Kinshasa (ANTARA News) - Wabah campak di daerah pertambangan tembaga di Republik Demokratik Kongo bagian selatan telah menewaskan 428 orang dan menjangkiti 30.000 lainnya sejak awal tahun ini, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jumat.

Lebih dari 100 kematian dan 10.000 kasus tambahan tercatat sejak pertengahan Agustus, ketika PBB menjanjikan dana 2,4 juta dolar AS untuk memerangi wabah tersebut di bekas provinsi Katanga, yang kini terpecah menjadi empat wilayah.

Kelompok-kelompok kemanusiaan mengatakan dana tersebut tidak mencukupi sementara buruknya kondisi jalan dan layanan kesehatan di wilayah itu menjadi penghalang bagi upaya pemberian vaksinasi.

"Kita sudah menahan (meluasnya) penyakit itu dalam jangka pendek," kata Yvon Edoumou, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Bidang Kemanusiaan (OCHA), kepada Reuters.

"Namun, hal yang menyedihkan adalah bahwa penyakit ini masih berkembang."

Wabah itu merupakan penularan paling buruk yang dialami Republik Demokratik Kongo sejak 2010-2011 --yaitu ketika 1.085 orang meninggal dan 77.000 tertular di Katanga.

Campak adalah virus yang sangat mudah menular, yang bisa menyebabkan komplikasi pembawa maut, seperti diare, dehidrasi, infeksi saluran pernafasan serta radang otak.

Tingkat kematian bisa setinggi 20 persen di negara-negara miskin, demikian menurut badan amal bidang medis, Dokter Tanpa Batas (Medicins Sans Frontieres), walaupun biaya yang diperlukan untuk memberikan vaksinasi kepada satu anak hanya sebesar 1 dolar AS (sekitar Rp13.500).

Badan Kesehatan Dunia pada November tahun lalu memperingatkan bahwa kemajuan dalam hal menghapus wabah campak telah mengalami keterlambatan di seluruh dunia karena masih banyaknya orang yang belum mendapatkan vaksinasi, Reuters melaporkan.

(T008)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015