Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan uji materi Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan oleh Setya Novanto terkait penetapan status tersangka oleh KPK.

"Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan Mahkamah di Gedung MK Jakarta, Rabu.

Menurut Mahkamah, pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya pasal a quo sehingga Mahkamah berpendapat pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohoan a quo.

"Oleh karena tidak ada persoalan konstitusional terhadap norma Pasal 46 ayat (1) UU KPK, dengan demikian dalil Pemohon yang menganggap dirinya mengalami kerugian konstitusional sesungguhnya tidak terjadi," jelas Hakim Konstitusi.

Sebelumnya, Setya Novanto dalam dalilnya menghendaki pemberlakuan ketentuan a quo tidak dapat diterapkan terhadap dirinya, karena saat itu dia merupakan anggota DPR yang harus diberi perlindungan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Terhadap dalil tersebut, dalam pertimbangannya Mahkamah menyatakan bahwa ketentuan a quo tidak berlaku apabila anggota DPR tersebut tertangkap tangan dan disangkakan melakukan tindak pidana.

Oleh karena itu, menurut Mahkamah, argumentasi Setya Novanto yang menyatakan prosedur pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap dirinya harus dilakukan dengan izin dari Presiden adalah hal yang tidak beralasan.

"Mengingat sesuai fakta yang ada di persidangan, pemanggilan dan permintaan keterangan oleh KPK terhadap Pemohon adalah terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP-elektronik," kata Hakim Konstitusi.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018