Jakarta (ANTARA) - Walau luas laut mencakup sekitar 70 persen permukaan Bumi, pemahaman manusia tentang laut masih sangat terbatas. Jarak pandang nol hingga tekanan air yang sangat kuat menjadi tantangan dalam berbagai kegiatan penelitian eksploratif.

Sejenak, Meizani Irmadhiany tertegun, mengenang kunjungannya bersama pemerintah Indonesia dan mitra saat memasuki kapal penelitian kelautan OceanX yang berlabuh di Dubai, Uni Emirat Arab, pada pengujung November 2023.

Dua unit kapal selam yang berbalut gincu kuning tampak berkilauan memantulkan sinar Matahari. Udara segar menjelang musim dingin yang bercampur aroma garam tercium sangat khas.

"Ketika kami masuk ke kapal OceanX langsung ada dua kapal selam yang bisa diisi dua orang dengan jarak jelajah hingga kedalaman 1.000 meter," ucap Meizani, saat ditemui di Jakarta pada awal Mei 2024.

Ketua Dewan Pengurus Yayasan Konservasi Indonesia ini menuturkan bahwa Indonesia sedang menjalankan misi penelitian selama tiga bulan bersama organisasi nonprofit global Ocean Xplorer untuk menyibak berbagai misteri yang ada di bawah laut.

Proyek eksplorasi dimulai dari Pulau Sambu di Batam dan berakhir di Teluk Tomini yang berada di Sulawesi Utara.


Topik riset

Pada 7 Mei 2024, pukul 11.00 WIB, jangkar kapal OceanX yang tertambat di dasar laut Pulau Sambu, Batam, perlahan mulai ditarik naik ke atas. Propeler bergerak mengaduk air laut menimbulkan buih-buih putih dan mendorong kapal meninggalkan pelabuhan.

Ekspedisi itu pun akhirnya dimulai dengan membawa segudang pertanyaan ihwal berbagai misteri laut dalam dan imaji-imaji yang masih tampak abstrak.

Sebanyak 12 peneliti Indonesia ikut dalam rute pertama misi tersebut dari Batam menuju Aceh. Jumlah peneliti berbeda-beda untuk setiap rute pelayaran. Mereka berasal dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Konservasi Indonesia, dan perguruan tinggi.

Peneliti Ekologi Kelautan dari Konservasi Indonesia  Jimy Kalther mengatakan ada tiga topik yang digarap dalam proyek riset kelautan tersebut.

Pertama, topik mengenai ilmu kebumian atau geosains yang dipimpin langsung oleh BRIN. Kedua, topik riset tentang oseanografi yang dipimpin oleh Institut Pertanian Bogor (IPB). Ketiga, eksplorasi keanekaragaman hayati dan perikanan yang dipimpin oleh Konservasi Indonesia.

Para ilmuwan akan memetakan struktur bawah laut hingga berbagai keanekaragaman hayati dalam rute pelayaran yang berlangsung hingga akhir Agustus 2024. Mereka mencatat spesies apa yang memiliki manfaat ekonomi bagi umat manusia.

"Kami bekerja sama dengan BRIN dan universitas dari proses penelitian, pemercontoh, sampai nanti pengolahan dan analisa data-data yang akan kami dapatkan dari penelitian tersebut," kata Jimy.
Ilustrasi - Kapal selam OceanX sedang menjelahi laut untuk mengumpulkan berbagai spesimen. (ANTARA/HO-OceanX)

Ada lima rute pelayaran dalam ekspedisi penelitian laut dalam tersebut. Pertama, pelayaran dari Batam ke Aceh menyusuri Selat Malaka. Rute ini lebih banyak ke penelitian ilmu kebumian untuk mengetahui substrat dasar laut hingga struktur bawah laut, terutama pascagempa dan tsunami yang menyapu Aceh pada dua dekade silam.

Rute kedua dan ketiga dari Aceh ke Padang, lalu dari Padang ke Jakarta. Ini adalah misi utama dan paling panjang dengan tujuan untuk meneliti wilayah pengelolaan perikanan atau WPP 572.

Pada rute kedua dan ketiga tersebut para peneliti bekerja secara paripurna untuk mempelajari aspek oseanografi, ilmu kebumian, dan biodiversitas serta perikanan.

