Jakarta (ANTARA News) - Badan Kehormatan (BK) DPR akan menemui mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri yang kini ditahan di Mabes Polri untuk mendapatkan penjelasan langsung, apakah dana DKP yang mengalir kepada para Capres dan pimpinan Parpol itu atas permintaan mereka melalui proposal yang diajukan atau atas inisiatif Rokhmin untuk memberikan sumbangan pribadi. "Kita akan datangi Rokhmin. Kita ingin tahu apakah kucuran dana itu atas permintaan mereka atau inisiatif Rokhmin berikan sumbangan. `Kan dia bilang bahwa banyak terima proposal dan kalau tak dikasih Rokhmin dikatain pelit," kata Wakil Ketua BK DPR dari PDIP Gayus Lumbuun di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin. Gayus menjelaskan, BK akan memanggil ICW selaku pengadu masalah kucuran dana nonbujeter DKP tanggal 24 Mei lusa, juga akan memanggil beberapa nama sebagai saksi serta anggota DPR selaku pihak yang diadukan. Menurut Gayus, kalau dana DKP yang mengalir ke kantung pribadi para anggota DPR itu atas dasar permintaan, hal itu menyalahi aturan dan penerimanya bisa kena sanksi. Lain halnya kalau dana itu sumbangan dari Rokhmin. "Nggak mungkin mereka nggak tahu kalau dana nonbujeter DKP itu bukan uang negara, mereka tahu itu uang negara. Nggak mungkin itu uangnya Rokhmin," kata Gayus. Gayus siap menghadapi tantangan Sekretaris FPD DPR Sutan Batughana untuk berdebat soal pembentukan tim pencari fakta (TPF) DPR bahkan FPD siap melakukan sumpah pocong karena merasa SBY tidak pernah menerima bantuan dari asing dalam Pilpres yang lalu. "Kita terima tantangan Sutan, di manapun. Nggak usah melakukan sumpah pocong, kita duel saja di rapat paripurna soal perlunya pembentukan TPF. Batugana nggak usah kebakaran jenggot kalau sinyalemen Amien Rais tentang adanya Capres yang terima ratusan miliar dari AS itu tidak benar. Nggak usah `nantang-nantang` begitu, kita adu argumentasi saja di rapat paripurna," kata Gayus Lumbuun. Dalam kaitan ada tidaknya aliran dana dari asing kepada Capres tertentu sebagaimana yang diungkapkan Amien Rais yang juga bekas kandidat Capres, Gayus mengatakan itu menjadi kewajiban PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk membuka aliran dananya. Anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR Dasrul Djabar meminta Amien Rais membuktikan tudingan yang menyatakan kalau SBY menerima dana dari asing. "Buktikan. Jangan bisanya melontarkan tuduhan seperti itu," katanya. Menurut anggota Komisi III DPR dari FPD itu, tidak ada sepersen pun dana dari luar negeri yang diterima pasangan Capres SBY-Kalla saat Pilpres 2004. Apalagi, tim sukses Capres SBY-Kalla waktu itu sangat selektif dalam mencari sumber dana. "Tudingan Amien tidak rasional. Jangankan menerima dana dari Amerika, dari dalam negeri saja kami pilih-pilih," katanya. Tentang sikap yang diperlihatkan mantan Ketua Umum DPP PAN itu, Dasrul mensinyalir adanya agenda politik lain dari Amien Rais dengan menyatakan adanya dana asing yang diterima Capres-Capres, termasuk SBY pada Pilpres 2004. Agendanya adalah dengan mengeluarkan pernyataan itu Amien Rais betul-betul mau menunjukan kalau dirinya mendukung penegakan hukum sebagai salah satu agenda reformasi. "Tapi mungkin di balik itu dia punya agenda lain, yakni ingin memporak-porandakan sistem politik, sehingga menjadi tidak kondusif dan menjatuhkan citra pemerintahan SBY-Kalla," katanya. Ketua Panitia Anggaran (Panggar) DPR Emir Moeis berpendapat, dengan keterusterangan Amien Rais yang mengaku telah menerima dana nonbujeter DKP, sangat tidak adil jika hanya Amien yang "diobok-obok". Yang lain juga harus diperlakukan sama. Justru yang perlu diseriusi adalah soal dana dari asing yang disinyalir telah mengalir ke Capres tertentu, katanya. "Dana dari asing memang tidak merugikan negara sehingga tidak bisa dianggap korupsi. Tapi itu lebih berbahaya karena selain melanggar UU juga bisa berakibat tergadainya negara ini," kata Emir Moeis.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007