Jakarta (ANTARA News) - Disiplin keras kepada anak tak berarti orang tua harus mengkerasi anaknya baik secara fisik maupun psikis.

"Kalau disiplin, ada yang namanya perjanjian, ada saling persetujuan bersama antara orang tua dan anak," ujar Deputi IV Perlidungan Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pribudiarta Nur Sitepu kepada ANTARA News di Kupang belum lama ini.

Dia mencontohkan saat orang tua membuat perjanjian bahwa anak tidak boleh menonton televisi lebih dari jam 10 malam yang jika jika dilanggar, anak dihukum dengan hanya melipatgandakan mengerjakan tugas dari sekolahnya.

Menurut dia, bila anak melanggar perjanjian, maka orang tua berhak melayangkan hukuman, sesuai yang telah disepakati bersama anak, namun hukuman itu harus mendidik.

"Hukuman itu membawa edukasi di dalamnya. Hukuman itu adalah kesepakatan bersama antara orang tua dan anak. Bukan semata-mata kekerasan fisik dan psikis. Itulah garis tegas antara kekerasan dan pendisiplinan," ungkap Pri. 

Menyoal angka kekerasan pada anak, Pri memaparkan hasil survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) bersama Kementerian Sosial dan BPS pada 2013.

Data menunjukkan sekitar 30 persen anak berusia 13-17 tahun setidaknya mengalami satu jenis kekerasan baik itu fisik, seksual, maupun psikis.

Kemudian, pada kelompok usia 18-24 tahun, diketahui 50 persen atau satu dari dua laki-laki setidaknya mengalami salah satu kekerasan.

Sementara pada perempuan angka menunjukkan 16,40 persen atau satu dari enam orang.

"Dari data ini munculah pernyataan bahwa ternyata keluarga di kita (Indonesia) tidak mampu membedakan pendisiplinan dengan melakukan kekerasan," kata Pribudiarta.

Padahal, menurut dia, kekerasan justru menurunkan IQ-nya anak dan membekas dalam pola pikir anak.

"Saat dia besar, dia akan merasa, kekerasan merupakan solusi untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, banyak kekerasan yang terjadi di masyarakat saat ini karena menganggap kekerasan sebagai jalan keluar," kata dia.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015