Pasuruan (ANTARA News) - Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Al Habib Muhammad Rizieq Shihab dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) KH Hasyim Muzadi mengingatkan pentingnya bangsa Indonesia mewaspadai kebangkitan paham komunisme di Tanah Air.

Habib Rizieq dan KH Hasyim di sela-sela acara Pemaparan dan Penguatan Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) serta Waspada PKI di Pasuruan Jawa Timur, Kamis, sependapat mengenai banyaknya indikator yang menandai bangkitnya paham komunisme, khususnya sejak era reformasi,

"Gambaran konkretnya bisa dilihat melalui upaya-upaya yang dilakukan oleh sejumlah kelompok masyarakat yang terus menerus menekan pemerintah untuk mencabut Tap MPR No 25 tahun 1966 tentang larangan paham komunisme di Indonesia," kata Habib Rizieq.

Selain itu adanya upaya pemaksaaan pembahasan RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang pada 2015 tidak lolos dari target pembahasan RUU di DPR, namun di awal 2016 sudah ada upaya dari segolongan orang di DPR yang mengajukan kembali pembahasan RUU tersebut.

"Targetnya, jika RUU tersebut lolos dan menjadi Undang-undang, konsekwensinya adalah pemerintah harus meminta maaf kepada PKI, mengklarifikasi bahwa PKI adalah korban kejahatan perang, dan mengkompensasi kerugian yang timbul akibat dari peristiwa pemberontakan serta pengkhianatan organisasi komunis itu," kata Habib Rizieq,

Tidak hanya itu, Imam Besar FPI tersebut juga menyoroti hilangnya pelajaran sejarah tentang kekejaman dan pengkhianatan PKI dalam kurikulum pendidikan nasional. "Siapa yang berkepentingan terhadap dua hal tersebut, tidak lain adalah generasi muda dari para anggota PKI masa dahulu yang saat ini masih menganut paham komunisme sangat kuat," tegasnya.

Generasi muda PKI tersebut, lanjut Habib Rizieq, saat ini ditengarai telah menyusup di berbagai level kehidupan bernegara dan berbangsa, mulai dari seni dan budaya dalam bentuk penerbitan buku dan film, hingga aktif di partai politik, eksekutif, dan legislatif.

Sementara itu KH Hasyim Muzadi memperingatkan generasi muda PKI supaya tidak meneruskan upayanya untuk membangkitkan kembali paham komunisme di Indonesia.

"Seharusnya mereka nikmati saja kebebasan yang diberikan negara. Jangan lagi membuat luka baru, apalagi sampai mendesak presiden melakukan reshuffle kabinet. Jika dituruti, maka akan timbul kegaduhan politik," katanya.

Dalam kaitan ini Hasyim menyinggung soal keputusan Pansus Pelindo II yang mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengganti Menteri BUMN Rini Soemarno, padahal pergantian menteri adalah hak prerogatif Presiden.

Karenanya, kata mantan Ketua Umum PBNU itu, desakan merombak kabinet tidak perlu dituruti oleh negara, apalagi di balik perombakan itu terdapat banyak muatan politisnya.

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016