Tulungagung (ANTARA News) - Ribuan ekor ulat bulu bermunculan dan menyerbu rumah-rumah di satu kampung di Desa Pulosari, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, menyebabkan warga penghuni kampung resah.

"Serangan ulat bulu sudah terjadi selama tiga hari ini," kata Tumini, warga Dusun Salamrejo, Desa Pulosari, Kecamatan Ngunut, Rabu.

Ia menuturkan, ulat bulu jenis kepala kuning terpantau memenuhi batang-batang dan daun pohon kenangan yang banyak tumbuh di sekitar rumah warga.

Tidak hanya menempel pada batang pohon-pohon pohon dan sebagian tercecer jatuh ke tanah serta jalanan, ulat-ulat bulu itu juga merambat ke tembok-tembok pemukiman warga.

"Mungkin ulat ini dari pohon kenanga itu. buktinya, daunnya habis dimakan ulat," katanya.

Kendati tidak beracun yang bisa menyebabkan gatal-gatal pada kulit, Tumini dan warga lain mengaku cukup terganggu aktivitasnya.

"Setiap hari ya begini, saya sapu terus yang jatuh dari atas atap. Bahkan saya mencoba memancing ulat itu dengan sebaskom pakan ayam," kata Nurmiyati, warga lain.

Dia mengatakan, keberadaan ulat bulu dalam volume banyak membuat sebagian warga yang terdampak tidak bisa beraktifitas normal.

Menurut Nurmiyati maupun Tumini, bahkan saat ini ada warga yang mengungsi karena memiliki balita.

"Ya terganggu pastinya. Meskipun tidak gatal tapi banyak warga yang jijik melihatnya sehingga otomatis membuat gatal," katanya.

Sementara, untuk mengurangi populasi lalu pemerintah desa berinisiatif membantu memotong pohon kenanga yang diduga menjadi sumber atau asal-usul ulat.

"Memang sebagian sudah ditebang yang sekiranya jadi rumah ulat. Namun, karena sampai saat ini masih cukup banyak," katanya.

Kabid Perkebunan Dinas Dinas Pertanian Tulungagung Sucjipto mengaku masih belum mendapatkan laporan atas wabah ulat bulu tersebut.

"Pihaknya akan mencoba menyelidiki lokasi. Jikapun, wabah itu parah akan berkoordinasi dengan pengendali organisme pengganggu tumbuhan (POPT).

"Kami masih belum mendapatkan laporan. Mungkin nanti kami akan koordinasi dengan POPT yang membidanginya," katanya.

Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017