Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan agar industri asuransi melakukan sinergi dengan revolusi digital agar mampu bertahan dari perubahan zaman dan tantangan yang makin beragam.

"Perubahan ini akan menciptakan 'disruption', namun di sisi lain akan ada kesempatan baru, baik yang berkaitan dengan bisnis sebelumnya, serta juga akan melahirkan ekosistem-ekosistem yang lebih luas dan 'complicated,' kata Darmin saat memberikan sambutan dalam "Indonesia Insurance Innovation Awards 2019" di Jakarta, Jumat.

Menurut Darmin, bagi industri asuransi, pemanfaatan teknologi yang relevan dalam proses operasional dapat dijalankan dengan aplikasi mobile, misalnya untuk memberikan notifikasi terkait pertanggungan asuransi dan tagihan untuk pembayaran premi.

Selain itu, penggunaan teknologi lainnya adalah untuk kecerdasan buatan (AI), misalnya dalam bentuk algoritma dan robot, yang bisa digunakan untuk proses pemasaran, serta berkomunikasi dengan pelanggan.

Kemudian, kontak cerdas yang berfungsi untuk penyusunan dokumen secara otomatis berdasarkan pada kode yang sudah diinputkan dan teknologi blockchain yang berguna untuk pertukaran nilai atau data melalui internet tanpa perantara untuk basis data transaksi pelanggan.

"Anda tidak bisa melahirkan langkah besar inovasi dalam dunia asuransi jika data tidak tersedia dengan baik. Kalau bicara dunia asuransi, harus ada kecerdikan dengan data terbatas tapi mampu melahirkan inovasi, baik dalam hal produk, layanan, dan lain sebagainya. Jadi bisa bersaing dengan dengan negara lain," ujarnya.

Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tren peningkatan dengan pencapaian di akhir 2018 mencapai 5,17 persen, namun pertumbuhan sektor jasa keuangan dan asuransi secara umum justru mengalami penurunan dari 5,47 persen di 2017 menjadi 4,17 persen di 2018.

Industri asuransi masih memperlihatkan konsistensi dalam peningkatan kinerja, yang terlihat dari data akhir tahun 2018, yaitu pertumbuhan aset sebesar 6,8 persen, pendapatan premi naik 6,8 persen dan investasi bertumbuh 6,6 persen.

Sementara itu, jumlah perusahaan asuransi hingga Januari 2019 tercatat mencapai 152 perusahaan dengan porsi asuransi jiwa mencakup 38,4 persen dan asuransi umum sebesar 53,6 persen.

Pertumbuhan itu didukung dengan tingkat kecukupan modal terhadap membaiknya pembayaran klaim yang tercermin dari indikator Risk Based Capital (RBC) asuransi pada kisaran 126,3 persen untuk asuransi jiwa, 255,9 persen untuk asuransi umum dan 269,8 persen untuk reasuransi.

Pada 2017, industri asuransi Indonesia tercatat memiliki porsi sebanyak 23 persen dari total asuransi di kawasan Asia Tenggara.

Asuransi umum Indonesia berada di peringkat keempat setelah Filipina, Thailand dan Vietnam dengan pertumbuhan premi rata-rata pada periode 2012-2017 sebesar enam persen. Kinerja itu masih di atas rata-rata Asean sebesar 5,7 persen.

Sedangkan, asuransi jiwa Indonesia berada di peringkat ketiga setelah Vietnam dan Filipina dengan pertumbuhan premi rata-rata pada periode 2012-2017 sebesar 11,1 persen. Kinerja tersebut masih di atas rata-rata Asean sebesar 9,6 persen.

Baca juga: SDM dan infrastruktur digital jadi kunci Revolusi Industri 4.0
Baca juga: Revolusi Industri 4.0 buka kesempatan generasi muda kuasai ekonomi digital

 

Pewarta: Satyagraha
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019