LinkAja atau sistem pembayaran uang elektronik memiliki peran serta membantu pemerintah untuk menyukseskan gerakan nasional nontunai.
Jakarta (ANTARA) - Tahun 2019 dapat dikenang sebagai momen emas sinergi BUMN dalam mencapai transformasi digital, salah satunya ketika membuat gebrakan dengan meluncurkan aplikasi LinkAja.

Banyak pihak memandang bahwa peluncuran aplikasi LinkAja yang menggunakan basis pembayaran sistem pemindaian kode respon cepat (QR Code) dinilai untuk mengimbangi dua pemain besar lainnya yang sudah eksis terlebih dahulu, OVO dan GoPay.

Namun, aplikasi yang dimiliki perusahaan rintisan BUMN PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) ini memiliki berbagai keunggulan yang tidak dimiliki oleh kedua kompetitor lainnya.
Baca juga: Upaya pemerintah majukan ekonomi digital melalui LinkAja

Tak perlu bakar uang
Sedari awal kelahiran LinkAja dibidani oleh program sinergi antar-BUMN di mana LinkAja dibentuk dengan menggabungkan layanan sistem pembayaran TCash milik Telkomsel dengan TBank dan MyQR milik PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), e-cash dari PT Bank Mandiri Tbk, serta yap! dan UnikQu dari PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), dan juga layanan pembayaran digital milik BUMN lainnya.

Menteri BUMN periode 2014-2019, Rini Soemarno mengatakan bahwa tujuan pembentukan platform sistem pembayaran LinkAja secara sinergi tersebut adalah untuk mempermudah transaksi pembayaran dalam satu wadah.

Rini menginginkan agar sistem pembayaran berbeda-beda antara bank, telekomunikasi BUMN, dapat disatukan agar menjadi lebih efisien dan bisa menjangkau masyarakat di seluruh pelosok Indonesia.

Ia menilai bahwa BUMN yang merupakan satu keluarga dan BUMN itu merupakan badan usaha milik negara dan rakyat, sehingga dalam pelayanannya harus memberikan yang terbaik bagi masyarakat bisa bersatu padu meluncurkan aplikasi teknologi finansial yang lain dari yang lain.

Kedua, promosi sebelum yang gencar dilakukan oleh seluruh perusahaan BUMN bahkan "didukung" oleh Kementerian BUMN sebagai satu-satunya institusi pemerintah, membuat posisi LinkAja berada di atas angin menjelang peluncurannya.
Baca juga: Kementerian BUMN sebut LinkAja penyelamat negara di era digital

Tengoklah bagaimana Menteri Rini Soemarno menyosialisasikan produk jaringan pembayaran elektronik terintegrasi, LinkAja, kepada sebanyak 1.500 santri yang mondok di Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat.

Tidak hanya berhenti di situ Menteri Rini juga memperkenalkan aplikasi LinkAja hingga kepada masyarakat Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, agar mereka lebih mengenal sistem pembayaran elektronik tersebut.

Bahkan, Kementerian BUMN juga menyosialisasikan aplikasi LinkAja secara door to door ke masing-masing perusahaan BUMN yang ada di seluruh Republik Indonesia.

Walhasil langkah sosialisasi yang gencar dilakukan oleh Kementerian BUMN, diikuti oleh perusahaan-perusahaan BUMN yang berada di bawah naungan Kementerian tersebut.

Lihatlah bagaimana PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo (Persero) menjalin sinergi BUMN untuk pembayaran Asuransi Kecelakaan Diri Askrindo dengan LinkAja.

Direktur Operasional Ritel Askrindo, Anton F Siregar mengatakan bahwa kerja sama antara digiAsk dengan LinkAja dengan tujuan untuk memperluas saluran pembayaran yang ada di aplikasi digiAsk, di mana nantinya pembayaran digiAsk dapat menggunakan saldo yang ada di LinkAja secara on time dan cepat.

Lalu komitmen dalam bentuk modal, baik dalam bentuk tunai maupun biaya pengembangan teknologi informasi yang sudah dikapitalisasi dari bank BTN kepada LinkAja.

Pemesanan tiket Kereta Api dari PT KAI dan pengisian bahan bakar kendaraan bermotor di SPBU Pertamina juga untuk pertama kalinya bisa dilakukan secara digital melalui LinkAja.

Bahkan ketika harga tiket pesawat melejit hingga membebani masyarakat di tahun ini, Garuda Indonesia dengan beraninya menawarkan promo potongan harga tiket penerbangan melalui LinkAja.

Melalui promosi yang demikian gencar dan sinergi BUMN yang kuat maka tidaklah heran jika aplikasi LinkAja sebelum diluncurkan resmi sudah memiliki 32 juta pengguna, tanpa harus menjalankan strategi bakar uang berupa cashback dan perang promo habis-habisan lainnya yang biasa dijalankan pelaku-pelaku tekfin lainnya ketika muncul.
Baca juga: Peneliti: kerja sama LinkAja dengan berbagai negara untungkan UMKM

Bantu gerakan non-tunai
LinkAja tidak hanya dilahirkan sebagai aplikasi tekfin yang mengejar keuntungan bisnis semata atau upaya BUMN mencapai transformasi digital, melainkan juga membantu program pemerintah untuk menyukseskan gerakan non-tunai.

CEO LinkAja, Danu Wicaksana mengatakan aplikasi LinkAja atau sistem pembayaran uang elektronik memiliki peran serta membantu pemerintah untuk menyukseskan gerakan nasional nontunai.

