Assalaamu'alaikum! Oleh karena situasi serius penyebaran virus corona di Wuhan dan demi melindungi anggota jemaah dari infeksi itu, maka masjid ini ditutup bagi umum mulai 24 Januari 2020 pukul 00.00 dari berbagai kegiatan keagamaan.
Jakarta (ANTARA) - Tidak seperti biasanya, pintu rumah diketuk dari luar agak keras dan bertalu-talu disertai suara berisik mengusik ketenangan suasana pagi.

Beberapa kali rumah didatangi polisi untuk mengecek penghuni secara berkala, namun mereka mengetuk pintu dengan sopan tanpa teriakan.

Demikian pula tukang cek meteran air atau pengantar barang kebutuhan atau makan siap saji, mereka mengetuk pintu biasa-biasa saja tidak perlu pakai otot.

Tidak seperti pagi itu yang agak kasar dan terkesan "grusa-grusu".

"Apakah kalian dari Wuhan? Apa ada di antara kalian yang baru bepergian dari Wuhan?" sergah petugas kepolisian perempuan begitu pintu rumah dibuka.

"Tidak ada," jawab Si Sulung.

Petugas itu pun bergegas ke rumah sebelah yang sama-sama di lantai III apartemen di kawasan Dongzhimen Nei Bei Xiao Jie. Volume suara petugas masih tidak turun juga, terdengar sampai di kamar mandi.

Jarak antara rumah yang saya tempati dengan kantor kepolisian hanya beberapa meter. Beberapa di antara anggota kepolisian ada yang sudah mengenal wajah saya dan keluarga karena setiap baru datang dari Indonesia atau negara mana pun di luar China, kami dan warga negara asing lainnya harus melapor.

Laporan itu sekaligus untuk mendapatkan selembar surat keterangan akomodasi dari kepolisian terdekat yang berisi alamat tempat tinggal seorang warga negara asing di China.

Petugas kepolisian di China bukan hanya mengurusi ketertiban dan keamanan umum atau mengatur arus lalu lintas jalan raya saja, melainkan juga berperan memberikan pelayanan di bidang kependudukan dan keimigrasian.

Kantor Kepolisian Beixin Qiao yang hanya beberapa meter dari apartemen yang saya tempati melayani berbagai kebutuhan masyarakat, mulai dari menerima laporan orang asing, mengeluarkan kartu tanda penduduk lokal, mengeluarkan akta nikah warga setempat, sampai menangani kasus-kasus kriminal harian. Suatu hari seorang suami-istri yang ketahuan mengutil di salah satu mal dekat apartemen langsung digelandang ke kantor polisi itu dengan menggunakan mobil tahanan.

Baca juga: Sejumlah warga Arab daftar relawan Wuhan, pria Uighur sumbang 11 kuda
Baca juga: Tim WHO menuju China saat korban tewas corona capai rekor harian


Polisi wanita yang datang ke rumah pada 24 Januari 2020 pagi itu tidak seperti biasanya. Wajahnya agak asing. Membawa catatan di tangannya, tapi tidak mengecek paspor seperti kala ada tamu yang menginap di rumah.

Mereka mendatangi satu-persatu rumah di apartemen tiga blok yang masing-masing berlantaikan 15 itu untuk memastikan bahwa tidak ada seorang pun warga Wuhan atau orang yang baru bepergian dari Ibu Kota Provinsi Hubei itu dalam waktu 14 hari terakhir.

Inspeksi dari pintu ke pintu dilakukan sehari setelah Kota Wuhan dinyatakan tertutup pada 23 Januari 2020 untuk mempersempit penularan virus corona yang sebenarnya sudah mewabah sejak Desember 2019.

"Kalau ada yang baru melakukan perjalanan dari Wuhan dalam 14 hari terakhir segera melapor," demikian pesan singkat dari Pemerintah Kota Beijing di setiap pengguna telepon seluler.
Kawasan kuliner di Jalan Dongzhimennei, Beijing, sepi pada 25 Januari 2020. (ANTARA/M. Irfan Ilmie)

Mencekam
Suasana beberapa kota sebelum tanggal 23 Januari tak ubahnya suasana menjelang libur panjang Tahun Baru Imlek sebelum-sebelumnya.

Beberapa kota besar di China, seperti Beijing, Shanghai, Tianjin, dan Guangzhou mulai sepi ditinggal penghuninya mudik ke kampung halaman.

Stasiun kereta api dan bandar udara menjadi pusat konsentrasi massa sejak pertengahan Januari 2020 ketika beberapa sekolahan dan kampus di China sudah meliburkan kegiatan belajar dan mengajar hingga pertengahan atau akhir Februari.

Kegiatan perkantoran, baik pemerintahan maupun swasta, secara resmi diliburkan selama tujuh hari terhitung mulai 24 Januari 2020.

Sejak H-3 libur Imlek, Stasiun Beijing sudah dipadati para calon pengguna kereta api reguler yang hendak mudik ke berbagai daerah di China.

Pemandangan yang sama juga terlihat di Stasiun Beijingnan yang merupakan stasiun utama kereta api cepat, khususnya yang menuju ke kota-kota di wilayah timur, utara, dan selatan.

Kereta metro bawah tanah  yang terhubung ke jalur kereta api luar kota penuh oleh para pemudik.

