Jakarta (ANTARA) - Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) mengapresiasi lahirnya 12 pabrik baru di industri gula sebagai bentuk keberhasilan pemerintah dalam memberikan insentif bagi pelaku industri gula yang berencana berinvestasi atau memperluas bisnisnya.

"Bentuk insentif yang diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) nomor 10 tahun 2017 memberikan Fasilitas Akses Bahan Baku Industri Gula dalam bentuk pelonggaran impor gula kristal mentah selama kurun waktu tertentu," kata peneliti CIPS, Assyifa Szami Ilman, Rabu.

Namun, ujar dia, berbagai bentuk insentif ini juga harus diikuti adanya ekosistem yang mendukung berkembangnya inovasi teknologi.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa selama ini, impor gula secara umum dilakukan dalam rangka merespon jumlah kebutuhan dalam negeri.

Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa produksi gula nasional hanya mencapai 2,17 juta ton dan di saat yang bersamaan impor gula mencapai 4,6 juta ton pada 2018.

"Selain itu, impor gula juga dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan kualitas gula. Saat ini, kualitas gula di Indonesia belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan industri pengguna gula, seperti industri makanan dan minuman tertentu dan industri kesehatan tertentu<" jelasnya.

Adanya aturan Permenperin nomor 10 tahun 2017 yang memperbolehkan penggunaan gula mentah impor untuk diolah dan secara bertahap digantikan dengan gula lokal ini diharapkan tidak hanya dapat mendorong tumbuhnya produsen gula yang kualitasnya dapat memenuhi kebutuhan industri di dalam negeri.

Ia berpendpat bahwa dampak dari peraturan ini juga diharapkan bisa menjadi awal kebangkitan kondisi industri keseluruhan yang selama ini terperangkap dalam produktivitas yang rendah karena sebagian pabrik gula yang sudah cukup tua.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Perindustrian terus memacu tumbuhnya industri gula untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik sehingga dapat menurunkan ketergantungan terhadap bahan baku impor.

Salah satunya dengan memasok kebutuhan produksi di industri makanan dan minuman, yang selama ini menjadi sektor manufaktur andalan bagi perekonomian nasional melalui penerimaan devisa dari ekspor.

“Berdasarkan data tren produksi dan konsumsi gula nasional, terdapat kesenjangan antara supply dan demand sehingga terpaksa kekurangan dipenuhi melalui impor. Terutama raw sugar atau gula kristal mentah, di antaranya untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Menperin memaparkan, produksi gula berbasis tebu pada 2018 sebesar 2,17 juta ton, sementara kebutuhan gula nasional 6,6 juta ton.

Saat ini, produksi gula nasional dipasok oleh 48 pabrik gula milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan 17 pabrik gula milik swasta.

“Ada 12 pabrik baru yang akan didirikan di Jawa dan luar Jawa. Semuanya akan diberikan insentif oleh pemerintah,” tuturnya.

Menurut Airlangga, pemerintah telah berupaya menekan volume impor. Pada tahun 2019, izin kuota impor gula industri sekitar 2,8 juta ton, turun dibanding pada tahun lalu sebanyak 3,6 juta ton.

Baca juga: Pacu tumbuhnya industri gula, Kemenperin upayakan tekan ketergantungan impor

Baca juga: DPR dorong revitalisasi pabrik gula untuk kurangi impor

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019