WPP 572 meliputi perairan Samudera Hindia sebelah barat Pulau Sumatra dan Selat Sunda. Wilayah perairan ini memiliki sumber daya perikanan yang cukup besar, terutama kelompok ikan pelagis, seperti tuna mata besar, cakalang, layang, kembung, tongkol, dan madidihang atau tuna sirip kuning.

Penelitian WPP 572 sejauh ini masih terbilang sedikit ketimbang wilayah perikanan lain di Pulau Jawa dan Pulau Sulawesi. Tantangan teknologi dan faktor alam membuat para ilmuwan jarang meneliti WPP 572.

Setelah menjelajahi Samudera Hindia, rute keempat ekspedisi dimulai dari Bali dan berlanjut ke Flores. Rute ini khusus untuk para mahasiswa sebagai upaya mengenalkan lingkungan riset sejak dini dengan mengamati biodiversitas dan megafauna, seperti paus, hiu, lumba-lumba, maupun penyu.

Sementara rute terakhir adalah dari Flores ke Sulawesi Utara untuk meneliti ikan Coelacanth atau ikan purba yang sudah ada sejak ratusan tahun di dunia. Zona hidup ikan ini, salah satunya berada di perairan Sulawesi.

Kegiatan penelitian dapat menjadi teladan bagi umat manusia tentang bagaimana mengungkap hal-hal yang tidak pernah kita ketahui sebelumnya. Walau peradaban sudah berjalan ribuan warsa, tetapi kita hanya lima persen mengetahui sisi terdalam dari lautan planet Bumi.

Proyek riset paling spektakuler yang dilakukan manusia sejauh ini masih seputar memahami antariksa. Laut dalam juga menyimpan misteri yang menarik untuk diungkap ke dalam jurnal-jurnal ilmiah yang menjadi landasan pembangunan peradaban ke depan.


Proyek kolaborasi

Di tengah ayunan gelombang laut yang muncul setiap 7-9 detik, Selat Malaka yang memisahkan Pulau Sumatra dengan Semenanjung Malaysia selalu bising oleh kapal-kapal penjelajah benua.

Tak ada waktu bersantai dan hari libur di tengah lautan. Hari-hari terasa panjang.

Para peneliti terus berlayar mengumpulkan berbagai spesimen. Ada empat laboratorium di dalam armada kapal riset OceanX, yakni satu unit laboratorium basah dan tiga unit laboratorium kering.

Fasilitas laboratorium kapal OceanX bisa dipakai untuk sekuensing DNA guna melihat informasi genetik dari sampel-sampel yang dikumpulkan dari laut. Bahkan, laboratorium untuk riset ilmu kebumian juga bisa memantau inti sedimen.
Ilustrasi - Sejumlah ilmuwan meneliti spesimen di dalam laboratorium kapal OceanX. (ANTARA/HO-OceanX)

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan penelitian ini berfokus terhadap keanekaragaman hayati laut, potensi karbon, penilaian stok ikan hingga pemetaan gempa untuk menyempurnakan model gempa bumi dan tsunami.

Para peneliti lintas lembaga saling berkolaborasi untuk mengungkap berbagai potensi dan misteri yang tersimpan di laut dalam.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, namun riset laut dalam di Indonesia masih sangat terbatas.

Ada banyak kolom kosong di rak-rak perpustakaan terkait penelitian laut dalam. Oleh karena itu, riset kolaborasi sangat penting dalam memahami laut dalam.

"Setiap ekspedisi timnya lintas ada peneliti geosains hingga peneliti biodiversitas," kata Handoko.

Kegiatan riset kelautan yang sekarang sedang berjalan kelak menjadi pondasi penting dalam pengelolaan sumber daya laut yang berkelanjutan dan konservasi.

Di balik warna biru indah yang berkelip-kelip, laut memiliki peran sangat penting bagi kehidupan manusia dalam hal pemenuhan pangan, obat, hingga energi.

Kegiatan riset mengajari manusia tentang sisi-sisi laut nan menakjubkan. Mungkinkah kelak kita dapat memahami laut sama seperti kita memahami daratan? Rasa penasaran menuntun manusia untuk terus mencari tahu.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2024