Jakarta (ANTARA) - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Periode 2003-2020 I Dewa Gede Palguna menilai terdapat substansi penting lain yang perlu dimasukkan dalam RUU MK dibandingkan soal batas usia minimal hakim dan masa jabatan hakim.

Menurutnya, perubahan terkait usia dan masa jabatan hakim tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap perkembangan lembaga peradilan tersebut.

“Apa sih signifikansinya soal-soal ini terhadap keinginan kita atau cita-cita kita untuk mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang merdeka dan independen? Kalau saya jawab jujur, sama sekali tidak ada,” kata Palguna dalam acara Sembunyi-sembunyi Revisi UU MK Lagi yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

Apabila ingin merevisi UU MK, lanjutnya, lebih baik menambahkan substansi yang dapat meningkatkan wibawa MK dan menjawab kebutuhan publik atas lembaga tersebut.

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) itu menyebutkan tiga hal yang perlu dimasukkan dalam RUU MK. Pertama adalah melengkapi ketentuan hukum acara dalam UU MK yang telah ada.

“Hukum acara untuk apa? Salah satunya adalah tentang pemilihan calon presiden. Itu sampai saat ini masih diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi,” kata dia.

Poin kedua adalah mengatur pelaksanaan kewenangan pembubaran partai politik yang saat ini masih diatur dalam Peraturan MK.

“Kalau soal-soal macam ini, menurut ilmu perundang-undangan adalah materi muatan undang-undang, bukan materi Peraturan MK. Mengapa bukan soal ini yang diselesaikan kalau hendak menghadirkan MK sebagai peradilan yang berwibawa dan benar-benar merdeka?” ujarnya.

Terakhir, ketentuan untuk mengatur terkait concrete judicial review. Ia menjelaskan, pada Pengadilan Jerman, pengujian jenis itu diajukan oleh orang yang diadili di peradilan umum kepada hakim yang mengadili karena merasa UU yang ditujukan dalam kasusnya bertentangan dengan UUD. Karena hakim peradilan biasa tidak memiliki kewenangan untuk menguji UU, maka MK Jerman bertugas menanganinya terlebih dahulu.

“Sehingga ketika kasus ini masih ditangani oleh MK Jerman, perkara ini stay dulu, tidak boleh diteruskan. Nanti kalau MK Jerman sudah mengeluarkan putusan, baru kemudian perkaranya dibuka dan diperiksa lagi. Kalau itu dinyatakan benar bertentangan dengan UUD, maka perkaranya otomatis gugur,” kata dia menjelaskan.

Menurutnya, itu adalah salah satu bentuk perlindungan kepada warga negara yang bisa dimasukkan dalam RUU MK.

Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Marsekal TNI Purn. Hadi Tjahjanto mewakili Pemerintah menyatakan telah menerima hasil pembahasan RUU MK dari Panitia Kerja (Panja) DPR RI pada Senin (13/5). RUU itu merupakan draf revisi atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Terdapat beberapa poin yang menjadi pembahasan, di antaranya mengenai persyaratan batas usia minimal hakim konstitusi dan penghapusan ketentuan peralihan masa jabatan ketua dan wakil ketua MK.
Baca juga: Dewa Palguna sebut pentingnya pembentukan MKMK secara permanen
Baca juga: MK tolak beri komentar soal RUU MK
Baca juga: Komisi III setujui RUU MK di masa reses guna dibawa ke Rapat Paripurna

 
 

Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024