Jakarta (ANTARA) - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan bahwa siapapun yang akan terpilih sebagai presiden nantinya, maka layak dilakukan pembenahan ekonomi kewirausahaan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kebijakan terkait kewirausahaan dan perdagangan idealnya harus saling mendukung satu sama lain. Selain menciptakan iklim usaha yang kondusif, juga kemudahan untuk memulai usaha dan berusaha untuk seterusnya, kebijakan perdagangan juga perlu dibenahi agar produk hasil wirausaha bisa menjangkau pasar yang luas," kata Peneliti CIPS Muhammad Diheim Biru di Jakarta, Senin.

Menurut dia, pemerintah harus mendukung hal tersebut melalui berbagai revisi kebijakan yang terkait dengan kewirausahaan dan perdagangan.

Muhammad Diheim menuturkan, pembenahan yang perlu dilakukan pada sektor kewirausahaan antara lain adalah, perlu adanya sinkronisasi prosedur birokrasi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dan kemudahan dalam pemenuhan prasyarat untuk registrasi suatu usaha secara resmi.

"Masih banyak komunitas di berbagai penjuru Tanah Air yang secara infrastruktur sulit untuk dijangkau oleh sistem Online Single Submission, belum lagi penyebaran informasi mengenai registrasi yang belum komprehensif, banyaknya dokumen-dokumen prasyarat, dan sistem yang bentrok antara kebijakan pusat dengan daerah. Proses yang rumit ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk registrasi usaha paling cepat selama 23 hari," katanya.

Secara ideal, lanjut Diheim, apabila persyaratan dokumen bisa didapatkan secara cepat dan prosedur registrasi dipersingkat lagi, proses registrasi usaha di Indonesia berpotensi untuk dipotong menjadi enam hari saja.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menganggap jumlah wirausahawan yang sebesar 3,1 persen dari total penduduk Indonesia masih terlalu minim, karena itu harapannya kini bertumpu pada kaum milenial untuk menjadi wirausahawan.

"Kebutuhan wirausaha itu besar sekali, Indonesia baru 3,1 persen. Negara-negara maju sudah 14 persen, double digit, di atas 10 persen," kata Mendag usai menghadiri pelantikan Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kabupaten Bogor, di Dramaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat, 9 April lalu.

Menurut Enggartiasto Lukita, melalui organisasi kewirausahaan dan organisasi kepemudaan, bisa saling menularkan semangat untuk berwirausaha.

Sebelumnya, laporan riset yang disusun Ketua Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) Valencia Dea menunjukkan bahwa kewirausahaan perempuan Indonesia tertinggal dibandingkan Kanada.

Laporan yang berfokus pada UKM dan perusahaan rintisan itu ditulis oleh Dea selama dua bulan magang di The Conference Board of Canada pada musim semi 2018, dengan dukungan Proyek Bantuan Sektor Perdagangan dan Swasta (TPSA) Kanada-Indonesia serta Kementerian Perdagangan RI.

“Saat ini, UKM milik perempuan hanya berkontribusi 9,1 persen dari PDB Indonesia pada tahun 2013. Mengatasi rintangan yang menghambat perempuan untuk memulai dan mengembangkan bisnis akan menghasilkan manfaat ekonomi lebih luas,” kata Dea dalam peluncuran laporan tersebut di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Di Indonesia, usaha kecil milik perempuan menghasilkan 36,5 miliar dolar AS dan usaha menengah milik perempuan menghasilkan 34,6 miliar dolar AS.

Sementara UKM milik perempuan Kanada berkontribusi sebesar 148 miliar dolar Kanada terhadap kegiatan ekonomi, yang menempati sekitar 8,4 persen dari PDB Kanada pada 2011.

Baca juga: Minim wirausahawan Menteri Perdagangan genjot kaum milenial

Baca juga: Minat wirausaha tinggi, ribuan orang hadiri Young Entrepreneur Summit

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019