Jakarta (ANTARA News) - Ketua KPK Agus Rahardjo meyakini ada tersangka lain selain dua orang tersangka yang sudah ditetapkan KPK dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

"Saya yakin kalau angka Rp2,3 tiliun, tidak mungkin kan cuma 2 orang itu. Masih ada pihak-pihak terkait yang kemudian nanti akan bertanggung jawab," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Selasa.

KPK sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.

"Oleh karena itu, secara bertahap kami menelusuri, mengembangkan, mencari alat bukti untuk tersangka-tersangka lain. Oleh karena itu, kalau Anda perhatikan, banyak yang dipanggil, banyak yang diundang dalam rangka itu," tambah Agus.

Meski sudah menetapkan nilai kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun, namun menurut Agus belum ada penyitaan materi yang dilakukan KPK.

"Dari Rp2,3 triliun sepertinya belum ada yang disita, tapi sudah ada rekening yang diblokir tapi saya nilainya tidak tahu persis. Soal E-KTP kan memang sudah hampir selesai tapi kita masuk pada saat kerugian negara sudah terjadi juga," tambah Agus.

Sedangkan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan bahwa E-KTP tersebut saat ini dicetak di luar negeri berdasarkan nota kesepahaman yang sudah dibuat pada periode sebelumnya.

"Karena proses (penyidikan) di KPK belum selesai, memang mengganggu. Mungkin harusn diketahui, kartu E-KTP itu dicetak di luar negeri. Nah, ini kan perlu waktu. Kami batalkan tidak bisa, karena masih ada MoU internasional oleh yang zaman dulu jadi kita pelan-pelan sampai kapan batas akhirnya MoU-nya. Memungkinkan atau tidak mencari partner di Indonesia, sehingga pengadaan blangko dan kartu E-KTP itu bisa cepat," kata Tjahjo.

Menurut Tjahjo, pengadaan E-KTP untuk seluruh Indonesia ditargetkan selesai pada pertengahan 2017.

"Sekarang tinggal 4,7 persen masyarakat yang belum proaktif merekam datanya. Minimal kita akan menekankan kembali apakah mereka masih di tempat atau sudah pindah, statusnya masih bujangan atau tidak, dia masih hidup atau sudah menibggal, mudah-mudahan pertengahan tahun depan selesai dan dalam 2 bulan ini kami fokuskan ke 101 daerah yang akan mengikuti pilkada," jelas Tjahjo.

Saat ini KPK pun sedang mendalami perusahaan pemenang tender E-KTP.

"Ini (pembuat E-KTP) adalah perusahaan dari Singapura tapi pemenang tender yang lalu dimenangkan oleh perusahaan Amerika. Ini yang kita protes. KTP kan rahasia penduduk, rahasia negara. Pemerintah wajib melindungi rahasia negaranya tapi kenapa perusahaan Amerika yang menang tender. Nah, sekarang lagi diusut oleh KPK, mudah-mudahan selesai," tegas Tjahjo.

Irman dan Sugiharto disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.

Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.

PT. Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016