Untuk melakukan pencarian ini saya tidak menyerah, mudah-mudahan dengan waktu yang ada ini kami tetap all out walaupun sampai sepuluh hari nanti kalau masih ada kemungkinn untuk menemukan saya akan terus mencari saudara-saudara kami ini.
Jakarta (ANTARA News) - Tangis para keluarga korban pecah saat menyampaikan rasa kehilangan terhadap orang-orang yang mereka sayangi yang harus menemui ajal saat kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang pada Senin (29/10) lalu.

Berapapun nominal santunan yang akan mereka terima tidak sebanding dengan nyawa orang-orang terkasih yang mereka sayangi yang sudah tiada.

Harapan pun masih terbersit, meski sudah sepekan pesawat nahas itu jatuh dan pecah di perairan Tanjungpakis, Karawang, Jawa Barat.

Karena itu, pemerintah dan segenap pemangku kepentingan akan terus melakukan pencarian karena setidaknya bagi keluarga korban, jenazah anggota keluarganya itulah yang berharga.

Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Muhammad Syaugi mengatakan pencarian akan dilanjutkan dalam tiga hari ke depan dan berupaya agar seluruh penumpang pesawat terevakuasi.

"Untuk melakukan pencarian ini saya tidak menyerah, mudah-mudahan dengan waktu yang ada ini kami tetap all out walaupun sampai sepuluh hari nanti kalau masih ada kemungkinn untuk menemukan saya akan terus mencari saudara-saudara kami ini," ujarnya.

Para personel dan peralatan dikerahkan untuk menelusuri lokasi jatuhnya pesawat dan sekitarnya untuk menemukan penumpang.

Hingga Minggu (4/11) malam sebanyak 138 kantong jenazah ditemukan dan diserahkan ke Rumah Sakit Polri Jakarta Timur untuk proses identifikasi.

Salah satu korban yang berhasil diidentifikasi, yakni Hizkia Jorry Saroinsong oleh tim Identifikasi Korban Bencana di RS Kepolisian Indonesia dr Soekanto, Jumat (2/11).

Saat dikirim ke RS Polri dr Soekanto dalam kantong jenazah pada Kamis (1/11), jenazah Jorry hanya menyisakan lengan kanan dengan tiga jarinya, yakni ibu jari, telunjuk dan kelingling.

Meski demikian, ayah dari korban Hizkia Jorry Saroinsong, Johan Harry Saroinsong, memilih untuk "bersyukur" menghadapi kecelakaan nahas yang menimpa puteranya.

"Saya dan istri memilih untuk bersyukur karena semua yang dilakukan Tuhan adalah yang terbaik," ujar Harry setelah pemakaman jenazah Jorry di Tempat Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta Selatan.



Sampel DNA

Polri sudah mengumpulkan 346 sampel DNA dari 138 kantong jenazah penumpang pesawat nahas Lion Air JT 610 yang hingga Minggu (4/11) malam dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Tk I Raden Said Sukanto di Kramat Jati, Jakarta Timur, kata Kepala Pusat Kedokteran Kesehatan Polri Brigjen Pol dr Arthur Tampi.

"Pada fase dua postmortem, sudah ada 138 kantong jenazah dan sudah 346 sampel DNA yang kami kumpulkan," katanya.

Hingga saat ini sudah terkumpul 255 data antemortem dengan rincian 212 data antemortem terkumpul di Rumah Sakit Polri dan 43 data antemortem terkumpul di Bangka Belitung.

Dari total data antemortem yang terkumpul, 194 data antemortem sudah terverifikasi, terdiri atas 125 data laki-laki, 64 data perempuan, tiga data anak dan dua data bayi.

Sekarang sudah ada 14 jenazah penumpang yang berhasil diidentifikasi dan kepolisian masih terus melakukan proses rekonsiliasi dan identifikasi jenazah penumpang pesawat Lion Air JT 610, yang pada 29 Oktober jatuh di perairan Kabupaten Karawang, Jawa Barat.



Merangkul Keluarga Korban

Di sisi lain, keluarga korban yang masih mencari-cari anggota keluarganya masih sangat berduka, karena itu mereka butuh dirangkul dan didampingi.

Karena itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengajak para keluarga korban untuk mengunjungi tempat lokasi kejadian, sekaligus tabur bunga.

"Kita akan ke sana dan berdoa dan juga biar keluarga korban mengerti bangaimana medan yang ada, bagaimana upaya yang kita lakukan, bukannnya mau show off, tapi kita menunjukkan upaya yang kita lakukan," katanya.

Ia juga akan membuat Group Whatsapp khusus bersama keluarga korban yang menginformasikan informasi terbaru terkait pencarian korban.

"Tadi ada keluarga korban yang menyampaikan soal WA grup berkaitan dengan ini," katanya.

Terkait sanksi, Budi mengaku tidak mau gegabah dan akan mengikuti prosedur yang berlaku.

Ia juga belum akan membekukan rute Lion Air Jakarta-Pangkal Pinang dan akan lebih berfokus pada personel serta manajemen Lion Air dalam menjatuhkan sanksi.

"Mungkin kita tidak mengarah ke rute, tapi kita akan lakukan terhadap personel dan manajemen," katanya.

Dia mengatakan masih akan melanjutkan audit khusus terhadap pesawat Boeing-737 Max 8 milik Lion Air karena ada kemungkinan kerusakan teknis dengan pesawat yang sama.

"Kami harus proteksi pesawat dengan jenis yang sama, karena bisa saja terjadi terjadi kerusakan yang sama, kemarin sudah kami selesaikan audit teknis, sudah kami selesaikan dan hasilnya laik," katanya.



Pencarian Kotak Hitam

Pencarian kotak hitam kedua, yaitu cockipt voice recorder pun terus dilakukan sebagai data kunci dalam menginvestigasi penyebab kecelakaan JT 610 itu meskipun sinyalnya sudah dinyatakan mati sejak dua hari lalu.

"Sekarang pun kita sudah tidak mendengar sinyalnya. Jadi dengan metode apapun akan mencari CVR itu sejak dua hari lalu," kata Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soejanto Tjahjono.

Seharusnya sinyal bisa bertahan hingga 30 hari dan ia mengaku tidak mengetahui penyebab sinyal tersebut mati.

Ia mengaku sinyal yang tidak menyala itu merupakan tidak lazim dan pihaknya sudah mengonfirmasi ke Boeing hal itu tidak pernah terjadi.

Namun, Soerjanto bersikeras akan menemukan CVR dengan cara apapun sebagai salah satu kunci investigasi agar mengetahui penyebab kecelakaan JT 610 di samping flight data recorder (FDR) yang sudah lebih dulu ditemukan.

"Saya enggak mau kalau CVR enggak ditemukan. Saya maunya berusaha, kesulitan itu saya enggak anggap itu. Saya anggapnya tantangan," katanya.*


Baca juga: Pemerintah pertimbangkan pembentukan Mahkamah Penerbangan

Baca juga: Syaugi sebut kelanjutan evakuasi Lion Air diputuskan Rabu



 




 

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018