New York (ANTARA) - Harga minyak melonjak lebih dari delapan persen pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), rebound dari penurunan terbesar dalam hampir 30 tahun sehari sebelumnya, karena kemungkinan stimulus ekonomi mendorong pembelian dan produsen AS memangkas pengeluaran dalam langkah yang dapat memangkas produksi.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei naik 2,86 dolar AS atau 8,32 persen, menjadi ditutup pada 37,22 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April naik 3,23 dolar AS atau 10,38 persen, menjadi 34,36 dolar AS per barel.

Pada Senin (9/3), Presiden AS Donald Trump menjanjikan langkah besar untuk menyeimbangkan ekonomi AS terhadap dampak penyebaran wabah virus corona. Pemerintah Jepang mengatakan pihaknya juga berencana untuk menghabiskan lebih dari empat miliar dolar AS dalam paket langkah kedua untuk mengatasi virus.

Produsen serpih AS, termasuk Occidental Petroleum Corp, memperdalam pemotongan belanjanya yang dapat mengurangi produksi.

“Hampir ada tanggapan langsung dari produsen AS untuk memangkas pengeluaran yang kemungkinan akan mengakibatkan berkurangnya produksi minyak AS dalam beberapa bulan ke depan,” kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York. Ia mengatakan “Kecepatan respons itu membantu pelampung pasar setelah keruntuhan Senin."

Minyak anjlok sekitar 25 persen pada perdagangan Senin (9/3). Minyak rebound pada Selasa (10/3) bersama dengan ekuitas dan pasar keuangan lainnya.

"Harga minyak naik hari ini karena turun gila-gilaan kemarin, dan beberapa pemburu harga murah mendorong segalanya," kata Bjoernar Tonhaugen, kepala pasar minyak di konsultan energi Rystad. Ia mencatat "Ini akan turun lebih jauh dengan beberapa hari naik."

Kedua acuan harga minyak jatuh pada Senin (9/3) ke level terendah sejak Februari 2016, persentase satu hari terbesar penurunan mereka sejak 17 Januari 1991, pada awal Perang Teluk pertama.

Volume perdagangan di bulan depan untuk kedua kontrak jauh di bawah rekor tertinggi yang terlihat sehari sebelumnya, ketika volume melonjak setelah Arab Saudi, Rusia dan produsen minyak utama lainnya mengakhiri tiga tahun kerja sama untuk membatasi pasokan dan memulai perang harga untuk pangsa pasar.

Saudi, pengekspor minyak terbesar dunia, meningkatkan ketegangan dengan rencana untuk memasok 12,3 juta barel per hari (bph) pada April, jauh di atas tingkat produksi saat ini sebesar 9,7 juta barel per hari, menurut CEO Saudi Aramco Amin Nasser.

"Harga minyak telah berhasil mempertahankan beberapa kenaikan meskipun ada pengumuman dari Arab Saudi untuk membuka pintu curah pada April," kata Tonhaugen dari Rystad. Menurut dia, "Arab Saudi tidak menggertak dan pasar akan merasakannya bulan depan."

Dengan minyak menghapus lebih dari sepertiga nilainya minggu ini, anggota OPEC mengalami "pendarahan" dengan pendapatan yang hilang lebih dari 500 juta dolar AS per hari, menurut perhitungan Reuters.

Menteri perminyakan Rusia Alexander Novak mengatakan dia tidak mengesampingkan langkah-langkah bersama dengan OPEC untuk menstabilkan pasar. Ia menambahkan bahwa pertemuan OPEC+ berikutnya direncanakan untuk Mei-Juni.

Namun menteri energi Arab Saudi mengatakan kepada Reuters bahwa dia tidak melihat perlunya mengadakan pertemuan OPEC+ pada Mei-Juni jika tidak ada kesepakatan mengenai langkah-langkah untuk menangani dampak virus corona pada permintaan dan harga minyak.

"Saya gagal melihat kebijaksanaan untuk mengadakan pertemuan pada Mei-Juni yang hanya akan menunjukkan kegagalan kita dalam memperhatikan apa yang seharusnya kita lakukan dalam krisis seperti ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan," kata Pangeran Abdulaziz bin Salman.

"Perang harga dan pandemi bukanlah hal baru bagi pasar komoditas, tetapi keduanya terjadi secara bersamaan adalah sesuatu yang belum kita saksikan dalam karier kita," kata analis RBC dalam sebuah catatan.

Sentimen juga terangkat setelah Presiden China Xi Jinping yang melakukan kunjungan pertamanya ke Wuhan sejak wabah virus corona. Pemerintah setempat terpaksa mengisolasi kota berpenduduk 11 juta orang yang belum pernah terjadi sebelumnya, sebuah tanda bahwa upaya untuk mengendalikan virus bekerja.

Harga minyak mentah mendapat dukungan dari perkembangan tersebut, meskipun analis memperkirakan permintaan minyak global akan terus merosot selama wabah, yang telah menyebar di luar China dan mendorong Italia untuk menerapkan penguncian nasional.

Persediaan minyak mentah AS naik 6,4 juta barel pekan lalu menjadi 453 juta barel, data dari kelompok industri American Petroleum Institute (API) menunjukkan pada Selasa (10/3). Analis memperkirakan penambahan 2,3 juta barel. Data resmi pemerintah AS akan dirilis pada Rabu (11/3).

Baca juga: Minyak anjlok 25 persen, terpukul perang harga minyak Saudi-Rusia
Baca juga: Luhut: anjloknya harga minyak dunia harus dicermati
Baca juga: Harga minyak anjlok, setelah Rusia tolak pangkas produksi tajam OPEC

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020