New Delhi (ANTARA News) - Rencana ambisius India untuk mendorong kendaraan listrik dengan mengorbankan teknologi lainnya dinilai akan menguntungkan para produsen mobil China yang ingin memasuki pasar di India.

Rencana mobil listrik itu juga menimbulkan kecemasan bagi para manufaktur mobil di India yang sedang fokus membangun kendaraan hibrida.

Para pemikir paling berpengaruh dalam pemerintah India pada bulan ini meluncurkan cetak biru kebijakan bahwa kendaraan listrik sepenuhnya akan beroperasi pada 2032. Langkah itu menarik perhatian para produsen mobil yang telah berinvestasi teknologi listrik di China seperti BYD dan SAIC.

Laporan National Institution for Transforming India (NITI Aayog) pada 12 Mei, badan perencanaan yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi, merekomendasikan pajak dan suku bunga pinjaman lebih rendah untuk kendaraan listrik sambil membatasi penjualan mobil bensin dan diesel, yang dipandang sebagai kebijakan yang radikal.

India juga berencana mengenakan pajak lebih tinggi pada kendaraan hibrida dibandingkan dengan listrik, di bawah kebijakan pajak baru yang diberlakukan mulai 1 Juli. Hal itu membuat produsen mobil seperti Maruti Suzuki dan Toyota Motor kecewa.

India yang agresif mempromosikan kendaraan listrik adalah "peluang besar", kata sebuah sumber yang dekat dengan produsen mobil terbesar China, SAIC, mengatakan kepada Reuters.

"Bagi pendatang baru, ini adalah kesempatan bagus untuk membangun citra merek modern yang inovatif," kata sumber tersebut, walaupun mereka menambahkan bahwa perusahaan tersebut memerlukan kejelasan kebijakan sebelum memutuskan apakah akan meluncurkan kendaraan listrik di India.

Awal tahun ini SAIC mendirikan sebuah unit lokal bernama MG Motor yang sedang menyelesaikan rencana untuk membeli pabrik manufaktur mobil di India barat. Seorang juru bicara SAIC tidak berkomentar secara spesifik mengenai rencana tersebut.

BYD yang didukung Warren Buffett telah membangun bus listrik di negara ini, sementara saingannya Chongqing Changan mengatakan bahwa mereka bisa masuk ke pasar India pada 2020.

BYD mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa perusahaan akan memiliki "kepercayaan yang lebih" guna terlibat di pasar India jika pemerintah mendukung kebijakan yang diajukan. Perusahaan tersebut mengatakan akan melihat peningkatan investasi di India namun tidak memberikan rincian bagaimana perusahaan tersebut dapat memperluas bisnis dan pangsa pasarnya.

Biaya tinggi

Sementara laporan NITI belum diadopsi secara formal, sumber pemerintah mengatakan bahwa hal itu mungkin akan menjadi dasar kebijakan mobil ramah lingkungan terbaru.

Jika demikian, India akan mengikuti langkah serupa dengan China, yang secara agresif mendorong teknologi kendaraan yang bersih. Namun, untuk meniru kesuksesan China, rasanya akan menjadi sulit.

Kendaraan listrik mahal karena biaya baterai yang tinggi, adapun pembuat mobil mengatakan kurangnya stasiun pengisian listrik di India juga membuat keseluruhan rencana ini menjadi tidak layak.

Kebijakan yang diusulkan berfokus pada kendaraan listrik, dan kemungkinan termasuk plug-in hibrida. Tapi model hibrida konvensional yang sudah dijual di India, seperti sedan Camry Toyota, sedan Honda Accord dan mobil hibrida ringan yang dibangun oleh Maruti Suzuki.

Dengan menggandakan tenaga listrik, India beralih dari kebijakan yang sebelumnya diumumkan pada tahun 2015, yaitu mendukung teknologi hibrida dan listrik.

Hal itu juga menunda investasi di India, yang diperkirakan merupakan pasar mobil penumpang terbesar ketiga di dunia dalam dekade berikutnya, menurut eksekutif industri dan analis.

"Semua perubahan kebijakan ini akan mempengaruhi produk dan investasi masa depan," kata Puneet Gupta, manajer Asia Selatan pada perusahaan konsultan IHS Markit, kemudian menambahkan bahwa sebagian besar produsen mobil perlu memikirkan kembali peluncuran produk, terutama hibrida.

Kesenjangan ekonomi

Mahindra & Mahindra adalah satu-satunya pembuat mobil listrik di India yang berupaya meningkatkan penjualan. Namun mereka juga mengeluhkan rendahnya minat pembeli serta infrastruktur yang tidak mencukupi.

Pawan Goenka, managing director Mahindra, mengatakan perusahaan tersebut bekerja sama dengan pemerintah dan swasta guna mendirikan stasiun pengisian daya di India. Mahindra juga fokus mengembangkan mobil dan taksi listrik, kata Goenka.

Biaya mendirikan stasiun pengisian daya mobil di India berkisar antara 500 dolar sampai 25.000 dolar AS tergantung kecepatan pengisian, menurut laporan jurnal online IOPscience pada 2016.

Adapun kebijakan yang diusulkan adalah membangun stasiun pengisian baterai menggunakan dana pendapatan pajak dari penjualan kendaraan bensin dan solar. Di sisi lain, tidak disebutkan persyaratan investasi yang diperlukan atau apakah pemerintah akan ikut berkontribusi.

"Untuk kendaraan listrik penuh,  kesenjangan ekonomi tetap besar dan infrastruktur pengisian yang dibutuhkan tidak ada," kata juru bicara Tata Motors. Perusahaan membuat bus listrik itu sedang mengerjakan pengembangan mobil listrik dan hibrida.
Penerjemah:
Copyright © ANTARA 2017