Jayapura (ANTARA News) - Sekitar 400-an mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Jayapura, Papua, Senin, menggelar aksi demo secara damai meminta pemerintah segera menutup operasi PT Freeport Indonesia karena tidak memberikan untung bagi rakyat Bumi Cenderawasih.

Ratusan mahasiswa itu datang dan berkumpul di seberang jalan depan Kantor Pos Wilayah Papua dan Papua Barat, kemudian membentangkan sebuah spanduk berukuran besar dengan tulisan "Tutup Freeport".

"Tutup Freeport. Freeport tidak memberikan dampak yang signifikan kepada Papua," kata salah satu pendemo.

Usai gelar orasi di depan Kantor Pos Wilayah Papua dan Papua Barat itu, ratusan mahasiswa tersebut bergabung dengan ratusan mahasiswa lainnya yang datang dari Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) menumpang delapan truk dan kendaraan roda dua, berpindah tempat untuk melanjutkan demo ke pusat Kota Jayapura.

Aparat kepolisian dari Polsek Abepura dan Sabhara Polres Jayapura mengawal aksi tersebut hingga ke pusat Kota Jayapura.

Di sepanjang jalan hingga ke pusat Kota Jayapura, para pendemo yang menumpang truk terus berteriak yel-yel tutup Freeport. Aksi tersebut mengundang perhatian dari pengguna jalan dan masyarakat sekitar.

"Sudah sepekan terakhir ini, banyak warga gelar aksi serupa," kata Popi, salah seorang warga Abepura.

Sebelumnya, pada pekan kemarin sekitar 300-an warga yang dikoordinir oleh GP Ansor Papua dan Papua Barat, Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia Provinsi Papua, dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia serta wakil dari masyarakat adat Papua menggelar aksi yang sama.

Aksi ini secara tegas mendukung pemerintah, di antaranya meminta Freeport untuk membangun smelter di Papua, Freeport harus bayar pajak air permukaan yang mencapai Rp3,5 triliun, dan divestasi saham hingga 51 persen.

"Freeport harus taat dan tunduk kepada Pemerintah Indonesia. Freeport harus bayar pajak, bangun smelter, dan berikan keuntungan bagi rakyat Papua," kata wakil dari masyarakat adat Papua Oktovianus Wally.

Pewarta: Alfian Rumagit
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017