Karena khawatir tidak laku, mereka bersedia tembakaunya dibeli murah
Jakarta (ANTARA News) - Penelitian Lembaga Demografi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia di Lombok Timur, Malang, Lumajang dan Bojonegoro menemukan petani menyatakan kekhawatiran mereka terhadap tembakau impor.

"Petani khawatir tembakau impor menekan tembakau lokal karena harganya lebih murah. Karena khawatir tidak laku, mereka bersedia tembakaunya dibeli murah," kata peneliti Lembaga Demografi,  Abdillah Ahsan dalam diseminasi penelitiannya di Jakarta, Kamis.
    
Abdillah mengatakan petani  tidak berdaya terhadap tata niaga tembakau yang kerap kali merugikan mereka. Sebelum diterima industri, tata niaga tembakau harus melewati tahapan berlapis.

Petani tidak bisa langsung menjual tembakaunya ke industri melainkan harus melalui perantara. Harga tembakau ditentukan berdasarkan kualitas tembakau tanpa ada acuan yang jelas.

"Harga tembakau ditentukan oleh 'grader' berdasarkan aroma dan rasa yang dinilai secara subjektif. Rentang harga termurah sampai tertinggi sangat jauh," jelasnya.

Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor tembakau untuk memenuhi kebutuhan industri rokok dalam negeri.

Tiga jenis tembakau yang diimpor adalah virginia, burley dan oriental yang berasal dari berbagai negara seperti China, Amerika Serikat, India dan lain-lain. Impor ketiga jenis tembakau itu mencapai 51.350 ton, sedangkan ekspor tembakau hanya 7.087 ton.

Petani di sejumlah daerah telah menanam tembakau jenis virginia dan burley, sedangkan jenis oriental belum ada yang menanam di Indonesia.

Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia melakukan diseminasi hasil penelitian berjudul "Mungkinkan Tembakau Domestik Menggantikan Tembakau Impor: Kondisi, Tantangan dan Kebijakan".

Baca juga: Emil Salim: generasi muda harus diselamatkan dari kecanduan
Baca juga: Pemkot Bogor perketat pengendalian tembakau hingga ke tingkat rumah tangga

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2018