Jakarta (ANTARA) - Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengatakan pemerintah RI perlu melakukan komunikasi berkelanjutan dengan pemerintah China terkait Muslim Uighur yang saat ini mengungsi di berbagai negara.

"Saya ingin mengingatkan kita semuanya dan secara khusus pemerintah bahwa bangsa kita ini anti penjajah di atas dunia," kata Ketua Dewan Pembina ACT Ahyuddin di Jakarta, Kamis.

Dengan adanya konstitusi Indonesia yang kuat serta jati diri bangsa yang humanis, perlu adanya pembicaraan dari pemerintah Indonesia dengan China untuk melakukan hal-hal yang lebih positif dan manusiawi terhadap etnis muslim Uighur.

Jumlah pengungsi Uighur juga tidak main-main, kata dia, sudah mencapai 35 juta jiwa dan dunia sudah menyoroti persoalan hak asasi mereka di China.

Baca juga: ACT salurkan bantuan bagi pengungsi Uighur di Turki

Baca juga: ACT resmikan masjid persahabatan Indonesia-Turkistan Timur (Uighur)

Baca juga: Pemerintah Xinjiang nyatakan dokumen yang bocor tentang Uighur palsu


Ia meyakini adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan China kepada muslim Uighur. Sebab, tidak mungkin mereka lari dari negara tersebut tanpa adanya persoalan yang mengingkari prinsip-prinsip kemanusiaan.

"Tapi memang dalam prinsip kemanusiaan itu, jika seseorang merasa terancam hidup dan nyawanya, maka dia dibolehkan untuk keluar dari negara tersebut," katanya.

Menurutnya, Indonesia sebagai bangsa dan konstitusi yang anti penjajahan serta anti pelanggaran HAM sudah selayaknya melalui pemerintah memberikan semacam tekanan kepada China.

Hal itu juga sejalan dengan bagaimana banyak negara-negara di belahan dunia saat ini meminta hal yang sama kepada China terkait perlakuan pada Muslim Uighur.

"Saya yakin sejauh ini pemerintah kita sudah melakukannya, namun yang terpenting hendaknya dilakukan secara berkelanjutan," kata dia.

Sementara itu, Ketua Majelis Nasional Turkistan Timur Seyit Tumturk mengatakan muslim di Xinjiang, China, kesulitan untuk keluar masuk dari daerah itu bahkan akses komunikasi pun tidak bisa.

"Berdasarkan info dari PBB dan Parlemen Eropa diperkirakan satu juta orang Uighur berada di kamp pengungsian, namun kami memperkirakan sekitar lima juta," katanya.*

Baca juga: Pengusaha dorong kerja sama ekonomi Indonesia-Xinjiang

Baca juga: 10 pemred media arus utama Indonesia kunjungi Xinjiang

Baca juga: Pegiat Uighur seru pemimpin dunia hentikan China mata-matai minoritas

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019