Jakarta (ANTARA News) - Tim monitoring dan evaluasi TransJakarta yang akan dibentuk untuk melakukan audit atas kinerja pelayanan TransJakarta guna menentukan besaran kenaikan tiket moda transportasi tersebut diminta berasal dari pihak yang independen. Anggota Dewan Transportasi Kota (DTK) Jakarta yang juga penggiat LSM Pelangi, Andi Rahman, di Jakarta, Selasa, mengatakan independensi tersebut diperlukan karena kepentingan masyarakat harus terwakili. "Saya pribadi mengharapkan tim monitoring dan evaluasi yang akan bekerja selama dua hingga tiga pekan itu anggotanya berasal dari pihak yang independen, artinya tidak ada unsur Dishub maupun Badan Layanan Umum TransJakarta," katanya. Ia menambahkan anggota tim itu dapat saja berasal dari unsur Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Institute for Transportation and Development Policy (Instran) atau lembaga lainnya yang mewakili masyarakat. "Bila anggotanya berasal dari pihak terkait, bisa saja laporannya tidak objektif," tegasnya. Andi mencontohkan dalam rapat yang berlangsung pada Senin (16/7) di Balaikota Jakarta, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso sempat mempertanyakan pada pihak Dishub maupun BLU TransJakarta tentang laporan terkait waktu kedatangan bus. "Waktu itu Pak Sutiyoso sempat marah karena dalam laporan dikatakan rata-rata kedatangan bus selama lima menit, namun berdasarkan laporan masyarakat dan juga media massa ternyata sampai 30 menit," kata Andi, mengutip Sutiyoso. Secara pribadi pun ia melihat inti permasalahan yang terjadi adalah kelemahan manajemen BLU TransJakarta yang dinilai tidak dapat mengelola operasional dan keuangan dengan baik, sehingga timbul masalah seperti itu. "Pada Maret 2007, DTK Jakarta sudah menyampaikan rekomedasi yang isinya adalah memintan Pemprov DKI Jakarta membenahi manajemen BLU," tegasnya. Andi melihat hingga saat ini baik Dishub maupun BLU TransJakarta belum memiliki standar minimum pelayanan, sehingga cukup sulit bila hendak dilakukan audit standar pelayanan. "Saya kira itu harus menjadi salah satu rekomendasi dari tim monitoring dan evaluasi nanti," paparnya. Mengenai anggaran untuk monitoring dan evaluasi, Andi menilai sangat sulit untuk mengandalkan dari alokasi APBD DKI Jakarta. "Sebetulnya bisa menggunakan dana Global Environment Fund (GEF) dari United Nations Environment Programme (UNEP) yang dikelola oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia," katanya. Dana GEF tersebut, menurutnya, sebesar 5,7 juta dolar selama lima tahun sejak 2006-2011. Jadi sebetulnya untuk masalah dana yang selama ini menjadi permasalahan untuk monitoring tidak perlu dipermasalahkan dan bisa diajukan dari dana tersebut. Sebelumnya, pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhirnya menunda keputusan menaikkan tarif tiket TransJakarta hingga tiga pekan yang akan datang dan menyiapkan tiga opsi penyelesaian permasalahan keuangan operator sambil menunggu laporan tim evaluasi dan monitoring. Usai memimpin rapat membahas masalah itu yang berlangsung di Balaikota Jakarta, Senin, Gubernur Sutiyoso mengatakan tiga opsi yang akan dipilih adalah menaikkan tarif, menambah subsidi dari APBD dan opsi terakhir, menaikkan tarif dalam jumlah tertentu sekaligus penambahan subsidi. "Untuk menentukan besaran kenaikan dan juga penambahan subsidi tentunya harus ada hitungan yang jelas, oleh karena itu diputuskan membentuk tim monitoring dan evaluasi," kata Gubernur DKI. Tim monitoring dan evaluasi itu, kata Sutiyoso, terdiri dari Dinas Perhubungan DKI, Badan Layanan Umum (BLU) Transjakarta, International Transportation Development Program (ITDP) dan Masyarakat Trasportasi Indonesia (MTI). Mereka akan bekerja selama dua pekan untuk melakukan monitoring dan evaluasi. "Kita tidak akan menaikkan tarif sebelum adanya peningkatan pelayanan. Nantinya besaran kenaikan tarif atau subsidi akan dibicarakan dengan DPRD DKI bersamaan dengan tim monitoring melaksanakan tugasnya," papar Sutiyoso. (*)

Copyright © ANTARA 2007