Jakarta (ANTARA) - Selama beberapa waktu terakhir, dunia terus dihebohkan dan disibukkan dengan penanganan wabah penyakit yang disebabkan virus corona jenis baru atau yang lebih dikenal dengan sebutan COVID-19. Virus yang bermula ditemukan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, ini terus menghantui sejumlah negara tidak terkecuali Indonesia.

Sejak kasus pertama ditemukan di Indonesia dan diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta pada 2 Maret 2020, jumlah kasus terus bertambah. Dalam temuan awal dinyatakan dua orang di Tanah Air positif terpapar COVID-19.

Hingga Rabu (11/3), setidaknya tercatat 27 orang di Indonesia dinyatakan positif terjangkit virus corona, satu di antaranya meninggal dunia pada 11 Maret. Kondisi tersebut tentunya tidak menutup kemungkinan dapat terus meningkat dan menimbulkan korban jiwa lainnya.

Langkah pemerintah Indonesia sebenarnya sudah cukup baik dalam menanggapi kejadian ini. Mulai dari penjemputan Warga Negara Indonesia (WNI) di Kota Wuhan hingga proses observasi selama 14 hari di Pulau Natuna, Kepulauan Riau.

Tidak hanya itu, pemerintah juga melakukan penanganan serupa terhadap WNI yang bekerja sebagai kru di kapal Diamond Princess dan World Dream yang diduga terjangkit virus mematikan tersebut. Para Anak Buah Kapal (ABK) diobservasi di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu.

Selain itu, saat ini Indonesia juga tengah mengebut percepatan pembenahan Pulau Galang yang terletak di gugusan Kepulauan Riau sebagai tempat observasi bilamana kondisi tidak diinginkan terjadi. Dengan kata lain, pemerintah menyiapkan "payung sebelum hujan".

Meskipun demikian, hingga kini tidak ada pernyataan resmi atau garansi dari pihak manapun termasuk pemerintah apakah kasus virus corona bisa dihentikan sebelum lebih banyak yang terjangkit atau korban jiwa bertambah. Yang pasti, fenomena gunung es terkait virus corona menjadi kekhawatiran terbesar semua orang saat ini.

Melihat kondisi tersebut, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikomandoi oleh Menteri Erick Thohir mengambil langkah sigap dengan mengunjungi Rumah Sakit Pertamina Jaya (RSPJ). Hal ini dilakukan dalam rangka meninjau pembangunan ruang fasilitas khusus bagi pasien yang membutuhkan penanganan lebih sebagaimana COVID-19.

"Saya rasa bukan hanya virus corona, ke depan juga bisa untuk penyakit lain. Fasilitas BUMN ini akan siap tiga minggu lagi, BUMN hadir ketika rakyat membutuhkan," kata dia.

Kunjungan di salah satu Rumah Sakit Pertamina grup Indonesia Healthcare Corporation (IHC) tersebut untuk meninjau kesiapan rumah sakit milik BUMN itu dalam upaya kesiapsiagaan menghadapi serangan virus corona.

Secara umum, Pertamina juga sudah melaksanakan sejumlah prosedur untuk menghadapi virus ini di antaranya pemeriksaan suhu tubuh di pintu masuk perkantoran, penyediaan masker dan pembersih tangan di beberapa titik publik serta edukasi yang ditayangkan dalam media komunikasi internal.

Baca juga: WHO nyatakan virus corona sebagai pandemi
Baca juga: Pasien positif COVID-19 di Indonesia jadi 34, bertambah tujuh orang


Kesiapan RS Pelni

Sebagai salah satu rumah sakit pelat merah, RS Pelni menyatakan kesiapannya membantu pemerintah dan masyarakat umum dalam menangani wabah COVID-19. Pernyataan tersebut merupakan langkah antisipasi apabila virus asal China itu terus memakan korban di Tanah Air.

Sejak wabah virus corona mulai merebak terutama di Indonesia, RS Pelni mulai menyiapkan diri terkait antisipasi dan penanganan apabila virus corona tidak bisa dikendalikan lagi di negeri ini.

"Sejak wabah virus corona merebak, rumah sakit sudah menyiapkan beberapa hal terkait logistik apa saja yang diperlukan dalam menangani pasien," kata Direktur RS Pelni Jakarta dr Dewi Fankhuningdyah saat ditemui di ruang kerjanya.

Kesiapan tersebut termasuk sejumlah prosedur yang mesti dijalankan dalam pemeriksaan awal (screening) serta merawat pasien tersangka maupun diduga terinfeksi virus corona.

Meskipun demikian, dari sisi kesiapan teknologi, RS Pelni akan tetap berkoordinasi dengan pemerintah terkait prosedur-prosedur yang harus dimiliki dan dilakukan.

Pada umumnya, rumah sakit yang telah terakreditasi pasti sudah siap menghadapi wabah atau keadaan penyakit emerging. Dengan kata lain, hal itu telah menjadi standar akreditasi rumah sakit dan memang harus mampu menghadapi situasi demikian.

Walaupun hingga saat ini RS Pelni belum ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai salah satu rumah sakit rujukan untuk menangani wabah virus corona, namun rumah sakit yang diresmikan pada 21 April 1918 tersebut telah menyiapkan fasilitas kesehatan sebagai bentuk kesiapan.

