Ditawari jadi supir Transjakarta, supir bemo ragu

  • Jumat, 21 Februari 2014 15:35 WIB
Ditawari jadi supir Transjakarta, supir bemo ragu
Antrian bemo menunggu diberangkatkan di kawasan Stasiun Karet, Jakarta. (ANTARA News/ Lia Wanadriani Santosa)
Insya Allah, dagang aja, kalau ada modal."
Jakarta (ANTARA News) - Sebagian sopir bemo mengaku tak yakin dapat beralih menjadi supir Transjakarta jika bemo nantinya akan hilang. Salah satu alasannya karena faktor usia.

"Kalau ditawari sih mau, tapi ya itu, umur. Apa kita-kita masih boleh melamar jadi supir transjakarta?," kata Nano Rasono (44) kepada ANTARA News, di Jakarta, Jumat.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan pemerintah provinsi tidak bisa menghentikan bemo beroperasi dan akan membiarkan alat transportasi beroda tiga itu hilang secara alami.

Namun, ia melanjutkan, Pemerintah DKI Jakarta berusaha mendorong masyarakat meninggalkan bemo dengan memperbaiki layanan bus Transjakarta.  Pemerintah daerah, kata dia, juga mendorong sopir bemo beralih menjadi sopir bus Transjakarta. "Kalau saja sopir mau pindah jadi sopir busway, kita izinin. Gajinya lebih gede kok," kata Ahok.



Menanggapi hal itu, Daurip (54), pria asal Pekalongan, mengatakan, daripada berharap diberi kesempatan menjadi supir transjakarta, lebih memilih profesi lain, misalnya pedagang.

Urip mengaku enggan beralih menjadi supir transportasi lain semisal angkot, jika bemo nantinya benar -benar hilang.

Baginya, menjadi supir bemo tak dikejar uang setoran, berbeda dengan supir angkot, bus, metromini atau kopaja.
Hal ini menurut Urip cukup memberatkan.

Selain itu, Urip mengaku menjadi supir bemo jauh lebih santai ketimbang supir transportasi lainnya, semisal angkot.

"Kalau angkot itu setorannya bisa Rp185 ribuan sehari, saya enggak kuat. Beda sama bemo yang cuma Rp85 ribu dari jam setengah 6 sampe jam 8 malem," katanya.

Nano pun sependapat dengan Urip. Pria yang sejak tahun 1980 menjadi supir bemo ini mengaku dibandingkan beralih menjadi supir angkot, ia memilih menjadi pedagang.

"Angkot mahal setorannya, kita sering dikejer-kejer setoran. Beda sama bemo. Insya Allah, dagang aja, kalau ada modal, haha," katanya.

Kendati demikian, Nano tak memungkiri, penghasilan menjadi supir bemo memang tak seberapa, bahkan seringkali tak cukup membiayai seluruh kebutuhan keluarganya. Terlebih saat ini bemo harus bersaing dengan kendaraan lain yang beroperasi di kawasan Stasiun Karet, semisal ojek dan angkot.

"Sekali jalan dari stasiun Karet sampai kawasan Karet bisa dapet Rp35 ribu, sampai dua kali narik juga udah cukup buat setoran, " ujarnya.

Di kawasan stasiun Karet sendiri, saat ini terdapat sekitar 15 orang yang berprofesi sebagai supir bemo. Semula para supir ini melayani trayek dari Tanah Abang hingga Karet. Namun, karena tergusur angkot, para supir ini meminta izin pada pihak berwajib setempat untuk membuka trayek dari Stasiun Karet hingga wilayah sekolah London School.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2014

Komentar

Komentar menjadi tanggung-jawab Anda sesuai UU ITE.

Berita Terkait