Semula saya hendak melakukan perjalanan ke Shanghai pada 22 Januari untuk mengumpulkan beberapa materi liputan tentang penanggulangan banjir di Jakarta sesuai penugasan dari ANTARA di Jakarta.

Namun entah mengapa, tiba-tiba salah satu dari anggota keluarga meminta saya singgah dulu di Tianjin. Awalnya, saya sempat protes kepada Si Sulung kenapa dibelikan tiket kereta api cepat yang tujuan akhirnya Stasiun Tianjin.

Jarang sekali saya ke Tianjin turun di stasiun yang berada di pusat kota karena biasanya saya turun di Stasiun Tianjinxi yang lebih banyak pilihan keretanya, terutama yang mengarah ke selatan, seperti Qingdao, Jinan, Nanjing, dan Shanghai.

Jadinya pada tanggal tersebut saya bermalam di salah satu hotel untuk menghabiskan waktu bersama keluarga di Tianjin yang jaraknya dari Beijing sekitar 200 kilometer dengan membutuhkan waktu tempuh hanya 30 menit menggunakan kereta api cepat dengan harapan besoknya bisa melanjutkan perjalanan ke Shanghai.

Tidak banyak media lokal pada saat itu yang meperbarui info tentang  jumlah kematian akibat wabah virus corona jenis baru. Imbauan pun belum begitu banyak. Walau begitu, para tamu hotel dan pemudik, sudah banyak yang mengenakan masker atas kesadaran diri. Bahkan di meja resepsionis hotel dijual masker berbagai tipe, sebelum akhirnya menjadi barang yang sangat langka.

Pada 22 Januari malam, semua media sudah menurunkan laporan mengenai perpanjangan waktu rapat para tim pakar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang membahas penanganan virus mematikan tersebut.

Kemudian pada 23 Januari pagi, media-media sudah menurunkan laporan mengenai rencana penutupan  Kota Wuhan yang dianggap sebagai episentrum 2019-nCoV itu.

Sekitar 45 menit sebelum isolasi diberlakukan tepat pukul 10.000 waktu setempat (09.00 WIB), saya telepon seorang teman di Wuhan. Ternyata dia pulang ke Indonesia bersama anak semata wayangnya.

"Sayangnya, istri saya ga ikut Mas. Dia ga mau saya ajak pulang karena tanggung pertengahan bulan depan harus registrasi disertasi," ujar si teman yang istrinya kini tengah menjalani karantina di Natuna itu.

Siangnya, Kota Tianjin yang jaraknya sekitar 1.200 kilometer dari Kota Wuhan, mendadak sepi. Bahkan Italian Style District yang merupakan tempat tongkrongan favorit kawula muda di Tianjin lengang. Kafe-kafe berjaringan global dan lokal di kawasan itu terlihat hanya ditunggui oleh pelayan tanpa adanya kesibukan berarti.

Suasana itu juga tampak di Stasiun Tianjin dan Stasiun Beijingnan. Tidak ada lagi para pemudik yang "melantai" di ruang tunggu menantikan kereta yang akan mengantarkan mereka hingga kampung halaman keesokan harinya.

Gerbong-gerbong kereta pun tampak melompong. Rangkaian kereta api ke berbagai kota selain Wuhan tetap berangkat sesuai jadwal, meskipun sebagian gerbongnya tak berisi penumpang.

Tak ada semarak orang menghabiskan uang untuk berbelanja aksesori Imlek. Pelayan-pelayan restoran yang berebut pelanggan dengan menawarkan berbagai paket promosi di sepanjang Jalan Dongzhimennei, Beijing, hanya duduk-duduk lunglai.

Mal yang sudah telanjur berhias pernik-pernik Imlek tampak layu ditinggal pengunjung karena tidak ada lagi pemandangan orang-orang menghamburkan uang untuk membeli kado atau bingkisan.

Kontras dengan pemandangan tiga-empat hari sebelum penutupan Wuhan. Joycity salah satu mal terbesar di kawasan pusat perbelanjaan Xidan, Beijing, pada 19 Januari padat oleh pengunjung. Bahkan ada orang yang pingsan di tengah kerumunan para pemburu barang diskon di salah satu gerai mode ternama asal Spanyol. Di antara pemburu barang murah ada yang bertengkar memperebutkan barang yang hendak dibelinya hingga memaksa petugas keamanan turun tangan.

Pada 24 Januari, Pemkot Beijing mengeluarkan pengumuman tentang ditiadakannya kegiatan massal untuk menghindari virus yang bisa menular antarindividu itu.

Masjid-masjid terkena imbas pengumuman yang dikeluarkan oleh hampir semua pemerintah daerah di China sehingga shalat Jumat pun ditiadakan.

"Assalaamu'alaikum! Oleh karena situasi serius penyebaran virus corona di Wuhan dan demi melindungi anggota jemaah dari infeksi itu, maka masjid ini ditutup bagi umum mulai 24 Januari 2020 pukul 00.00 dari berbagai kegiatan keagamaan. Semoga Allah melindungi kita semua. Selamat Hari Raya Imlek, semoga sehat dan bahagia selalu," demikian pengumuman berbahasa Mandarin yang tertempel di pintu gerbang Masjid Nanxiapo. 

Baca juga: Pemerintah akan pulangkan lagi mahasiswa Indonesia dari China
Baca juga: Sikapi dampak corona, Wapres dorong dunia pariwisata berinovasi

Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020