Hal itu dibuktikan dengan telah tersedianya ruangan isolasi khusus untuk Pasien Dalam Pengawasan (PDP) kasus COVID-19. Selain itu, terdapat juga enam ruangan isolasi bagi pasien berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP).

Tidak hanya itu, jika kemungkinan terburuk terjadi yakni pasien positif terjangkit COVID-19 terus bertambah, maka RS Pelni siap menambah ruang isolasi hingga 24 unit dari enam ruangan awal Yang disiapkan.

"Enam ruangan itu disiapkan apabila memang betul-betul diperlukan," kata dia.

Ia mengatakan penambahan ruangan isolasi hanya akan dilakukan apabila terjadi peningkatan cukup signifikan terkait pasien terdampak virus corona.

Namun yang jelas, melihat situasi saat ini, setiap rumah sakit memiliki mekanisme tersendiri dalam membuat prioritas keadaan.

Apalagi, jika terjadi penambahan pasien secara signifikan maka rumah sakit harus siap dalam menyediakan tempat-tempat yang diperlukan.

Selain ruang isolasi, rumah sakit yang terletak di Petamburan, Jakarta Barat tersebut juga telah memiliki tenaga medis yang siap bekerja apabila terdapat pasien terjangkit COVID-19 dan dirawat di situ.

Sebelum wabah virus corona merebak, ruang isolasi milik RS Pelni sebenarnya sudah difungsikan untuk penanganan penyakit tertentu terutama penyakit yang menular melalui udara termasuk TBC.

Baca juga: Pemerintah cegah penyebaran COVID-19 melalui penelusuran kontak
Baca juga: Pemerintah jelaskan kesiapsiagaan sejumlah provinsi tangani COVID-19


Tahapan penanganan

RS Pelni saat ini telah memiliki tahapan penanganan pasien COVID-19 meskipun memang belum ada pasien yang ditangani di rumah sakit tersebut. Apabila ditemukan adanya orang yang dicurigai terjangkit virus corona berdasarkan hasil skrining petugas di pintu masuk, maka yang bersangkutan akan dibawa ke posko demam. Di tempat itu, pasien dianalisa lebih jauh apakah ia termasuk kepada pasien ODP atau PDP.

Setelah itu, petugas medis akan membawa pasien tersebut ke ruang isolasi khusus yang telah disiapkan di bagian belakang rumah sakit. Pemeriksaan kesehatan tidak terputus di posko demam saja. Di ruang isolasi, pasien yang dicurigai kembali diperiksa lebih dalam. Tindakan itu tentunya sesuai dengan standar atau tahapan yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Akan ada pemeriksaan darah dan rontgen dada. Jika data itu telah lengkap baru diserahkan ke posko utama COVID-19 untuk kemudian baru bisa disimpulkan pasien termasuk ODP atau PDP," ujarnya.

Jika hasil pemeriksaan menunjukkan pasien tersebut PDP, maka akan dilakukan pengambilan swab yang saat ini masih dilakukan oleh dinas. Namun, apabila kondisi pasien terus meningkat, tidak tertutup kemungkinan rumah sakitlah yang melakukan swab.

"Jadi saat ini kita menunggu apakah kita boleh merujuk atau tidak. Sebab tidak semua kasus diteruskan ke rumah sakit rujukan," katanya.

Tidak hanya siap dalam membantu menangani COVID-19, RS Pelni juga terlebih dahulu memberikan sosialisasi dan edukasi kepada sumber daya manusia rumah sakit dan para pengunjung. Hal itu penting dilakukan mengingat tidak sedikit masyarakat yang bisa saja keliru dalam menyikapi ancaman virus tersebut.

Edukasi yang diberikan kepada internal rumah sakit mulai dari cara menghadapi dan menangani virus, penanganan medis termasuk penyadartahuan kepada para pengunjung.

"Jadi kita sosialisasikan bagaimana penularannya, cara pencegahan dan sebagainya," ujar dia.

Sebagai bentuk langkah antisipasi penyebaran virus di rumah skait, RS Pelni terus memperketat pintu masuk para pengunjung dengan melakukan proses skrining. Tahapan tersebut merupakan deteksi dini dalam mewaspadai apabila ada masyarakat yang dicurigai terjangkit.

Pembatasan pintu masuk pengunjung dilakukan oleh manajemen rumah sakit dengan menyiapkan petugas khusus yang selalu siaga memeriksa suhu tubuh menggunakan alat khusus. Setiap pengunjung yang datang berobat maupun sekedar membezuk, maka terlebih dahulu harus melalui pemeriksaan.

Sejak pertama kali tahapan pemeriksaan suhu tubuh dilakukan, RS Pelni menyatakan belum ada satupun pengunjung atau pasien yang dicurigai terjangkit virus corona. Dengan kata lain, suhu tubuh mereka masih dalam ambang batas kewajaran atau di bawah 38 derajat celsius.

RS Pelni memiliki prosedur khusus apabila menemukan orang yang dicurigai suhu tubuhnya melebihi ambang batas. Orang tersebut akan dibawa ke ruangan khusus untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian, dilakukan analisa apakah orang tersebut laik atau tidak berkunjung ke rumah sakit.

Baca juga: Seorang pasien COVID-19 di Indonesia meninggal dunia
Baca juga: WNA pasien COVID-19 yang meninggal punya riwayat penyakit berat
Baca juga: Pasien COVID-19 kasus 25 meninggal dunia di Bali

 

Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2020