Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian Airlangga Hartato menyebutkan ada lima sektor industri yang menjadi pendorong perkembangan revolusi industri keempat alias Industri 4.0.

"Kelima sektor industri tersebut adalah makanan dan minuman, kimia, tekstil, elektronik, dan otomotif," kata Airlangga dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin.

Airlangga menjelaskan perbedaan antara revolusi industri ketiga dan keempat adalah pada revolusi industri ketiga didorong oleh laba, sedangkan untuk revolusi industri keempat lebih didorong oleh harga dan biaya.

Menurut dia, Industri 4.0 tidak sepenuhnya tergantung pada kecerdasan buatan (artificial intelegence), tetapi juga melibatkan pemikiran dan emosi.

Ia menekankan bahwa teknologi internet terutama dengan bandwith atau kapasitas lalu lintas data yang besar menjadi tulang punggung Industri 4.0.

Pencetakan dengan teknologi tiga dimensi (3D printing technology) telah merevolusi pembuatan sampel atau produk dari industri. Dengan demikian, jenis pekerjaan juga akan ada perubahan.

Namun, data-data industri juga menjadi penting. Airlangga menjelaskan sektor industri lainnya tetap penting karena tidak semuanya dapat digantikan oleh digitalisasi.

"Isunya ke depan adalah bagaimana kita membuat proyek percontohan dan berikutnya adalah masalah keamanan data. Kasus bocornya data pribadi di AS dengan Facebook-nya dapat dijadikan contoh. Masalah hak intelektual menjadi kunci bagi pengembangan revolusi industri 4.0," kata dia.

Baca juga: Menperin ingin pengusaha muda tangkap kesempatan era digital

Baca juga: Indonesia berpeluang jadi pemain kunci Industri 4.0 di Asia

Baca juga: Pemerintah siapkan pelatihan implementasi Industri 4.0

Baca juga: Teknologi Industri 4.0 perlu dibarengi ketersediaan pasar


Airlangga menegaskan bahwa untuk memasuki Industri 4.0, Indonesia mempunyai modal pasar domestik yang besar dan memiliki universitas yang tersebar di penjuru daerah.

Modal lainnya, Indonesia hingga 2030 masih menikmati bonus demografi di mana tenaga kerja dengan usia produktif begitu besar.

"Pada saat itu Indonesia harus memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Ini jadi momentum yang tidak bisa kita sia-siakan," katanya.

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018