Mereka harus mengajukan standar mereka di WTO dan ketika mereka melakukan itu, kami akan mengirimkan keluhan kami juga
Jakarta (ANTARA) - Dewan Negara-Negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC) akan menyampaikan surat keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait rencana Uni Eropa yang menerapkan batas aman terhadap kontaminan 3-monochlorpropanediol (3-MCPD) pada minyak kelapa sawit yang dinilai diskriminatif.

Direktur Eksekutif CPOPC Tan Sri Datuk Yusof Basiron mengatakan surat keluhan dari negara-negara anggota CPOPC, yakni Indonesia, Malaysia dan Kolombia akan disampaikan ke WTO, setelah Uni Eropa (UE) resmi mengajukan batas sebesar 2,5 ppm terhadap kontaminan 3-monochlorpropanediol (3-MCPD) yang ditemukan dalam minyak kelapa sawit sebagai bahan makanan.

"Mereka harus mengajukan standar mereka di WTO dan ketika mereka melakukan itu, kami akan mengirimkan keluhan kami juga," kata Tan Sri Datuk Yusof Basiron pada Forum Dewan Negara-Negara Penghasil Kelapa Sawit (CPOPC) yang digelar di Jakarta, Jumat.

Ada pun UE menentukan batas maksimum untuk minyak sayur olahan, termasuk minyak nabati dari kelapa sawit sebesar 2,5 pm dalam kandungan makanan. Inisiasi tersebut akan diberlakukan pada Januari 2021.

Penerapan standar ini pun dinilai diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit karena UE hanya menerapkan batas 1,25 pm pada minyak nabati lain, khususnya yang diproduksi di UE seperti minyak bunga matahari, rapeseed, kanola hingga kedelai.

"Kita berhasrat untuk membuat 'complain direct' ke Uni Eropa dari negara produsen sawit, karena ini menandakan ketidakpuasan kita karena ini adalah diskriminasi," kata Tan Sri Datuk Yusof Basiron.

Pada Pertemuan Tingkat Menteri CPOPC yang diselenggarakan pada 16 Juli 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia, para menteri (Indonesia dan Malaysia) menyepakati bahwa satu batas maksimal 3-MCPD adalah 2.500 µg/kg atau 2,5 ppm untuk seluruh minyak sayur.

Menurut CPOPC, batasan maksimum 3-MCPD sebesar 2,5 ppm adalah batas keamanan (safety level) yang dapat diterima untuk konsumsi. Dengan demikian, UE juga perlu menerapkan satu batas maksimum yang berlaku untuk semua minyak nabati.

Pemisahan batasan antara minyak nabati satu dan lainnya dinilai akan memunculkan kebingungan pada pasar, diskriminasi antar minyak yang berbeda, tanpa dasar ilmiah, dan tidak ada alasan risiko kesehatan yang dapat dibenarkan.

Kandungan 3-MCPD tidak hanya terkait dengan jenis minyak yang digunakan, tetapi juga kualitas dan kesegaran bahan baku, serta proses di dalamnya. Kategori "minyak nabati olahan lainnya" juga akan menyesatkan konsumen dan membuat mereka menganggap minyak nabati tertentu lebih buruk dibandingkan dengan kategori minyak nabati lain yang batas bawahnya diusulkan.

Baca juga: Airlangga minta CPOPC samakan standar sawit lawan diskriminasi UE

Baca juga: Konferensi CPOPC bakal berlangsung di Kuala Lumpur

 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020