Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid mengingatkan Menteri Agama Fachrul Razi untuk fokus terhadap tugas pokok dan fungsi daripada menimbulkan polemik dan kegaduhan dengan isu radikalisme.

"Pernyataan melawan radikalisme yang disampaikan oleh Menag perlu dikoreksi sehingga tidak hanya dikaitkan terhadap agama," kata Hidayat saat rapat kerja DPR-Kemenag di gedung parlemen, Jakarta, Kamis.

Menurut dia, program Kemenag perlu diarahkan sebagai bentuk perlindungan terhadap agama dari sikap radikal dalam bentuk terorisme, Komunisme dan separatisme yang dapat memecah belah.

Menag, kata Hidayat, sebaiknya fokus soal anggaran dan program kerja Kementerian Agama untuk tahun 2020.

Baca juga: Jawaban Menag soal cadar kepada DPR

Hidayat mengatakan Menag seharusnya juga fokus pada tugas dan fungsinya berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama.

Berdasarkan data Kementerian Agama hingga 5 November 2019 penyerapan anggaran Kementerian Agama baru mencapai angka 78 persen. Penyerapan anggaran tertinggi ada pada program dukungan manajemen (88,16 persen) dan penyerapan terendah terdapat pada program BPJPH (24,33 persen).

"Penyerapan anggaran yang belum maksimal mengakibatkan manfaat program Kementerian Agama tidak bisa secara maksimal diterima oleh masyarakat, seperti tunjangan kinerja guru madrasah, Beasiswa Operasional Siswa madrasah, bimbingan agama untuk masyarakat dan lain-lain," kata dia.

Baca juga: DPR dorong Menag pahami perbedaan pandangan keagamaan

Polemik seputar radikalisme tidak akan produktif karena definisinya belum disepakati. Apalagi jika dibuat istilah baru manipulator agama yang semakin tidak jelas tolak ukurnya.

"Memanipulasi agama dalam Islam memang tidak boleh. Di dalam Al Quran, ada surah Al Maun yang menyebutkan bahwa di antara bentuk memanipulasi agama adalah mereka yang tidak peduli terhadap anak yatim dan kaum dhuafa, serta orang-orang yang shalat tapi pamer," kata dia.

Dalam hadits, kata dia, juga disebutkan ada yang memanipulasi agama, yaitu orang-orang munafik. Radikalisme tidak bisa dikaitkan dengan agama Islam sebagaimana yang juga dinyatakan oleh beberapa tokoh seperti Jusuf Kalla, Mahfud MD, Kapolri dan lainnya.

"Sejarah pendirian Kementerian Agama juga dalam rangka menyatukan bangsa dan mengapresiasi umat Islam yang memiliki saham besar untuk menyelamatkan proklamasi Indonesia dan kesatuan negara dengan menyetujui sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa," katanya.

Baca juga: Cadar-celana cingkrang masuk wilayah privat

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019