Kalau anak-anak Indonesia sudah merokok, bagaimana nanti masa depan bangsa Indonesia. Bagaimana nasib bonus demografi dan yang disebut 'windows of opportunity?' Kalau bonus demografi tidak berkualitas, jangan-jangan malah menjadi 'door of disaster
Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pihak yang memiliki perhatian terhadap kesehatan masyarakat mendorong pemerintah melarang peredaran rokok elektronik di Indonesia sebelum menimbulkan dampak kesehatan yang lebih besar.

"Rokok, baik rokok konvensional maupun rokok elektronik, merusak kesehatan dan sudah pasti merusak perekonomian," kata pakar ekonomi Universitas Indonesia Abdillah Ahsan dalam temu media yang diadakan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu.

Ia membandingkan penarikan dan pelarangan terbang jenis tertentu yang salah satu unitnya mengalami kecelakaan dan menyebabkan banyak orang meninggal, meskipun penyebab pasti kecelakaan belum diketahui dan masih diselidiki.

Ia mengatakan penggunaan rokok elektronik di Amerika Serikat sudah menyebabkan dampak kesehatan hingga 200-an kasus sehingga sudah seharusnya peredarannya dilarang.

"Tidak perlu menunggu sampai korban mencapai dua juta. Amerika Serikat melarang kios rokok elektronik, tetapi di Indonesia malah banyak muncul kios elektronik," tuturnya.

Baca juga: Mengapa rokok elektronik perlu dilarang?

Oleh karena itu, Abdillah meminta pemerintah, dalam hal itu Presiden Joko Widodo karena tidak cukup hanya Kementerian Kesehatan, untuk tegas melarang rokok elektronik.

"Visi Presiden Jokowi kan pada pembangunan sumber daya manusia. Pelarangan rokok elektronik tidak akan berdampak banyak pada perekonomian," katanya.

Hal senada disampaikan Ketua Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) Sumarjati Arjoso. Menurut Sumarjati, hal yang penting adalah pencegahan.

"Kami mendukung bila pemerintah melarang rokok elektronik. Memang bukan kuasa Kementerian Kesehatan, tetapi Presiden. Kalau tidak dilarang akan menyebabkan dampak kesehatan dengan pembiayaan yang sangat tinggi," katanya.

Ia mengatakan upaya pengendalian tembakau selama ini sudah banyak dilakukan, tetapi ternyata belum banyak mencapai sasaran, yaitu penurunan prevalensi perokok, terutama pada anak-anak.

Baca juga: Dukungan vs penolakan pelarangan rokok elektronik

Di saat upaya pengendalian terhadap rokok biasa belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, anak-anak Indonesia sudah dihadapkan pada ancaman baru, yaitu rokok elektronik.

"Kalau anak-anak Indonesia sudah merokok, bagaimana nanti masa depan bangsa Indonesia. Bagaimana nasib bonus demografi dan yang disebut 'windows of opportunity?' Kalau bonus demografi tidak berkualitas, jangan-jangan malah menjadi 'door of disaster'," tuturnya.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie mengatakan Kementerian Kesehatan tidak memiliki kewenangan melarang rokok elektronik.

"Kewenangan Kementerian Kesehatan hanya pada dampaknya. Terhadap produknya, Kementerian Kesehatan tidak berwenang," katanya.

Temu media yang diadakan Kementerian Kesehatan tersebut menghadirkan sejumlah narasumber. Selain Abdillah dan Sumarjati, juga hadir Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Pembangunan dan Pembiayaan Kesehatan Alexander K. Ginting, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto, Sekretaris Bidang Hubungan Masyarakat dan Kesejahteraan Anggota Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia Catharine Mayung Sambo, Pengurus Komite Nasional Pengendalian Tembakau Widyatuti Soerojo, dan sejumlah narasumber lain.

Baca juga: YLKI: Rokok elektronik tidak lebih aman dibanding rokok biasa
Baca juga: IDI: Dokter kampanyekan rokok elektronik tersesat

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020