Kekulat ini hanya tumbuh setahun sekali pada saat musim hujan
Sumbawa Besar (ANTARA News) - Kemunculan jamur atau "kekulat" pada musim hujan ini yang begitu marak di berbagai tempat, membawa berkah bagi warga Dusun Serading, Moyo Hilir, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, karena bisa memberikan penghasilan tambahan.

"Mencari kekulat itu memberi hasil lumayan, dan untuk mendapatkannya juga mudah. Cukup berbekal sepotong kayu dan pisau," kata Adnan, warga Dusun Serading, Sabtu.

Menurut Adnan, warga akan mencari kekulat yang tumbuh usai hujan turun di malam hari. Kekulat di wilayah Seradin memang banyak dijumpai di saat musim hujan tiba. Proses pencarian kekulat secara teknis terbilang sedikit sulit dan membutuhkan kejelian. Warga harus berhati-hati dalam mencari agar kekulat tidak terinjak.

Kekulat biasanya tumbuh di bawah daun pepohonan yang sudah mengering. Jika ingin mendapatkan kekulat lebih banyak, warga harus lebih awal masuk ke dalam hutan yang dipenuhi pohon jati.

"Kami harus secepatnya masuk ke dalam hutan supaya lebih banyak mendapatkannya, dan tidak keduluan orang lain," kata Adnan.

Dari hasil menjual kekulat itu, ujar Adnan, pendapatan tambahan per hari bisa berkisar Rp120ribu hingga Rp150ribu. Menurutnya, menjual kekulat hendaknya sesegera mungkin dan tidak melewati batas hingga pukul 12.00 Wita.  Kalau tidak, kekulat bisa mengalami perubahan warna menjadi hitam dan akhirnya mengeluarkan ulat.

"Kalau tidak laku, terpaksa kami konsumsi sendiri bersama keluarga untuk dijadikan sayur," kata Adnan, yang mengaku tidak memiliki pekerjaan tetap itu.

Sementara itu, Rahman, warga Serading lainnya, menyatakan, dari hasil menjual kekulat, dirinya mampu membelikan kebutuhan peralatan sekolah untuk anak-anaknya.

"Kekulat ini hanya tumbuh setahun sekali pada saat musim hujan. Kalau kesempatan ini tidak dimanfaatkan, baik untuk dijual atau dijadikan lauk pauk, tentu sayang sekali," kata Rahman yang berprofesi sebagai petani.

Rahman melanjutkan, musim kekulat bukan hanya dimanfaatkan oleh penduduk setempat, tetapi juga warga lainnya dari Sumbawa Besar, turut memburunya. "Kalau kami terlambat masuk hutan, bisa-bisa tidak kebagian. Seolah-olah, kami berlomba dengan warga lainnya untuk mendapatkan kekulat sebanyak-banyaknya," katanya.

Setelah didapatkan, kekulat kemudian diikat menjadi beberapa bagian. Satu ikat berisi 10 hingga 15 tumbuhan kekulat, dijual dengan harga yang bervariasi. "Kalau kami menjajakan pada pagi hari, biasanya satu ikat harganya Rp20 ribu - Rp25 ribu, karena jamurnya masih segar," ucap Rahman.

Pembeli kekulat pun cukup beragam, mulai dari pegawai pemerintahan, pengusaha hingga masyarakat biasa. Bahkan, pelancong dari luar daerah pun tidak jarang mendatangi para penjual yang berjejer di pinggir jalan utama ke arah timur Ibu kota Sumbawa Besar, dan membeli beberapa ikat kekulat. 

Pewarta: Siti Zulaeha
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014