Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Komunikasi dan Informatika akan membatasi kepemilikan saham asing dalam industri penyiaran hanya sampai sebesar 20 persen.

"Dengan mempertimbangkan berbagai hal, pemerintah mengijinkan 20 persen (kepemilikan asing) dalam industri penyiaran untuk memberikan kepastian usaha yang berjalan di Indonesia," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Kalamullah Ramli.

Saat melakukan rapat koordinasi dengan panitia kerja Rancangan Undang-Undang Penyiaran Komisi I DPR di Jakarta, Senin, Kalamullah menjelaskan, posisi strategis industri penyiaran tidak hanya dirasakan oleh pemerintah Indonesia.

Di mencontohkan, beberapa negara bahkan menutup kemungkinan kepemilikan asing dalam industri penyiaran, seperti Korea Selatan yang menetapkan nol persen untuk free to air dan 49 persen untuk usaha televisi kabel.

"Australia membatasi investasi asing tidak boleh dari lima persen kecuali dapat persetujuan pemerintah, Amerika Serikat maksimal 25 persen, dan Meksiko tertutup untuk free to air namun 49 persen untuk televisi kabel," jelasnya.

Menurut dia, pemerintah merumuskan kebijakan itu dengan mempertimbangkan kepentingan nasional dalam kegiatan penanaman modal.

"Pemerintah tetapkan penanaman modal untuk penguatan daya saing nasional. Pemerintah memberikan perlakuan sama antara penanaman modal dalam dan luar negeri untuk percepatan penanaman modal," ujarnya.

Dia menegaskan pembatasan pemilikan modal asing sebesar 20 persen dalam industri penyiaran ditujukan untuk memberikan kepastian usaha di Indonesia.

Menurut dia, Indonesia sudah cukup konservatif dengan pembatasan itu karena dalam beberapa perjanjian internasional kepemilikan asing bisa sampai 50 persen.

Dia menjelaskan pula bahwa apabila penyiaran televisi ditujukan untuk kepentingan sosial dan budaya maka kepemilikan sahamnya oleh asing perlu dipertahankan pada angka nol persen.

Namun karena penyiaran sekarang juga menjadi bagian dari alat ekonomi, ia menjelaskan, pembatasan sebesar 20 persen termasuk konservatif.

Kendati demikian, menurut dia, Komisi Penyiaran Indonesia perlu mengawasi isi siaran untuk memastikan tayangannya tidak merusak budaya bangsa.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014