin (30/3/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Terdapat dua prosedur pelaksanaan "rapid test", yaitu aktif oleh Puskesmas kepada orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi COVID-19 dan pasif oleh Puskesmas kepada pasien yang datang berobat ke Puskesmas.

Namun kriteria pasien untuk dapat "rapid test" ditentukan petugas sehingga perlu digarisbawahi bahwa tidak semua orang dapat melakukan "rapid test".

Apabila hasil tes tersebut positif, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan pengambilan swab, isolasi mandiri atau dirujuk ke shelter (sesuai kriteria) selama menunggu hasil PCR. Bila kondisi memburuk sebelum hasil PCR diperoleh, maka pasien akan dirujuk ke RS.

Sedangkan, jika hasilnya negatif, pasien diinformasikan untuk:
a. Isolasi mandiri 14 hari. Bila kondisi memburuk, dirujuk ke RS dan dilakukan pemeriksaan PCR.
b. Memeriksa ulang rapid test (satu kali) pada hari ke 7-10 setelah tes awal.

Pemprov DKI Jakarta pun akan tetap memprioritaskan peningkatan kapasitas laboratorium untuk PCR, yaitu metode tes yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnostik apakah seseorang terpapar COVID-19 atau tidak.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah mendistribusikan sekitar 164.000 alat "rapid test" COVID-19 ke lebih dari 100 fasilitas kesehatan dan rumah sakit di seluruh DKI Jakarta. Alat ini diberikan oleh Gugus Tugas Nasional COVID-19 ke Balai Kota Jakarta pada 23 Maret 2020.
Baca juga: 5.000 petugas kesehatan dikerahkan untuk putus rantai wabah COVID-19

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2020