Jakarta (ANTARA News) - PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk mengajukan permohonan "intervensi" dalam perkara keberatan Temasek cs melawan keputusan KPPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat harus diterima Oleh Majelis Hakim PN Setempat, kata Ketua Presidium Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu FX Arief Poyuono, SE. Dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa, Arief menyatakan, Telkom menuntut agar KPPU dinyatakan telah melakukan tindakan melampaui kewenangan (ultra vires) dalam menjatuhkan putusan kepada Temasek cs, 19 November 2007. Selain itu, Telkom juga menuntut agar putusan KPPU itu dinyatakan batal demi hukum atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Menurut dia, upaya "intervensi" Telkom itu termasuk "barang baru" dalam penegakan hukum persaingan usaha dan anti monopoli. Selama ini praktis hanya KPPU dan pihak terhukum yang sengit berhadapan di persidangan keberatan di Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Sedangkan pihak lain, walaupun merasa mempunyai kepentingan hukum dengan perkara tersebut, lebih memilih untuk bersikap pasrah terhadap hasil persidangan. Keengganan pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan vonis KPPU untuk mengajukan permohonan "intervensi" di Persidangan Keberatan disebabkan belum difahaminya ketentuan mengenai hukum persaingan usaha dan anti monopoli oleh sebagaian besar masyarakat. Sebagian besar masyarakat belum memahami UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, bahkan sebagian besar masyarakat belum memahami apa itu KPPU dan apapula wewenangnya. "Secara prinsip pengajuan permohonan 'intervensi' yang diajukan Telkom adalah hal yang sangat positif. Upaya Telkom tersebut bisa memotivasi semua pihak untuk sama-sama berpartisipasi dalam penegakan hukum anti monopoli dan persaingan usaha," katanya. Arief menjelaskan, dalam Pasal 30 ayat (1) diatur bahwa untuk mengawasi Pelaksanaan UU No 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Lalu dalam ayat (2) dinyatakan bahwa "KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain". Selanjutnya dalam ayat (3) diatur bahwa "KPPU bertanggungjawab kepada Presiden". Dari ketentuan di atas terungkap fakta bahwa "KPPU adalah Badan Tata Usaha Negara yang melaksanakan urusan pemerintah dalam pengawasan pelaksanaan UU N. 5 Tahun 1999 yang bertanggung-jawab kepada Presiden". Maka akan sangat sulit untuk mengkategorikan KPPU sebagai salah satu peradilan dalam sistem peradilan Indonesia. "Ketentuan bahwa KPPU bertanggung-jawab kepada Presiden menunjukkan bahwa KPPU adalah salah satu Komisi Negara yang jelas merupakan lembaga administratif," katanya. Arief menambahkan, fakta bahwa KPPU bukanlah lembaga peradilan dapat dilihat dalam UU No 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Karena KPPU bukanlah lembaga peradilan, maka keputusan KPPU tidak dapat dipersamakan dengan vonis pengadilan. Begitu pula upaya keberatan atas keputusan KPPU tidak dapat dipersamakan dengan upaya banding terhadap putusan pengadilan. "Dapat disimpulkan bahwa persidangan keberatan yang saat ini sedang berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah persidangan tingkat pertama. Oleh karena itu permohonan intervensi yang diajukan Telkom sudah tepat dan memenuhi ketentuan," katanya. Arief menegaskan, Upaya "intervensi" Telkom dalam persidangan perkara Temasek di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat harus didukung semua pihak karena Telkom adalah BUMN yang 51 persen sahamnya dimiliki Negara Republik Indonesia yang secara tak langsung kerugian yang diderita oleh Telkom terkait putusan KPPU dalam kasus Temasek juga merupakan kerugian negara.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008