Aplikasi pembayaran uang elektronik yang diluncurkan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno tersebut, memiliki target agar 75 persen masyarakat sudah beralih ke penerapan transaksi nontunai.

Meskipun demikian, target aplikasi uang elektronik milik BUMN tersebut diakuinya cukup berat mengingat 76 persen masyarakat Indonesia masih bertransaksi secara tunai pada 2018.

Hal itu diperkuat dengan data Bank Dunia, bahwa tingkat inklusivitas keuangan Indonesia menyentuh angka 49 persen. Artinya, sekitar satu dari dua orang Indonesia belum memiliki akses dana pelayanan keuangan.

Oleh sebab itu, LinkAja yang terkoneksi dengan beberapa BUMN seperti komunikasi, perbankan, energi dan asuransi berupaya menyukseskan gerakan nasional nontunai tersebut.

Selain berupaya mewujudkan gerakan nasional nontunai, LinkAja juga memiliki misi menjadi uang elektronik yang besar dan luas sehingga berdampak pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca juga: LinkAja bantu pemerintah sukseskan gerakan nasional nontunai

Upaya untuk menyukseskan gerakan non-tunai tersebut dilakukan dengan sejumlah cara, antara lain berupaya secara progresif mengganti standar kode respons cepat (QR code) seluruh pedagang (merchant) menjadi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), yang salah satunya melalui digitalisasi pasar tradisional.

Selain itu LinkAja juga melakukan inovasi sebagai salah satu sarana pembayaran baru bagi pengguna Commuter Line atau kereta listrik (KRL), yang selama ini terbiasa menggunakan kartu elektronik KRL atau bank untuk bisa menggunakan transportasi umum tersebut.

Bahkan pengelola kereta MRT yakni PT MRT Jakarta menggandeng LinkAja sebagai salah satu dari tiga penyedia layanan jasa pembayaran elektronik, dalam rangka mempersiapkan moda pembayaran QR Code aplikasi bagi pengguna MRT.

Namun terobosan yang dinantikan publik dari LinkAja terkait gerakan non-tunai adalah transaksi tol nirsentuh. Jasa Marga dan PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) bekerjasama untuk mendukung transaksi single lane free flow (SLFF) di jalan tol.

Pembayaran tarif tol nantinya akan menggunakan Radio Frequency Identification (RFID) yang diinisiasi oleh pihaknya bersama tim konsorsium, dengan diberi nama FLO.

Saat ini, Jasa Marga sedang melakukan uji coba terbatas di mana nantinya pengguna LinkAja yang sudah melakukan pembelian voucher elektronik FLO melalui platform LinkAja maka dapat melewati atau mengakses gerbang tol khusus di Jalan Tol Jasa Marga dengan menggunakan aplikasi FLO yang dikembangkan.

Sedangkan untuk peran LinkAja dalam mekanisme kerjasama antara LinkAja dan JMTO adalah sebagai sumber dana untuk pembelian voucher elektronik yang dapat digunakan untuk pembayaran tarif tol melalui aplikasi FLO.

Untuk tahap awal, implementasi FLO dilakukan di gerbang tol milik Jasa Marga yang difokuskan pada wilayah Jabotabek setelah sebelumnya tahap uji coba telah dilakukan di Jalan Tol Sedyatmo dan Jalan Tol Bali Mandara secara terbatas dengan menggandeng Bus Damri, kendaraan operasional Garuda Indonesia dan taksi Blue Bird.
Baca juga: Go pay, Ovo dan LinkAja bersaing jadi penyedia QR Code MRT Jakarta

Harus kompetitif
Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sry Hartati mengatakan aplikasi LinkAja atau sistem pembayaran uang elektronik yang diluncurkan pemerintah harus kompetitif dalam menghadapi persaingan e-commerce.

"Persaingan itu ditentukan sejauh mana produk itu kompetitif," kata Enny Sri Hartati saat dihubungi Antara di Jakarta.

Meskipun terdapat sejumlah BUMN yang saling bersinergi atau bakal menerapkannya, tetap saja sistem pembayaran uang elektronik tersebut wajib kompetitif jika tidak ingin tertinggal dari e-commerce lain.

Kedua, fasilitas yang ditawarkan oleh sistem pembayaran uang elektronik plat merah itu juga harus lebih memudahkan konsumen dibandingkan sejumlah e-commerce yang sudah ada.

Karena, kata dia, beberapa e-commerce saat ini sudah menawarkan beragam kemudahan dalam bertransaksi serta lebih efektif dan efisien. Terakhir persoalan jaminan keamanan bagi pengguna aplikasi juga perlu diperhatikan.

Terkait pertumbuhan LinkAja ke depan, ia melihat ada peluang besar karena disokong oleh sejumlah BUMN seperti perbankan, Pertamina, Jiwasraya, Danareksa dan Telkomsel.

Secara umum ia melihat sejumlah aplikasi transaksi e-commerce saat ini semakin kompetitif dengan menawarkan beragam kemudahan serta bonus-bonus menarik kepada konsumen.

Baca juga: LinkAja sarankan pelaku e-money gandeng pemda
Baca juga: LinkAja akan luncurkan LinkAja Syariah akhir November 2019
Baca juga: LinkAja dimanfaatkan 40 juta pengguna sepanjang 2019
Baca juga: Perluas layanan nontunai, LinkAja ekspansi ke desa

Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019