Nanning, China (ANTARA News) - Ketika pertama kali Su Guomin memotret burung di Nonggang, tempat pengamatan burung di China Selatan, ia yakin bisa mendapatkan gambar bagus dalam perjalanan tiga-harinya berkat bantuan warga setempat.

Warga desa Nonggang menawari dia tumpangan dari bandar udara serta tempat untuk tinggal. Yang lebih penting lagi, mereka menunjukkan kepadanya tempat-tempat rahasia untuk melihat burung, yang tersembunyi jauh di Daerah Longzhou di Wilayah Otonomi Guangxi Zhuang.

"Nonggang terkenal di lingkungan kami, bukan hanya karena burung langka, tapi juga karena layanan untuk pengamatan burung yang ditawarkan warga desa," kata Su, pensiunan baru dari Provinsi Guangdon, yang bertetangga dengan Guangxi.

Berada dekat dengan Suaka Alam Nasional Nonggang di perbatasan China-Vietnam, Desa Nonggang adalah tempat tinggal bagi ratusan spesies burung dan telah menarik makin banyak pecinta burung.

Kegiatan pengamatan burung menjadi terkenal di desa tersebut setelah ahli ornithologi Zhou Fang dan mahasiswanya Jiang Aiwu mengumumkan pengidentifikasian spesies baru burung di Nonggang --pelanduk Nonggang, atau Stachyris nonggangensis-- pada 2008.

Burung pelanduk sebesar kepalan tangan itu berwarna hitam pekat dengan bintik di dadanya. Spesies tersebut, yang populasinya kurang dari 2.000 di suaka alam itu, dikategorikan sebagai "rentan" di Daftar Merah Spesies Terancam International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Arus orang yang ingin menyaksikan burung di seluruh negeri tersebut telah mengubah hidup banyak petani setempat, yang dulu biasanya menanam tebu untuk memperoleh sedikit penghasilan.

Sejak 2014, warga desa yang bernama Nong Weihong memperoleh lebih dari 100.000 yuan (15.113 dolar AS) per tahun dari menyewakan kamar di rumahnya untuk orang yang ingin mengamati burung. Sebelumnya keluarganya hanya memperoleh 20.000 yuan per tahun dari pertanian.

Setiap pagi dan sore, Nong dan ibunya menaruh cacing di batu besar di hutan di dekat rumahnya. "Berton-ton burung berbagai jenis datang ke sini untuk mencari makan dan membersihkan diri mereka," kata Nong, yang penjaga hutan di Suaka Alam Nonggang.

Atap rumah Nong adalah tempat yang ideal untuk menyaksikan sultan tit, burung penyanyi berwarna kuning dan hitam, dan menarik banyak fotografer setiap hari.

Warga lain di desa Nong, Meng Zhenhai, sudah tiga tahun bekerja sebagai pemandu penuh bagi para pengamat burung. Ia telah menemukan tiga tempat ideal untuk melihat burung, seperti burung murai yang bersayap putih.

Para pemandu seperti Meng memiliki ketrampilan untuk menarik burung dengan teknik bersiul, yang bisa membuat orang yang ingin menyaksikan burung menghemat banyak waktu.

Pada 1 Mei tahun lalu, selama Hari Buruh di negeri itu, Meng memperoleh lebih dari 4.000 yuan dari berbagi tempat dengan wisatawan.

Desa Nonggang memiliki lebih dari 20 tempat untuk melihat burung, 18 pemandu waktu-penuh, dan 10 penginapan. Limapuluh tujuh keluarga yang tinggal di bawah garis kemiskinan kini terlibat dalam bisnis pengamatan burung.

Pada 2017, lebih dari 8.000 pecinta burung mengunjungi desa tersebut, empat kali lipat jumlah yang dicatat pada 2016.

Meskipun burung sekarang dipandang sebagai aset berharga oleh warga desa, beberapa dasawarsa lalu hewan itu biasa dibunuh dan dimakan sebagai camilan, atau ditangkap dan dijual.

"Ketika itu, kami semua miskin, dan makan apa saja yang bisa kami temukan," kata Huang Yuancheng. "Makan burung tidak beda dengan makan ayam."

Berkembangnya kegiatan melihat burung telah mengubah sikap warga desa terhadap burung.

"Sekarang, kami tahu hutan dan burung adalah harta berharga kami. Kami mesti melindungi setiap pohon dan burung untuk generasi masa depan," kata Nong sebagaimana dikutip Xinhua. (Uu.C003)

 

Pewarta: -
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018